Kendalikan Impor 439 Kg Sabu dari Bui, Napi di Slawi Dihukum Mati

Kendalikan Impor 439 Kg Sabu dari Bui, Napi di Slawi Dihukum Mati

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 21 Des 2021 10:59 WIB
Ilustrasi pemakai narkoba yang sedang direhabilitasi BNN
Ilustrasi (Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) menjatuhkan hukuman mati kepada Darmawan (51). Warga Cengkareng yang sedang menghuni LP Slawi, Jawa Tengah (Jateng), itu terbukti mengendalikan impor 439 kg sabu.

Hal itu tertuang dalam putusan PN Jakut yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (21/12/2021). Darmawan alias Mike merupakan residivis. Yaitu pernah dihukum di kasus narkotika pada 2013, yaitu selama 5 tahun 2 bulan. Pada 2014, hukumannya ditambah 9 tahun. Dan Darmawan akhirnya menghuni LP Slawi.

Kasus bermula saat Darmawan yang ada di penjara ditelepon Mike pada Februari 2021. Mike meminta dibantu menyelundupkan sabu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mike: Apa kabar?

Darmawan: Baik Bos.

ADVERTISEMENT

Mike: Kamu ada orang yang bisa dipercaya untuk kerja?

Darmawan: Belum tahu Bos, sekarang yang bisa dipercaya susah Bos, kalo mau pakai adik saya aja si Mulyadi. kan biasa kerja dengan Bos, Bos kan sudah kenal.

Mike : Kamu punya nomor teleponnya?

Darmawan : Dia nggak punya HP, kalo telepon lewat anaknya saja, ini saya kasih nomor anaknya Mul si Reza.

Mike : Ya udah sini nomornya, nanti saya telepon dia.

Simak juga 'Dramatis! Momen Penangkapan Bandar Sabu di Sidoarjo Sampai Nyebur Sungai':

[Gambas:Video 20detik]




Sejurus kemudian, Darmawan mentransfer uang ke Tia agar diberikan ke adiknya untuk membeli HP. Akhirnya Darmawan melakukan perintah-perintah ke adiknya dan timnya. Adiknya akan diberi Rp 1 juta/ons.

Mulyadi kemudian bergerak mengambil sabu di perairan Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu, Jakarta. Jumlahnya tidak 'kaleng-kaleng', yaitu 439 kg. Namun pergerakan Mulyadi diketahui dan digerebek aparat. Darmawan yang ada di penjara akhirnya kembali dijemput aparat dan diadili lagi. Kali ini di PN Jakut.

"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," kata ketua majelis Maskur dengan anggota Maryono dan Benny Octavianus.

Majelis menyatakan sabu yang dikonsumsi tanpa pengawasan dokter apalagi bukan untuk pengobatan akan merusak kesehatan fisik dan syaraf penggunanya hingga dapat mengakibatkan gila bahkan kematian. Oleh karena itu, mengedarkan atau jadi perantara perdagangan gelap narkotika yang dilakukan oleh terdakwa apalagi dalam jumlah yang sangat besar mencapai sekitar 439 kg berpotensi sangat besar merusak ribuan bahkan puluhan ribu orang penyalah guna narkotika, menimbulkan kerusakan dalam masyarakat, bangsa, dan negara.

"Oleh karena itu pelakunya dikualifikasi pembuat kerusakan di muka bumi, sehingga dapat dijatuhi hukuman mati. Berdasarkan seluruh pertimbangan-pertimbangan hukum terkait di atas majelis hakim berpendapat bahwa hukuman mati dapat diterapkan di Indonesia," ujar majelis dengan bulat.

Dalam persidangan, penasihat hukum terdakwa dalam pleidoinya mohon keringanan hukuman. Dengan alasan, Darmawan menyesali perbuatannya, sopan di persidangan, mengakui terus terang, sebagai tulang punggung keluarga. Namun alasan ini ditampik majelis.

"Hal tersebut menurut majelis hakim dapat dipertimbangkan terhadap tindak pidana yang sifatnya ringan atau biasa, akan tetapi terhadap kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang menimbulkan efek yang luas atau membahayakan atau merugikan masyarakat umum, sehingga alasan tersebut tidak dapat digunakan menghalangi judex facti untuk menjatuhkan putusan maksimum. Mengingat ada kepentingan negara dan bangsa yang lebih besar," beber majelis.

Eksistensi norma pidana mati tidak bertentangan dengan konstitusi.PN Jakut

PN Jakut juga menampik argumen hukuman mati melanggar HAM. Sebab terkait konstitusionalitas norma pidana mati di Indonesia, telah ada 3 putusan MK yang memutuskan bahwa Ketentuan Pasal 80 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a; Pasal 81 ayat (3) huruf a; Pasal 82 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, dan ayat (3) huruf a dalam Undang-Undang Narkotika, sepanjang yang mengenai ancaman pidana mati, tidak bertentangan dengan Pasal 28 A dan Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945.

"Dengan demikian, eksistensi norma pidana mati tidak bertentangan dengan konstitusi, oleh karena itu, berdasarkan putusan MK tersebut secara normatif penerapan pidana mati memiliki landasan hukum yang kuat dan mengikat," terang majelis.

Halaman 2 dari 2
(asp/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads