Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), I Dewa Gede Palguna, menyurati Presiden Joko Widodo terkait pencopotan Dirjen Bimas Hindu Tri Handoko Seto oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Dia, sebagai pansel, mengaku kecewa atas keputusan pemberhentian Tri Handoko Seto.
"Iya betul tadi pagi saya kirim surat, tapi nggak tahu dari mana sumber itunya, yang jelas betul itu memang surat saya, jadi itu mungkin karena saya tembuskan ke Parisada juga, lembaga kami itu ya, itu soft copy ke situ juga lewat e-mail, maksudnya supaya mereka tahu, tapi saya menegaskan itu memang surat saya," kata Palguna saat dihubungi, Rabu (22/12/2021).
Palguna mengaku menyurati Jokowi lantaran pemberhentian Tri Handoko Seto dari jabatannya pasti diketahui oleh presiden. Dia mengaku heran atas pemberhentian itu karena tahu kapasitas Tri Handoko Seto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Loh kan yang menaikkan keputusan pemberhentian itu kan presiden SK-nya, iya Dirjen Bimas Hindu, kenapa saya surati? Kan saya panselnya, saya tahu nilainya dia nilai paling tinggi, ya itu yang terpilih, setelah terpilih menurut saya kinerjanya sangat bagus. Karena itu, kenapa dia diberhentikan di tengah jalan? Saya bukan persoalan ininya, alasan pemberhentiannya yang bagi saya itu tidak jelas, alasan pemberhentian itu yang kami nggak jelas," ucapnya.
Sebagai salah satu pansel yang memilih Tri Handoko Seto saat itu, Palguna mengaku kecewa atas keputusan pemberhentian tersebut. Dia pun menuntut penjelasan terkait alasan absah menurut hukum dan bukti pemberhentian Tri Handoko Seto.
"Makanya saya tanya ke presiden, walau kita tahu presiden kan cuma administratif gimana tangani keppres, tapi yang munculkan kan Menteri Agama, makanya kami tanyakan, sampai dengan ditemukan bukti atau alasan yang absah menurut hukum untuk pemberhentian itu, sikap saya adalah saya sebagai pansel kecewa dan menolak itu, bukan karena apa, itu tanggung jawab moral saya, kan saya yang ikut menjadikan dia sebagai pansel walau kewenangannya ada di presiden ya," jelasnya.
Simak penjelasan lanjut mantan hakim MK di halaman berikutnya.
Saksikan juga 'Saat Anggota DPR Cecar Menag soal 'Kemenag Hadiah NU'':
Lebih lanjut, Dewa beralasan harus menyurati Jokowi lantaran tuntutan moral. Dia beralasan dirinyalah yang kala itu ikut memilih Tri Handoko Seto sebagai Dirjen Bimas Hindu.
"Jadi tanpa menghilangkan rasa hormat saya dengan kedudukan dan kewenangan Presiden, saya harus wajib moral menyuarakan itu, kalau saya diam diam saya cuci tangan namanya, orang saya ikut milih dia waktu saya jadi pansel, itu aja sih sebenarnya, it is not a big deal, tapi saya merasa harus menyuarakan itu, ya kalau itu jadi berita karena waktu saya mantan hakim konstitusi, substansinya hanya itu," tuturnya.
Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas memutasi enam pejabat Eselon I di Kemenag ke jabatan fungsional per 6 Desember 2021. Mereka adalah Inspektur Jenderal (Irjen), Kepala Balitbang-Diklat, Dirjen Bimas Kristen, Dirjen Bimas Katolik, Dirjen Bimas Hindu, dan Dirjen Bimas Buddha.
"Rotasi mutasi adalah hal yang biasa, untuk penyegaran organisasi," ujar Sekjen Kemenag Nizar Ali melalui keterangannya, Selasa (21/12).
Nizar menjelaskan Menag Yaqut selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) memiliki kewenangan merotasi personel organisasinya dengan beragam pertimbangan, salah satunya penyegaran. Nizar memastikan pemberhentian terhadap keenam orang ini bukan terkait hukuman.
"Alasan atau pertimbangan melakukan rotasi mutasi itu menjadi hak PPK dan bukan untuk konsumsi publik," katanya.
"Yang pasti, rotasi mutasi yang saat ini diambil itu bukan hukuman, tapi upaya penyegaran organisasi. Ini hal biasa. Setiap ASN harus siap ditempatkan dan dipindahkan," sambung Nizar.