Jakarta -
Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa hari lalu merilis indeks kebahagiaan di sejumlah provinsi di Indonesia. Salah satu hasilnya menunjukkan indeks kebahagiaan di DKI Jakarta menurun dari angka 71,33 pada 2017 menjadi 70,68 pada 2021.
Survei indeks kebahagiaan itu pun mendapatkan sorotan dari sejumlah pihak. Salah satu yang menyoroti adalah epidemiolog Pandu Riono.
Pandu Riono lewat akun Twitternya, @drpriono1, mengomentari indeks kebahagiaan yang dirilis oleh BPS. Dia menyebut statistik indeks kebahagiaan bisa dipakai untuk berbohong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Statistik pun bisa dipakai untuk berbohong. Kebahagiaan merupakan kondisi yg kompleks, dikatakan meningkat di Indonesia yg hanya 0.8 poin, dalam situasi Pandemi. Ada problema besar dalam pengukuran, "measurement bias. Ada problem interpretasi. Kita perlu skeptis. @bps_statistics," cuitnya, seperti dilihat detikcom, Selasa (4/1/2022).
Lewat sebuah utas (thread), BPS lantas merespons Pandu Riono lewat akun resminya @bps_statistics. Awalnya BPS menjelaskan berkaitan dengan tolak ukur kebahagiaan setiap orang berbeda-beda.
"Sebagian orang merasa bahagia jika mampu membeli kendaraan terbaru. Sebagian lagi bahagia jika memiliki rumah idaman. Ada juga yang bahagia jika bertemu dengan keluarga terkasih. Pertanyaannya, bagaimana cara mengukur kebahagiaan?" tulis BPS.
BPS menyebut indeks kebahagiaan memang bersifat subjektif antara masing-masing warga. Meski demikian, BPS menekankan subjektif bukan berarti bohong.
"BPS menghitung indeks kebahagiaan sebagai ukuran yang bersifat subjektif untuk melihat persepsi masyarakat, tentang apa yang dirasakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Subjektif. Bukan berarti bohong," lanjut BPS.
BPS lantas menjelaskan alasan melakukan cara yang bersifat subjektif. Menurutnya pendekatan secara subjektif digunakan untuk melengkapi ukuran pembangunan yang bersifat objektif.
"Karena semua indikator yang digunakan merupakan ukuran tingkat kepuasan yang dinilai secara subjektif oleh penduduk berdasarkan hasil evaluasi terhadap kondisi objektif/faktual atas sepuluh unsur kehidupan, sekaligus menilai perasaan, dan makna hidup," tulis BPS.
Simak juga video 'Indeks Kebahagiaan Warga DKI Turun, Wagub Balas Pamer Capaian':
[Gambas:Video 20detik]
Simak penjelasan lengkap BPS di halaman berikutnya.
BPS menyebut telah melakukan pengukuran kebahagiaan sejak tahun 2014 melalui Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) yang dilakukan setiap 3 tahun sekali. Selama itu juga BPS mengaku terus melakukan penyempurnaan metode pengukuran.
Pada 2014, BPS menyebut kebahagiaan diukur dari kepuasan hidup pada 2017 ditambahkan 2 dimensi lainnya yaitu perasaan dan makna hidup. Kemudian pada 2021, BPS menggunakan 3 dimensi (kepuasan hidup, perasaan, dan makna hidup) dalam mengukur tingkat kebahagiaan.
"Bisa dibandingkan," imbuh BPS.
Lebih lanjut, BPS menyebut pada survei tingkat kebahagiaan di 2021, sampel yang digunakan sebesar 75.000 rumah tangga dengan probability sampling dengan level estimasi sampai dengan tingkat provinsi. Survei tersebut dilakukan pada rentang waktu tanggal 1 Juli sampai 27 Agustus 2021.
BPS menyebut 99,5 persen masyarakat yang menjadi responden merespons survei tingkat kebahagiaan di 2021. Pada rumah tangga sampel, dipilih kepala rumah tangga atau pasangannya sebagai responden yang mewakili rumah tangga tersebut.
Kemudian BPS menjelaskan maksud dan tujuan melakukan survei indeks kebahagiaan di Indonesia. Menurutnya, survei ini dilakukan untuk memberikan informasi terkait kebutuhan masyarakat dan melengkapi indikator makro lain.
"Indeks Kebahagiaan potensial jika dimanfaatkan dengan baik oleh pembuat kebijakan, dalam hal ini pemerintah. Sebagai informasi tambahan terhadap kebutuhan masyarakat. Pelengkap indikator makro lainnya. Complete the incomplete," jelas BPS.
"Di beberapa negara berekonomi maju, indikator kebahagiaan telah dianggap penting bagi perumusan kebijakan publik dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasionalnya," lanjutnya.
Indeks Kebahagiaan DKI Menurun
Untuk diketahui, sebelumnya BPS mengeluarkan survei berkaitan dengan tingkat kebahagiaan. Indeks Kebahagiaan di DKI Jakarta menurun dibanding pada 2017. Pada 2017, Indeks Kebahagiaan DKI berada pada angka 71,33, sementara pada 2021 Indeks Kebahagiaan DKI menjadi 70,68.
Dilihat dari Indeks Kebahagiaan 2021 yang dipublikasikan BPS, Jumat (31/12/2021), DKI Jakarta berada pada urutan ke-27 dari 34 provinsi di Indeks Kebahagiaan menurut provinsi.
BPS menyatakan indeks tersebut diukur lewat survei pengukuran tingkat kebahagiaan (SPTK) yang dilaksanakan tiga tahun sekali. BPS mengatakan ada tiga dimensi yang diukur dalam SPTK 2021, yakni kepuasan hidup (life satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimonia).
Indeks Kebahagiaan Indonesia pada 2017 berada pada angka 70,69 dan naik 0,80 pada 2021 menjadi 71,49. Pada 2021, penduduk perkotaan memiliki nilai Indeks Kebahagiaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan, yakni perkotaan 71,73 dan pedesaan 71,17.
"Terdapat 10 provinsi yang mengalami penurunan Indeks Kebahagiaan. Provinsi-provinsi tersebut adalah Aceh, Riau, Sumatera Selatan, dan Bengkulu untuk kawasan Sumatera. Untuk kawasan Jawa-Bali-Nusa Tenggara yang turut mengalami penurunan Indeks Kebahagiaan yaitu DKI Jakarta, Banten, Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Sementara untuk kawasan Kalimantan terdapat pada Provinsi Kalimantan Timur," tulis BPS.
Berikut poin-poin dimensi yang digunakan untuk mengukur Indeks Kebahagiaan DKI Jakarta tahun 2021:
Indeks kebahagiaan: 70,68
Indeks kepuasan hidup: 75,25
Subdimensi personal: 72,35
Subdimensi sosial: 78,15
Indeks perasaan: 62,37
Indeks makna hidup: 73,60
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini