Beda Sikap 4 Eks Dirjen Kemenag Usai Dicopot Menag Yaqut

Beda Sikap 4 Eks Dirjen Kemenag Usai Dicopot Menag Yaqut

Kadek Melda Luxiana - detikNews
Jumat, 24 Des 2021 12:19 WIB
Kantor Kementerian Agama / Kemenag
Foto: Dok. Kemenag
Jakarta -

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mencopot empat jabatan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). Usai dicopot, keempatnya menyampaikan sikap yang berbeda.

Empat dirjen yang dicopot Menag itu yakni Dirjen Bimas Kristen, Dirjen Bimas Katolik, Dirjen Bimas Hindu, dan Dirjen Bimas Buddha. Selain mencopot empat Dirjen, Menag juga mencopot satu Inspektorat Jenderal dan satu Kepala Balitbang di Kemenag. Keenamnya dimutasi ke jabatan fungsional per 6 Desember 2021.

Respons Eks Dirjen Bimas Katolik

Yohanes Bayu Samodro tidak mempermasalahkan pencopotannya dari jabatan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Katolik di Kementerian Agama (Kemenag). Yohanes menerima keputusan tersebut dengan ikhlas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya Dirjen Bimas Katolik (20 Agustus 2020-6 Desember 2021) menyatakan legawa atas keputusan Presiden. Sebagai warga negara dan umat Katolik, saya menerima keputusan pemberhentian jabatan sebagai Direktur Jenderal Bimas Katolik dengan keikhlasan yang penuh dan kepatuhan yang utuh," kata Yohanes saat jumpa pers secara virtual, Jumat (24/12/2021).

Yohanes menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas atas amanat yang pernah diberikan kepada dirinya sebagai Dirjen Bimas Katolik. Dia juga menyampaikan permohonan maaf apabila selama mengemban tugas sebagai Dirjen Bimas Katolik belum dapat memenuhi harapan Presiden Jokowi dan Menag Yaqut.

ADVERTISEMENT

"Sebagaimana kehendak saya untuk mengabdi bagi bangsa dan melayani umat Katolik, saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan dan amanat yang telah diberikan Presiden RI dan Menteri Agama sebagai Direktur Jenderal Bimas Katolik dalam masa jabatan sejak 10 Agustus 2020 sampai dengan 6 Desember 2021," ujarnya.

"Selama mengemban tanggung jawab, sebagai pribadi, saya tentu memiliki kekurangan dan tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan permohonan maaf apabila kinerja saya belum dapat memenuhi sepenuhnya harapan Presiden, Menteri Agama, dan masyarakat Katolik," lanjutnya.

Yohanes merasa bersyukur selama mengemban tugas sebagai Dirjen Bimas Katolik, terjalin hubungan yang erat dengan umat Katolik. Mulai para uskup hingga organisasi masyarakat Katolik.

"Saya bersyukur bahwa selama ini telah terjalin hubungan yang lebih erat antara Direktorat Jenderal Bimas Katolik dengan seluruh elemen masyarakat Katolik, Bapa Kardinal, para uskup, romo, bruder, suster, rekan-rekan pendidik, rekan-rekan media, rekan-rekan muda, dan seluruh organisasi-organisasi masyarakat Katolik yang memiliki visi mulia bagi bangsa dan Gereja," ucapnya.

Lebih lanjut Yohanes berharap spiritualitas dan relasi baik yang telah terjalin selama ini dapat terus dilanjutkan. Di juga meminta doa kepada semua umat Katolik agar dapat mengemban tugas baru.

"Kiranya seluruh daya spiritualitas dan relasi baik yang telah terbangun dapat terus dilanjutkan dalam sinergi bersama pemerintah guna membangun bangsa dan gereja tercinta. Saya tentu akan tetap terus mengabdikan diri pada bangsa dan gereja. Oleh karena itu, saya mohon doa untuk tanggung jawab dan tugas-tugas di ladang perutusan yang baru sebagaimana semboyan Mgr Soegijopranoto kita gemakan, 'Seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia'," imbuhnya.

Simak respons eks Dirjen Bimas Budha dan Kristen di halaman selanjutnya.

Simak juga 'Takut Bintitan, Anggota DPR Kritik Menag soal 'Kemenag Hadiah NU'':

[Gambas:Video 20detik]



Respons Eks Dirjen Bimas Buddha

Eks Dirjen Bimas Buddha, Caliadi menyinggung soal moderasi beragama yang digaungkan Menag Yaqut. Dia menyebut pencopotan itu membuat publik bertanya-tanya mengapa semua Dirjen 'non' disapu bersih.

"Lebih-lebih kan sekarang digaungkan moderasi beragama, tapi kenapa semua Dirjen yang non itu disapu bersih gitu kan, ada apa, salahnya apa? Kalau memang mau penyegaran kenapa nggak semua yang dianukan. Ini kan ada indikasi diskriminasi kan, kenapa disapu bersih kan ada apa? Publik kan mempertanyakan hal itu kan kebijakan apa yang dilakukan si Yaqut," kata Caliadi saat dihubungi detikcom, Rabu (22/12).

Caliadi mengaku mendapat informasi terkait pencopotan melalui pesan WhatsApp (WA). Pesan WhatsAap itu dikirim Kepala Biro Kepegawaian Kemenag saat dia sedang menjalani tugas luar kota.

"(Tahu dicopot) dari Kepala Biro Kepegawaian melalui Whatsapp, kita lagi sedang tugas luar kota, malam diinformasikan mau menghadap begitu, mau mengantar SK itu," ujarnya.

Dia mengungkapkan isi pesan WA menginformasikan bahwa Kepala Biro Kepegawaian Kemenag ingin menghadap untuk memberikan SK pencopotan. Pesan WA itu, kata Caliadi, juga dikirimkan ke lima pejabat lainnya yang dicopot.

"'Izin, bapak besok senin mau menghadap'. Dari informasi dapat juga (Dirjen lain yang dicopot) sama diinformasikan," ujarnya menirukan isi pesan.

Caliadi menuturkan, sebelum dicopot, tidak ada pemberitahuan atau teguran yang diterimannya. Dia mengatakan seharusnya ada panggilan terlebih dulu.

"(Pemberitahuan atau teguran sebelum dicopot) nggak ada, jadi prosesnya gimana itu kan nggak tahu, kan harus mesti dipanggil dulu dong jangan main libas begitu," ucapnya.

Caliadi mengatakan dirinya bakal melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

"Kalau (menggugat) ke PTUN itu wajib hukumnya," kata mantan Dirjen Bimas Buddha, Caliadi, saat dihubungi detikcom, Rabu (22/12/2021).

Respons Eks Dirjen Bimas Kristen

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Kristen Kementerian Agama (Kemenag) Thomas Pentury buka suara usai diberhentikan oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Thomas kaget karena tiba-tiba dicopot dari jabatannya tanpa ada alasan.

"Kan saya diberi tahu untuk menerima SK itu, jadi kan saya jadi kaget. SK yang diantar kepala biro saya tidak terima. Saya minta ada penjelasan," ujar Thomas Pentury saat dihubungi detikcom, Selasa (21/12).

Thomas mengatakan dirinya menolak SK tentang pengusulan pemberhentian tersebut. Pasalnya, Thomas dan lima pejabat Eselon 1 Kemenag lainnya tidak mendapatkan penjelasan resmi dari Yaqut.

"Ya memang SK-nya katanya ya (per tanggal 6 Desember 2021). Kan saya tidak baca SK itu karena saya menolak SK itu, tidak menerimanya. Katanya di TTD-nya tanggal 6. Tapi kemudian baru diberikan tanggal 20 kan. Dan kami tidak mau terima selama penjelasan resmi Menag terkait dengan apa alasan pengusulan pemberhentian itu. Jadi apa alasan usulan pemberhentian itu. Karena presiden tinggal bikin pemberhentian," tuturnya.

Kemudian, Thomas menegaskan dirinya bukan dimutasi, melainkan diberhentikan oleh Yaqut. Pasalnya, Thomas dkk bukan dipindahkan ke jabatan Eselon 1, melainkan fungsional. Maka itu, Thomas kembali menjadi dosen.

"Nggak ada komunikasi. Itu yang kami persoalkan. Kan saya fungsional. Saya dosen kan basic saya dosen, kemudian jadi pejabat Eselon 1. Kalau saya kemudian diberhentikan dari pejabat Eselon 1, otomatis kan saya jadi dosen lagi. Jadi nggak ada istilah mutasi. Kalau mutasi itu kan berpindah," papar Thomas.

Lebih lanjut, Thomas menyebut pihaknya sudah menyambangi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) hari ini. KASN, kata Thomas, akan meminta klarifikasi Yaqut.

"Kalau ke KASN sudah kita ketemu tadi saya dan teman-teman berenam ketemu Komite ASN ya. Mereka akan mengklarifikasi kepada kementerian, entah menterinya atau sekjennya yang dipanggil untuk klarifikasi. Tapi pernyataan KASN, untuk mengklarifikasi kepada Kemenag," ucapnya.

Thomas dkk juga akan menyambangi Peradilan Tata Usaha Negara untuk menggugat Yaqut. Mereka akan melayangkan gugatan usai menyiapkan tim kuasa hukum.

Simak respons eks Dirjen Bimas Hindu di halaman berikutnya.

Respons Eks Dirjen Bimas Hindu

Lain lagi sikap dari Tri Handoko selaku mantan Dirjen Bimas Hindu. Dia mengaku tidak ingin terlalu banyak berkomentar.

"Tidak mau banyak komentar dengan kasus ini. Saya tidak ingin menambah polemik di media," kata Tri saat dihubungi, melalui pesan singkat, Kamis (23/12).

Sementara mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), I Dewa Gede Palguna yang menjadi bagian dari panitia seleksi (pansel) Dirjen Bimas Hindu menyurati Presiden Joko Widodo terkait pencopotan Dirjen Bimas Hindu Tri Handoko Seto oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Dia, sebagai pansel, mengaku kecewa atas keputusan pemberhentian Tri Handoko Seto.

"Iya betul tadi pagi saya kirim surat, tapi nggak tahu dari mana sumber itunya, yang jelas betul itu memang surat saya, jadi itu mungkin karena saya tembuskan ke Parisada juga, lembaga kami itu ya, itu soft copy ke situ juga lewat e-mail, maksudnya supaya mereka tahu, tapi saya menegaskan itu memang surat saya," kata Palguna saat dihubungi, Rabu (22/12/2021).

Palguna mengaku menyurati Jokowi lantaran pemberhentian Tri Handoko Seto dari jabatannya pasti diketahui oleh presiden. Dia mengaku heran atas pemberhentian itu karena tahu kapasitas Tri Handoko Seto.

"Loh kan yang menaikkan keputusan pemberhentian itu kan presiden SK-nya, iya Dirjen Bimas Hindu, kenapa saya surati? Kan saya panselnya, saya tahu nilainya dia nilai paling tinggi, ya itu yang terpilih, setelah terpilih menurut saya kinerjanya sangat bagus. Karena itu, kenapa dia diberhentikan di tengah jalan? Saya bukan persoalan ininya, alasan pemberhentiannya yang bagi saya itu tidak jelas, alasan pemberhentian itu yang kami nggak jelas," ucapnya.

Sebagai salah satu pansel yang memilih Tri Handoko Seto saat itu, Palguna mengaku kecewa atas keputusan pemberhentian tersebut. Dia pun menuntut penjelasan terkait alasan absah menurut hukum dan bukti pemberhentian Tri Handoko Seto.

"Makanya saya tanya ke presiden, walau kita tahu presiden kan cuma administratif gimana tangani keppres, tapi yang munculkan kan Menteri Agama, makanya kami tanyakan, sampai dengan ditemukan bukti atau alasan yang absah menurut hukum untuk pemberhentian itu, sikap saya adalah saya sebagai pansel kecewa dan menolak itu, bukan karena apa, itu tanggung jawab moral saya, kan saya yang ikut menjadikan dia sebagai pansel walau kewenangannya ada di presiden ya," jelasnya

Lebih lanjut, Dewa beralasan harus menyurati Jokowi lantaran tuntutan moral. Dia beralasan dirinyalah yang kala itu ikut memilih Tri Handoko Seto sebagai Dirjen Bimas Hindu.

"Jadi tanpa menghilangkan rasa hormat saya dengan kedudukan dan kewenangan Presiden, saya harus wajib moral menyuarakan itu, kalau saya diam diam saya cuci tangan namanya, orang saya ikut milih dia waktu saya jadi pansel, itu aja sih sebenarnya, it is not a big deal, tapi saya merasa harus menyuarakan itu, ya kalau itu jadi berita karena waktu saya mantan hakim konstitusi, substansinya hanya itu," tuturnya.

Halaman 2 dari 3
(dek/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads