Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun ada catatan penting bagi Indonesia berkaitan dengan korupsi.
IPK atau CPI ini dihitung oleh Transparency International dengan skala 0-100, yaitu 0 artinya paling korup, sedangkan 100 berarti paling bersih. Total negara yang dihitung IPK atau CPI adalah 180 negara.
Untuk tahun 2021, skor IPK Indonesia adalah 38 dan berada di peringkat ke-96. Dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 2020, Indonesia mendapat skor 37 dan berada di peringkat ke-102 di dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deputi Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko menyebut ada tiga komponen yang mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Namun, lanjutnya, ada ada tiga komponen yang tidak berubah dan tiga komponen yang mengalami penurunan.
"Terdapat 9 sumber data dalam CPI 2021, baik yang tiga mengalami kenaikan, tiga mengalami stagnasi dan tiga mengalami penurunan," kata Wawan di akun YouTube Transparency International Indonesia, Selasa (25/1/2022).
Tiga komponen yang mengalami kenaikan adalah World Economic Forum, Global Insight Country Risk Ratings, dan IMD World Competitiveness Yearbook. Tercatat kenaikan signifikan terjadi di komponen Global Insight Country Risk Ratings yang mengalami kenaikan sebanyak 12 poin.
"Tiga di antaranya yang mengalami kenaikan secara drastis adalah World Economic Forum dari 46 menjadi 53, kemudian Global Insight Country Risk Ratings dari 35 menjadi 47, ini kenaikan yang sangat signifikan 12 poin dalam 1 tahun terakhir, dan juga IMD World Competitiveness Yearbook yang naik sebanyak 1 poin dari 43 menjadi 44," ujarnya.
Selanjutnya, tiga komponen yang mengalami stagnasi adalah Economist Intelligence Unit Country Risk Ratings, PERC Asia Risk Guide, dan World Justice Rule of Law Index.
"Sementara indeks yang masih mengalami stagnasi antara lain adalah Economist Intelligence Unit Country Risk Rating ada di angka 37, PERC Asia Risk Guide ada di angka 32, dan World Justice Rule Of Law Index ada di angka 23," katanya.
Lebih lanjut, tiga komponen yang mengalami penurunan di antaranya PRS International Country Risk Guide, Bertelsman Foundation Transform Index, dan Varieties Of Democracy Project.
"Sementara tiga sisanya yang mengalami penurunan adalah PRS International Country Risk Guide dari angka 50 menjadi 48, Bertelsman Foundation Transform Index dari 37 ke 33, dan yang terakhir adalah Varieties Of Democracy Project yang turun 4 poin dari 26 ke 22," katanya.
Catatan dari Transparency International
Sementara itu dari situs resminya, transparency.org memberikan catatan khusus bagi Indonesia. Transparency menyebut negara-negara dengan skor yang cenderung rendah merupakan negara-negara dengan populasi padat.
"Di antara negara-negara dengan skor lemah adalah beberapa negara berpenduduk terpadat di dunia, seperti China (45) dan India (40), dan ekonomi besar lainnya seperti Indonesia (38), Pakistan (28) dan Bangladesh (26). Tren yang mengkhawatirkan di beberapa negara ini adalah melemahnya lembaga antikorupsi atau, dalam beberapa kasus, tidak adanya lembaga yang mengoordinasikan tindakan melawan korupsi," tulis Transparency.
Dalam salah satu subbab, Transparency menyebut bila korupsi-korupsi kecil mulai turun tetapi korupsi besar-besaran masih terjadi. Catatan soal ini ditujukan terkait sejumlah negara di Asia termasuk Indonesia.
"Perkembangan yang menggembirakan adalah relatif rendahnya kejadian korupsi kecil-kecilan di banyak negara Asia," ucapnya.
"Negara-negara yang terjebak di tengah indeks, seperti Malaysia (48), Indonesia (38), dan Maladewa (40) menghadapi tantangan yang lebih kompleks: korupsi besar-besaran. Ini adalah penyalahgunaan kekuasaan tingkat tinggi yang menguntungkan segelintir orang dengan mengorbankan banyak orang, dan yang dapat menghancurkan seluruh sektor, menciptakan resesi, dan mengakhiri demokrasi. Dalam kasus seperti itu, intervensi teknis saja, yang berguna dalam menangani korupsi kecil-kecilan, tidaklah cukup," imbuhnya.
"Mengatasi korupsi besar membutuhkan pembongkaran sistematis struktur pencarian rente dan budaya tidak jujur yang digunakan pejabat publik untuk mengantongi dana publik. Ini perlu didorong oleh para pemimpin politik yang memegang kekuasaan untuk bertanggung jawab, demi kebaikan bersama," sambungnya.
Simak juga 'Firli Bahuri: Anggaran KPK 2022 Rp 1,3 Triliun, Naik Rp 300 Miliar':