Kejagung Sudah Periksa 11 Saksi di Kasus Proyek Satelit Kemhan

Wilda Hayatun Nufus - detikNews
Jumat, 14 Jan 2022 18:49 WIB
Foto: Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah (Wilda Nufus/detikcom)
Jakarta -

Kejaksaan Agung (Kejagung) menaikkan kasus dugaan pelanggaran hukum di balik proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur yang ada di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015 ke tahap penyidikan. Kejagung telah memeriksa 11 saksi terkait kasus satelit Kemhan ini saat tahap penyelidikan.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah menerangkan 11 saksi yang telah diperiksa, dan terdiri dari beberapa orang di Kementerian Pertahanan (Kemhan). Kemudian ada juga dari pihak swasta.

"Jadi ini kita telah menyelidiki terhadap kasus ini selama satu minggu, kita sudah memeriksa beberapa pihak, baik dari pihak swasta atau rekanan pelaksana, maupun dari beberapa orang di Kementerian Pertahanan. Jumlah yang kita periksa ada 11 orang," kata Febrie dalam jumpa pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jalan Bulungan, Jakarta Selatan, Jumat (14/1/2022).

Febrie menerangkan pihaknya telah berkoordinasi dengan beberapa pihak untuk menguatkan pencarian alat bukti dalam kasus satelit Kemhan ini. Dia juga turut melibatkan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dengan didukung oleh beberapa dokumen yang bisa dijadikan alat bukti.

"Tentunya dalam penyelidikan, jaksa juga melakukan beberapa koordinasi dan diskusi kepada pihak-pihak yang dapat menguatkan dalam pencarian alat bukti. Salah satunya adalah auditor rekan-rekan kami di BPKP, sehingga kita dapat masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP. Selain itu juga didukung dengan dokumen yang lain, yang kita jadikan alat bukti seperti kontrak dan dokumen-dokumen lain dalam proses pelaksanaan pekerjaan itu sendiri," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran hukum di balik proyek satelit yang ada di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Buntut urusan itu membuat negara rugi.

"Tentang adanya dugaan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara karena oleh pengadilan ini kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum, yaitu Kementerian Pertahanan pada 2015, sudah lama, melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan sesuatu, padahal anggarannya belum ada," ujar Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (13/1).

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.




(whn/aud)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork