Seorang warga Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel), korban gempa bumi magnitudo (M) 7,4 yang berpusat di Laut Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), meninggal dunia. Korban yang tidak disebutkan identitasnya itu sempat 8 hari dirawat di rumah sakit.
"(Korban) mengembuskan napas terakhir setelah mendapatkan perawatan intensif selama delapan hari di ruang ICU RSUD Kyai Haji Hayyung, Kepulauan Selayar," ujar Plt Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari melalui keterangannya, Kamis (23/12/2021).
Abdul Muhari mengatakan korban berusia 65 tahun tersebut sebelumnya ditemukan dalam kondisi tersadar dan mengalami luka di bagian kepala akibat tertimpa reruntuhan bangunan yang terdampak gempa bumi pada Selasa (14/12).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Korban sempat dievakuasi ke tempat pengungsian darurat, namun mengingat kondisi korban terluka cukup parah, maka kemudian dievakuasi menggunakan kapal motor jolloro KM Fajar menuju ke RSUD KH. Hayyung yang berada di Ibu Kota Selayar," ungkapnya.
Dikatakan, korban telah dimakamkan di TPU Bonea. Proses pemakaman korban sempat dihadiri Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Selayar Saiful Arif serta beberapa pejabat setempat.
Dilaporkan lebih lanjut, wilayah Kecamatan Pasimarannu dan Kecamatan Pasilambena di Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan wilayah yang terdampak paling parah akibat gempa bumi NTT M 7,4 yang berpusat di 7,59 LS dan 122,24 BT.
Dalam catatan BPBD Kabupaten Kepulauan Selayar, sebanyak 203 rumah di Kecamatan Pasimarannu rusak berat, 565 rumah rusak ringan, dan 12 bangunan pemerintah rusak.
"Kemudian warga yang mengalami luka berat ada sebanyak 60 orang, 3 ibu hamil dan 1 sudah bersalin di pengungsian. Sementara itu, masih ada sebanyak 10.188 orang yang mengungsi di 43 titik pengungsian," katanya.
Kemudian untuk Kecamatan Pasilambena, 154 rumah dilaporkan rusak berat, lalu 235 rumah rusak ringan hingga ada 12 bangunan pemerintah rusak.
"Kemudian 59 warga mengalami luka berat, 54 warga luka ringan, 3 ibu hamil dan 1 sudah melahirkan. Selanjutnya ada 6.405 warga yang masih mengungsi di 61 titik pengungsian," sambung Abduh Muhari.
Untuk diketahui, sebagian besar warga memilih mengungsi karena masih trauma gempa bumi susulan dan ingatan mereka tentang peristiwa gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 12 Desember 1992 yang menewaskan 2.500 jiwa.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemkab Kabupaten Kepulauan Selayar telah menerjunkan tim trauma healing untuk mendampingi para warga yang masih mengalami trauma di lokasi pengungsian.
(hmw/nvl)