Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan kasus Corona varian Omicron telah teridentifikasi di 150 negara. Tidak menutup kemungkinan varian Omicron akan menimbulkan gelombang baru, termasuk di Indonesia.
"Saat ini, Omicron telah teridentifikasi di 150 negara dan menimbulkan gelombang baru dengan puncak yang lebih tinggi di berbagai negara dunia. Indonesia bukan tidak mungkin dapat mengalami hal yang sama. Namun kita tidak perlu panik, tetapi kita tetap waspada," kata Luhut melalui keterangan tertulis, Rabu (12/1/2022).
Luhut memaparkan per kemarin ada tambahan 802 kasus COVID-19, yang jumlah setengahnya disumbangkan oleh pelaku perjalanan luar negeri (PPLN). Dia mengimbau masyarakat agar tidak bepergian ke luar negeri selama dua hingga tiga pekan ke depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jumlah kasus mencapai 802 kasus (kemarin), tetapi sebagian masih disumbangkan oleh PPLN. Dari 537 kasus di Jakarta, 435 kasus berasal dari PPLN. Oleh karenanya, kami sekali mengimbau masyarakat untuk tidak bepergian dulu keluar negeri dalam 2-3 minggu depan," ujarnya.
Berdasarkan hasil pengamatan, Luhut menyampaikan varian Omicron akan mencapai puncaknya dalam waktu kisaran 40 hari. Dia memperkirakan puncak kasus varian Omicron di Indonesia terjadi pada awal Februari mendatang dengan gejala ringan.
"Dari hasil pengamatan terhadap pengalaman negara lain, puncak varian Omicron mencapai puncaknya dalam kisaran waktu 40 hari, lebih cepat dari varian Delta. Untuk kasus Indonesia, kita perkirakan puncak gelombang karena Omicron akan terjadi pada awal Februari. Sebagian besar kasus yang terjadi diperkirakan akan bergejala ringan, sehingga nanti strateginya juga akan berbeda dengan varian Delta," ucapnya.
Berikut ini pernyataan lengkap Luhut:
Presiden telah memerintahkan kami berdua untuk memberikan penjelasan kepada publik tentang perkembangan kasus COVID-19 dan langkah antisipasi menghadapi varian Omicron. Saat ini, Omicron telah teridentifikasi di 150 negara dan menimbulkan gelombang baru dengan puncak yang lebih tinggi di berbagai negara dunia. Indonesia bukan tidak mungkin dapat mengalami hal yang sama. Namun kita tidak perlu panik, tetapi kita tetap waspada.
Hari ini jumlah kasus mencapai 802 kasus, tetapi sebagian masih disumbangkan oleh PPLN. Dari 537 kasus di Jakarta, 435 kasus berasal dari PPLN. Oleh karenanya, kami sekali mengimbau masyarakat untuk tidak bepergian dulu keluar negeri dalam 2-3 minggu depan. Kami akan terus memonitor secara ketat perkembangan kasus dan akan mengambil langkah-langkah antisipasi yang diperlukan. Perawatan di RS akan menjadi salah satu indikator utama. Kami akan high alert ketika BOR mendekati 20-30%.
Dari hasil pengamatan terhadap pengalaman negara lain, puncak varian omicron mencapai puncaknya dalam kisaran waktu 40 hari, lebih cepat dari varian Delta. Untuk kasus Indonesia, kita perkirakan puncak gelombang karena Omicron akan terjadi pada awal Februari. Sebagian besar kasus yang terjadi diperkirakan akan bergejala ringan, sehingga nanti strateginya juga akan berbeda dengan varian Delta.
Indonesia saat ini jauh lebih siap dalam menghadapi potensi gelombang varian Omicron. Tingkat vaksinasi sudah lebih tinggi, kapasitas testing dan tracing kita juga jauh lebih tinggi. Sistem kesehatan kita juga sudah lebih siap, baik dalam hal obat-obatan (termasuk molnupiravir dari Merck), tempat tidur RS, tenaga kesehatan, oksigen, dan fasilitas isolasi terpusat.
Dengan berbagai kesiapan tersebut, dan belajar dari pengalaman yang lalu, Saya yakin kasus tidak akan meningkat setinggi negara lain. Namun syaratnya kita semua harus disiplin. Keberhasilan kita mengendalikan varian Omicron tidak mungkin dapat dicapai tanpa kerja sama semua pihak, terutama dalam menjalankan protokol kesehatan.
Sebagai penutup, saya sampaikan sekali lagi. Kasus kemungkinan akan naik tapi kita jangan panik. Kita harus tetap waspada dan terus bekerja sama. Kita harus bersatu padu menghadapi musuh bersama variant Omicron. Karena hanya dengan bersatu, kita bisa mengatasi gelombang baru dan keluar dari pandemi COVID-19 ini.
(dek/idn)