Kolom Hikmah

Karakter

Aunur Rofiq - detikNews
Jumat, 14 Jan 2022 07:59 WIB
Foto: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -

Karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam pandangan Islam adalah kepribadian yang komponennya adalah pengetahuan, sikap dan perilaku. Ada sebutan yang sering kita tahu bahwa, orang itu berkarakter. Maksudnya bahwa orang tersebut mempunyai akhlak yang baik atau orang itu mempunyai kepribadian yang baik ditunjukkan dengan sikap, prilaku yang tidak tercela dan berpengetahuan yang luas.

Seseorang tidak bisa diketahui karakternya hanya dari penampilan fisik, sebagaimana ia juga tidak mungkin menampilkan suara hatinya sebenarnya, melainkan melalui tabiat, temperamen dan perilakunya. Penampilan yang bermacam-macam, namun pada saat tertentu tabiat dan perilakunya akan menyingkap isi hatinya. Artinya kebaikan maupun keburukan apa pun yang tersembunyi dari seseorang, kelak akan terungkap.


Hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah, Rasulullah telah bersabda, " Yang terbaik diantara kalian adalah yang paling baik akhlaknya diantara kalian." Pada saat itu beliau ditanya, " Mukmin seperti apakah yang paling afdhal?.

Adapun hamba yang paling afdhal dan paling mulia adalah Rasulullah Saw. sesuai dengan pujian Sang Pencipta pada firman-Nya, " Dan sesungguhnya kamu berbudi pekerti yang agung." ( QS. al-Qalam [68] : 4 ). Maksud dari ayat ini adalah engkau ( Muhammad Rasulullah ) memiliki akhlak yang agung, karena akhlak Rasulullah bersumber dari Al-Qur'an. Hal ini selaras dengan jawaban Aisyah radhiyallahu 'anha terhadap pertanyaan Sa'id bin Hisyam yang disampaikan kepadanya, " Wahai Ummul Mukminin, beri tahu aku tentang akhlak Rasulullah Saw?" Aisyah menjawab, " Bukankah engkau membaca Al-Qur'an?" Sa'id bin Hisyam menjawab," Ya." Aisyah berkata lagi, " Sesungguhnya akhlak sang Nabiyullah Saw. adalah Al-Qur'an." Inilah teladan akhlak hamba yang paling mulia, sehingga langkah-langkah pengkaderan untuk pembentukan karakter adalah berkiblat pada akhlak Rasulullah.

Pendidikan kita saat ini masih memerlukan perbaikan agar bisa melahirkan manusia yang berkarakter, oleh karena itu perlu bersikap terbuka ( pemegang kebijakan ) untuk menampung masukan. Saat ini anak didik sepertinya " dimasuki" informasi dan dihafal yang berguna saat nanti ada ulangan/ujian. Disini kadangkala tujuan bersekolah untuk memperoleh nilai bagus, bukannya memperoleh ilmu yang bisa diterapkan untuk perbaikan dalam kehidupan. Ingat bahwa manusia diciptakan untuk mengurus bumi. Mengelola dengan memanfaatkan hasil bumi untuk kehidupan, menjaga kelestarian dan mengembangkan. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi keniscayaan, tanpa itu kita hanya menjadi negara " pengguna " atas inovasi negara lain.

Pembentukan karakter dalam pandangan Islam selalu berkaitan dengan keimanan, untuk pendidikan agama dalam sekolah-sekolah bukan hanya menghafal materi agama, namun mendalami, memahami dan menjalankan. Kekuatan ruhiyah para peserta didik harus ditumbuhkan dan dikokohkan untuk menjadi penggerak hidup yang sempurna. Agama disini akan membangkitkan idealisme, menyucikan maksud dan tujuan serta menguatkan tekad, memberi makna atas setiap tindakan yang dikerjakan.

Membangkitkan kekuatan ruhiyah yang berupa keyakinan yang kuat pada Allah dan kesadaran akan kasih sayang serta kekuasan-Nya, hendaknya diikuti oleh pemahaman materi secara mendalam. Suatu contoh, anak didik diajarkan/dibiasakan untuk shalat. Jika berhenti sampai pada pembiasaan, akan mudah runtuh ketika anak didik menemukan pemahaman yang berbeda dengan apa yang dijalani. Akhir-akhir ini kita jumpai terhadap anak-anak yang sedari kecil dibiasakan dengan aktivitas religius, akan berubah secara drastis begitu mereka bersentuhan dengan komunitas yang berbeda. Hal ini karena pembiasaan tersebut belum mengakar pada hatinya, sehingga mudah goyah ketika ada hal yang berbeda, akan beda jika pembiasaan tersebut diikuti dengan pemahaman.

Dalam mencetak anak didik yang berkarakter, tentu kiblat teladan karakter/akhlak adalah Rasulullah Saw. adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
Tidak menyakiti, menundukkan pandangan dari orang yang menyakiti, melupakan tindakan mereka, membalas keburukan dengan kebaikan. Rasulullah juga tidak marah ketika berhadapan dengan orang yang dengan congkak berkata kepada beliau, " Bersikap adil-lah kau !". Tidak marah pada orang yang menarik surbannya, tidak marah pada orang yang menebarkan debu, juga tidak marah menghadapi orang yang memfitnah istri beliau yang suci. Beliau menjenguk ketika ada di antara mereka yang sakit, ikut hadir ketika ada di antara mereka yang meninggal dunia. Kesemua ini merupakan ciri-ciri akhlak Beliau yang mulia dan berlandaskan Al-Qur'an.

Apakah kondisi saat ini jika seorang pemimpin tersinggung dan merasa sakit hati akan memaafkan? Tentu penulis sarankan untuk mengikuti jejak akhlak Rasulullah Saw. karena dengan begitu akan terjadi kesejukan, kedamaian dan harmonis. Bukan menimbulkan kegaduhan dan kebisingan, ini harus dihindari. Penulis akhiri dengan keyakinan bahwa, dengan akhlak kesempurnaan manusia dapat dan keteraturan dunia menjadi kenyataan.

Aunur Rofiq

Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia )




(erd/erd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork