Ratusan mahasiswa dan pelajar yang tergabung dari Kelompok Cipayung Plus mengikuti Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih dikenal dengan Empat Pilar MPR. Mereka juga menyampaikan catatan awal tahun pemerintahan Presiden Jokowi.
Pertemuan yang diselenggarakan di Komplek Gedung MPR/DPR/DPD ini turut dihadiri oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo serta sejumlah perwakilan dari organisasi ekstra kampus seperti HMI, GMNI, PMII, GMKI, PMKRI, IMM, KAMMI, PII, LMND, KMHDI, Hikmabudhi, dan Hima Persis.
Pada kesempatan tersebut, Bamsoet berbagi cerita mengenai pengalaman dirinya hingga menjadi Ketua MPR RI. Pria yang pernah mengikuti pengkaderan HMI ini mengatakan, untuk bisa duduk menjadi wakil rakyat harus beberapa kali ikut dalam pemilu legislatif. Tidak terpilih dalam pemilu menurutnya tidak membuat dirinya putus asa.
"Paling penting dalam hidup itu adalah tak boleh menyerah," kata Bamsoet dalam keterangannya, Rabu (12/1/2022).
Ia mengatakan, keuletan dirinya mengikuti pemilu akhirnya berbuah manis. Tak hanya terpilih menjadi wakil rakyat saja, Bamsoet juga pernah menduduki posisi penting seperti Ketua Komisi, Ketua DPR, dan Ketua MPR. Tak hanya bercerita mengenai pengalamannya menduduki sejumlah posisi strategis, Bamsoet mengakui senang bertemu dengan sejumlah perwakilan dari mahasiswa yang peduli terhadap bangsa dan negara.
"Di pundak kalian nasib bangsa dan negara ditentukan," katanya.
Ia berpesan agar seluruh anggota Kelompok Cipayung Plus agar bisa memaksimalkan untuk memanfaatkan potensi yang ada di Indonesia. Bukan hanya dari sisi sumber daya alam saja, namun peningkatan kualitas SDM juga perlu dilakukan untuk menjawab tantangan bonus demografi.
"Perlu seperti Korea Selatan yang sukses memanfaatkan bonus demografi," ungkapnya.
Agar bonus demografi dapat dimanfaatkan secara maksimal perlu sebuah blue print dalam melaksanakan pembangunan nasional. Jika ditarik sejarahnya, Bamsoet menerangkan ketika masa Presiden Soekarno ada program pembangunan semesta. Ia menerangkan, pada masa Presiden Soeharto ada GBHN.
"Agar setiap pergantian kekuasaan, panduan pembangunan tak berubah," tambahnya.
Menurutnya, selepas Orde Baru bangsa ini tidak memiliki haluan pembangunan nasional. Pembangunan saat ini diserahkan kepada visi dan misi presiden terpilih. Hal itu berakibat tidak ada kesinambungan pembangunan. Imbasnya kepada rakyat yakni adanya pembangunan-pembangunan yang mangkrak.
"Sebab visi dan misi setiap presiden tidak sama," ungkapnya.
Bamsoet mengatakan dengan begitu maka diperlukan haluan pembangunan nasional untuk membuat eksistensi suatu negara tetap terjaga dari waktu ke waktu.
"Di sinilah pentingnya haluan pembangunan nasional. Dikatakan, Singapura yang luasnya tidak lebih dari Jakarta pun juga memiliki haluan pembangunan. Dari haluan pembangunan yang dimiliki, negara tersebut dari waktu ke waktu tetap eksis bahkan wilayahnya semakin meluas," tutupnya.
(prf/ega)