Mahfud Md: Presiden Perintahkan Saya Usut Tuntas Kasus Satelit Kemhan

Mahfud Md: Presiden Perintahkan Saya Usut Tuntas Kasus Satelit Kemhan

Kadek Melda Luxiana - detikNews
Kamis, 13 Jan 2022 18:16 WIB
Mahfud Md lantik Mayjen Mulyo Aji jadi Sesmenko Polhukam
Menko Polhukam Mahfud Md (dok.Kemenko Polhukam)
Jakarta -

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan pengusutan tuntas terkait dugaan pelanggaran hukum di proyek satelit di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Dia menyampaikan pemerintah sudah beberapa kali membahas kasus satelit Kemhan tersebut saat rapat.

"Sampai dengan saat ini pemerintah sudah beberapa kali mengadakan rapat untuk membahas masalah ini. Saya juga sudah bertemu dan berdiskusi dengan Menteri Pertahanan, Menkominfo, Menteri Keuangan, Panglima TNI, dan Jaksa Agung," kata Mahfud saat konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022).

"Hari Rabu kemarin, saya melaporkan kepada Bapak Presiden, dan Presiden memerintahkan saya untuk meneruskan dan menuntaskan kasus ini," sambung dia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahfud Md mengungkapkan negara rugi hampir Rp 1 triliun akibat proyek tersebut. Kerugian diakibatkan oleh kontrak yang berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan Satelit untuk Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur yang terjadi sejak 2015 sampai saat ini.

Singkatnya, Kemhan meneken kontrak dengan Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat meskipun belum tersedia anggaran.

ADVERTISEMENT

"Tentang adanya dugaan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara karena oleh pengadilan, ini kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar," terang Mahfud.

"Padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum, yaitu Kementerian Pertahanan pada 2015, sudah lama, melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan sesuatu, padahal anggarannya belum ada," imbuh Mahfud.

Avanti menggugat pemerintah Indonesia karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan biaya sewa dalam kontrak tersebut. Mahfud menyebut sejauh ini negara diwajibkan membayar kepada dua perusahaan itu dengan nilai ratusan miliar rupiah.

"Kemudian Avanti menggugat pemerintah di London Court of International Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani sehingga pada 9 Juni 2019," ucap Mahfud.

"Pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar untuk sewa satelit Artemis ditambah dengan biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling sebesar Rp 515 miliar. Jadi negara membayar Rp 515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya," lanjut Mahfud.

Simak video 'Proyek Satelit Kemhan 2015 Rugikan Negara Ratusan Miliar!':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Mahfud mengatakan, selain Avanti, pemerintah digugat Navayo. Berdasarkan putusan arbitrase di Singapura, pemerintah diminta membayar Rp 304 miliar.

"Nah, selain dengan Avanti, pemerintah baru saja diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar lagi nilainya sampai sekarang itu 20.901.209 dolar (USD) kepada Navayo, harus bayar menurut arbitrase. Ini yang 20 juta ini nilainya Rp 304 (miliar)," tutur Mahfud.

Menurut Mahfud, negara berpotensi ditagih lagi oleh perusahaan lain yang meneken kontrak dengan Kemhan, yaitu Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Di sisi lain Mahfud menyebutkan persoalan ini tengah diselidiki Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kejagung Usut Dugaan Perkara

Di sisi lain, Mahfud sudah berkoordinasi dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Menurut Mahfud, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus ini.

"Kami mohon Kejaksaan Agung bisa menindaklanjuti ini. Bukan menindaklanjuti, tapi mempercepat daripada kita tagihan-tagihan itu tidak punya alat untuk membantah dan sebagainya, maka kita segera memberi konfirmasi bahwa yang dilakukan Kejaksaan Agung selama ini sudah benar dan kita buktikan dalam seluruh proses pemeriksaan sampai berujung pada proses audit investigasi di Kemenko Polhukam. Kemenko Polhukam ditugaskan untuk menyelesaikan hal ini oleh Presiden itu," kata Mahfud.

Burhanuddin, di tempat yang sama, menyampaikan bahwa kasus ini segera mengerucut ke penyidikan. Namun Burhanuddin belum membeberkan lebih detail.

"Beberapa bulan, bahkan beberapa tahun, kami telah melakukan penelitian dan pendalaman atas kasus ini dan sekarang sudah hampir mengerucut insyaallah dalam waktu dekat kami akan naik penyidikan. Insyaallah dalam satu-dua hari kami akan tindaklanjuti ini. Memang dari hasil penyelidikan cukup bukti untuk kami tingkatkan ke penyidikan," kata Burhanuddin.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Berikut ini gambaran perkara itu:

Pada 19 Januari 2015, Satelit Garuda-1 telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia. Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali Slot Orbit. Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan Slot Orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.

Untuk mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memenuhi permintaan Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk mendapatkan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Kemhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater (satelit sementara pengisi orbit), milik Avanti Communication Limited (Avanti), pada 6 Desember 2015, meskipun persetujuan penggunaan Slot Orbit 123 derajat BT dari Kominfo baru diterbitkan tanggal 29 Januari 2016. Namun pihak Kemhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kominfo.

Pada 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK). Namun PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satkomhan.

Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti tahun 2015, Kemhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut. Untuk membangun Satkomhan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu tahun 2015-2016, yang anggarannya dalam tahun 2015 juga belum tersedia. Sedangkan di tahun 2016, anggaran telah tersedia namun dilakukan self blocking oleh Kemhan.

Avanti menggugat di London Court of Internasional Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani. Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp 515 miliar.

Pihak Navayo yang juga telah menandatangani kontrak dengan Kemhan menyerahkan barang yang tidak sesuai dengan dokumen Certificate of Performance, namun tetap diterima dan ditandatangani oleh pejabat Kemhan dalam kurun waktu 2016-2017. Navayo kemudian mengajukan tagihan sebesar USD 16 juta kepada Kemhan, namun Pemerintah menolak untuk membayar sehingga Navayo menggugat ke Pengadilan Arbitrase Singapura. Berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase Singapura tanggal 22 Mei 2021, Kemhan harus membayar USD 20.901.209,00 kepada Navayo.

Halaman 2 dari 3
(dek/aud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads