Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman mantan Kadis Pekerjaan Umum (PU) Papua Mikael Kambuaya. Kambuaya terbukti korupsi jalan Kemiri-Depapre dalam proyek senilai Rp 90 miliar.
Kasus bermula saat APBD Papua tahun 2015 mengalokasikan anggaran Rp 90 miliar untuk peningkatan jalan dan jembatan. Ternyata proyek itu bermasalah dan para pihak yang terkait kasus itu kemudian dijerat sebagai tersangka oleh KPK.
Dalam persidangan, peranan Mikael Kambuaya dalam proyek ini terungkap. Mikael menandatangani kontrak kerja dengan PT BEP, padahal PT BEP tidak memenuhi persyaratan teknis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mikael Kambuaya kemudian dimintai pertanggungjawaban di muka hakim. Pada 20 Maret 2020, PN Jakpus menjatuhkan hukuman 5,5 tahun penjara kepada Mikael Kambuaya.
Selain itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Atas putusan itu, jaksa dan Mikael Kambuaya sama-sama mengajukan banding.
Di tingkat banding, hukuman Mikael Kambuaya diperberat. Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjatuhkan pidana terhadap Mikael Kambuaya selama 6 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Mikael Kambuaya menerima putusan itu. Tapi belakangan, Mikael Kambuaya mengajukan peninjauan kembali (PK) melalui kuasa hukumnya. Apa kata MA?
"Pidana penjara selama 3 tahun dan denda sejumlah Rp 50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro kepada wartawan, Rabu (22/12/2021).
Duduk sebagai ketua majelis Sofyan Sitompul dengan anggota Jupriyadi dan Ansori. Majelis PK menyatakan Kambuaya terbukti Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP;
"Ternyata putusan judex facti/Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 11/PID/TPK/2012/PT.DKI tanggal 19 April 2012 mengandung kekhilafan atau suatu kekeliruan yang nyata," kata Andi Samsan Nganro membeberkan alasan majelis.
Simak juga 'MA Potong Hukuman HRS Jadi 2 Tahun, Kuasa Hukum: Kami Ajukan PK':