"Tepat banget (polisi menjerat Ferdinand dengan pasal tentang membuat keonaran) karena polisi tahu bahwa ada ruang publik yang dia injak-injak," kata Wahyu kepada wartawan, Selasa (11/1/2022).
"Membuat keonaran itu memang artinya harus ada orang rame-rame gitu arti awalnya. Cuma kan pengertian itu kan berubah ya, namanya juga bahasa dan kebudayaan, pasti berubah. Artinya, di cuitan pun, kalau kita lihat komen-komen di bawahnya itu, itu bisa diartikan kegaduhan," sambungnya.
Menurut Wahyu, orang masih suka salah sangka seolah-olah kegaduhan atau keonaran itu hanya misalnya jika ada orang ramai-ramai melakukan suatu perbuatan misalnya aksi bakar-bakar ban. Padahal sekarang tidak. Menurutnya, cuitan di dunia maya juga bisa menimbulkan kegaduhan di ruang publik.
Wahyu kemudian menganalisis cuitan Ferdinand Hutahaean. Berikut cuitan yang sempat diunggah Ferdinand di akun Twitter-nya: "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah, harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela."
Menurut Wahyu, dari cuitan tersebut, Ferdinand seolah-olah mempertentangkan Allah satu dan Allah dua.
"Bunyinya saya nggak tahu, tapi yang penting dari sudut bahasanya itu dari bacaannya itu ada Allah satu dan Allah dua. Dia mempertentangkan," ujar Wahyu.
"Dalam cuitannya yang lain, dia bilang dia lagi ada korslet antara otak dan hatinya tuh. Kan dia sendiri yang ngaku, nggak apa-apa. Nah, kalau ada korslet begitu, berarti dia memang dirinya mengakui ada Allah satu Allah dua lho. Itu gawat lho. Karena apa, yang namanya kata-kata dalam bahasa itu dipersepsikan orang bisa macem-macem. Kalau saya mungkin saya bacanya Allah (bunyi ucapan secara Islam) lho, jangan-jangan Ferdinand lagi ngeledek saya. Kan terserah saya tuh," sambungnya.
Wahyu mengatakan cuitan Ferdinand itu menimbulkan bias dalam bahasa.
"Itu yang namanya bias dalam bahasa. Nah, itu nanti bisa bikin keonaran, tentu saja. Persepsi kan. Keonaran itu yang membuat kita takut. Larinya bisa ke SARA lho. Antargolongan, antargama," ucapnya.
Menurut Wahyu, cuitan Ferdinand itu telah menimbulkan kegaduhan di ruang publik. Ferdinand seharusnya tidak sembarangan dalam melontarkan pernyataan di ruang publik.
"Jadi dia harus punya etiket ketika dia memposting sesuatu karena berkaitan dengan orang lain. Jangan hanya dirinya sendiri yang dipikirkan. Kepalanya beda dengan hatinya ditulis, gawat lho. Kalau dia ngomong sama bininya di kamar terserah, ini di ruang publik," ujar Wahyu.
"Jadi yang dilanggar dalam kaitan ini sebenarnya etika berbahasa di ruang publik yang bisa membuat macam-macam, di antaranya keonaran tadi," sambungnya.
Ferdinand Hutahaean resmi menjadi tersangka karena kasus cuitan 'Allahmu ternyata lemah' di akun Twitter miliknya. Kini, ia sudah ditahan oleh pihak kepolisian.
Meskipun cuitan tersebut telah dihapus, sejumlah netizen berhasil meng-capture tulisan tersebut. Ferdinand Hutahaean lalu dipolisikan terkait cuitan tersebut.
"Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah, harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela," demikian isi cuitan Ferdinand.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyebutkan Ferdinand tidak dijerat pasal penodaan agama, melainkan pasal pembuat keonaran sebagai berikut:
-Pasal 14 ayat 1 dan 2 KUHP Undang-Undang No 1 Tahun 1946
-Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Ferdinand ditahan selama 20 hari di Rutan cabang Jakarta Pusat di Mabes Polri. Berdasarkan kondisi kesehatannya, Ferdinand dinyatakan layak ditahan.
"(Ditahan) di rutan cabang Jakarta Pusat di Mabes Polri. Hasil pemeriksaan dokter dari Pusdokkes, layak untuk dilakukan penahanan," ucap Ramadhan. (hri/fjp)