Lika-liku Hubungan Bupati Ratna dengan PDIP
Senin, 08 Mei 2006 10:09 WIB

Jakarta - Hubungan Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari dengan PDI Perjuangan (PDIP) berlangsung zigzag. Hubungannya cukup unik. Saat Pilkada Banyuwangi 2005 lalu, PDIP mencampakkan Ratna. Tapi, sekarang PDIP mengakui Ratna sebagai kepala daerah dari PDIP. Setidaknya inilah yang terlihat dari Rakornas Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah yang digelar DPP PDIP di Surabaya, Sabtu (6/5/2006) lalu. Acara ini sebenarnya khusus untuk para kepala daerah yang berhasil diusung PDIP. Tapi, mengapa Ratna yang bukan diusung PDIP bisa mengikuti acara yang dibuka Ketua Umum PDIP Megawati ini? Inilah yang menjadi pertanyaan.Semua warga Banyuwangi pun tahu, Ratna menjadi bupati Banyuwangi bukan karena keringat PDIP. Ratna maju menjadi calon bupati setelah didukung 18 partai gurem. Saat Pilkada 20 Juni 2005, PDIP mengusung calon yang direstui oleh DPP PDIP, Ali Syahroni, salah seorang pejabat di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur. Tapi, anehnya Ratna kini telah memasuki lingkaran partai berlambang kepala banteng bermoncong putih itu. Sejak kapan sebenarnya Ratna diklaim sebagai kepala daerah dari PDIP, tidaklah jelas. Yang pasti, kehadiran bupati yang cantik ini di acara PDIP itu memang jadi sorotan masyarakat. Apalagi Ratna hadir dengan mengenakan jilbabnya. Maklum, saat demo ribuan warga Banyuwangi digelar di Kota Gandrung itu, Ratna malah 'bersembunyi'. Dia tidak mau menemui massa yang menuntutnya lengser dari singgasana. PDIP terlihat baru mengakui Ratna sebagai kepala daerah atas 'kerja keras' PDIP setelah istri dari I Gde Winasa (Bupati Jembrana) ini berada di ujung tanduk. Di tengah tuntutan massa agar Ratna lengser meluas, PDIP langsung banting setir: mendukung dan membela Ratna. PDIP menjadi pahlawan baru bagi Ratna. Hubungan Ratna dengan PDIP memang cukup berkelok. Ratna yang memang sudah lebih dekat dengan PDIP, sebenarnya ingin maju sebagai calon bupati dari PDIP. Wajar, bila dia ingin didukung oleh PDIP. Sebab, selama ini Ratna telah menjadi bagian dari partai besar itu. Ratna tercatat sebagai anggota FPDIP DPRD Jembrana. Suaminya bisa bertahan sebagai bupati Jembrana periode 2005-2010 juga karena dukungan PDIP. Maka, menjelang pendaftaran calon bupati Banyuwangi, Ratna pun mengikuti seleksi calon bupati di Konferensi Cabang Khusus PDIP Banyuwangi. Tak disangka, perempuan bergelar SE, MM ini memenangi konvensi dengan mendapat suara mayoritas. Ratna tentu bangga dengan hasil itu. Tapi hanya sekejap. Setelah hasil konfercabsus itu dibawa ke DPP PDIP, nama Ratna dicoret oleh DPP. DPP PDIP lebih memilih calon yang sudah diimpikannya, Ali Syahroni. DPP tidak yakin Ratna akan menang. Menangislah Ratna saat itu. Bagi PDIP, corat-mencoret calon kepala daerah yang sudah dimenangkan di konfercabsus atau konferdasus sudah hal yang biasa. Keinginan Ratna menjadi bupati masih sangat besar. Karena itulah, dia melobi partai-partai gurem dan berhasil. Dalam penetapan KPUD Banyuwangi, Ratna yang bersanding dengan M Yusuf Nur Iskandar sebagai wakil bupati mendapat nomor urut 4. Dan dalam pemilihan secara langsung pada 20 Juni 2005, masyarakat Banyuwangi ternyata lebih memilih pasangan nomor 4 ini. Padahal, 18 partai gurem yang menyokongnya tidak memiliki satu kursi pun di DPRD. Ali Syahroni yang diusung PDIP malah jeblok, berada di urutan terakhir. Hasil yang mengejutkan ini jelas memukul PKB dan PDIP. Dua partai inilah yang menjadi penguasa di Banyuwangi. Hasil Pemilu 2004 lalu, PKB memiliki 20 kursi, sementara PDIP memiliki 15 kursi. 10 Kursi lainnya dibagi-bagi antara Partai Golkar, PPP, dan Partai Demokrat. Kemenangan Ratna yang tanpa didukung kekuatan di parlemen membuat dia terus digoyang. Bahkan, semua anggota DPRD Banyuwangi sempat menentang pelantikan Ratna. Dengan terpaksa, karena tidak ada restu DPRD, Ratna pun dilantik pada 20 Oktober 2005 di pendopo kabupaten, bukan di gedung DPRD. Posisi Ratna kembali digoyang dengan berbagai isu, termasuk isu agama. Sebagian ulama di Banyuwangi juga menuntut Ratna untuk lengser. Bahkan, DPRD juga meminta Ratna untuk lengser, meski akhirnya keputusan DPRD tidak bulat, karena Fraksi PDIP DPRD Banyuwangi sudah mendapat instruksi dari DPP PDIP untuk tidak ikut-ikutan menggoyang Ratna. Mulai saat itulah, PDIP membela sang bupati itu. Hari Senin (8/5/2006), Ratna akan kembali ke kantor bupati Banyuwangi, setelah mendapat tambahan stamina dari Rakornas DPP PDIP Sabtu (5/5/2006) lalu. Percaya diri Ratna akan bertambah, karena saat ini sudah mendapat sokongan politik cukup kuat dari PDIP. Tentu, peta politik yang berubah di Banyuwangi akan bisa mengubah tekanan massa untuk menggoyang Ratna.Bila massa tetap menuntut Ratna lengser, maka situasinya menjadi lain. Bisa-bisa massa PKB, yang sebagian besar massa Nahdlatul Ulama (NU), akan berhadapan dengan massa PDIP. Kemungkinan terburuk, bisa menjadi Tuban II. Namun, kemungkinan lain, akan terjadi lobi-lobi politik, sehingga Ratna tetap bertahan di singgasananya.
(asy/)