Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap gempa magnitudo (M) 7,4 yang terjadi di Laut Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), merupakan sesar aktif yang tidak pernah teridentifikasi dan terpetakan sebelumnya. Gempa bumi berpotensi tsunami pada Selasa (14/12/2021) lalu tersebut merupakan gempa yang dipicu oleh mekanisme geser.
"Gempa di Laut Flores yang berpotensi tsunami ini merupakan peringatan penting untuk kita semua bahwa sumber gempa sesar aktif yang mampu membangkitkan gempa kuat dan dapat memicu tsunami ternyata masih ada dan belum teridentifikasi dan terpetakan," ujar Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam keterangannya, Jumat (17/12/2021).
Daryono menjelaskan, selama ini BMKG hanya mengidentifikasi dan memetakan aktivitas gempa dari Sesar Naik Flores. Sementara gempa M 7,4 di Laut Flores pada Selasa (14/12) lalu merupakan sesar geser dan tidak berada di Sesar Naik Flores.
"Kalau kita melihat mekanisme sumbernya gempa ini dipicu oleh mekanisme sesar geser sehingga meskipun pusat gempa ini sangat dekat dengan jalur sumber gempa Sesar Naik Flores, pembangkit gempa ini bukan Sesar Naik Flores. Sesar Naik Flores dicirikan memiliki mekanisme naik, sedangkan gempa (M 7,4) yang terjadi (Selasa 14/12) kemarin memiliki mekanisme geser," jelasnya.
"Tampak episenter (titik gempa) yang kemarin terjadi pada tanggal 14 Desember itu tidak berada di jalur sesar yang sudah ada. Artinya gempa sebesar ini jalur sesarnya belum terpetakan," lanjut Daryono.
Hal yang turut menjadi perhatian, gempa M 7,4 pada Selasa (14/12) lalu terjadi di wilayah yang sensitivitas kegempaannya rendah. Tidak ada aktivitas gempa yang menonjol selama ini di titik tersebut.
"Ini artinya menjadi catatan lagi, bahwa sesar yang berpotensi terjadi gempa kuat seperti yang kemarin itu, itu pun tidak menunjukkan adanya sebuah klaster yang aktif, yang menonjol dalam peta sensitivitas kami dari 2009 sampai 2021, umurnya cukup panjang juga, tapi ternyata di daerah ini tidak ada klaster aktif," terang Daryono.
Daryono mengungkapkan, gempa M 7,4 NTT dikategorikan sebagai gempa tipe 1, yang artinya dari mainshock sampai aftershock. Berbeda dengan gempa bumi dari aktivitas Sesar Naik Flores yang terpantau BMKG selama ini.
"Di sini Sesar Naik Flores itu tampak dari aktivitas yang mengklaster dan memiliki sensitivitas yang relatif tinggi," imbuhnya.
Daryono juga mengingatkan bahwa kawasan Sunda Kecil atau wilayah Bali, NTB, hingga NTT merupakan kawasan yang sangat rawan terjadi tsunami. Sejak 19800-an hingga saat ini, setidaknya sudah pernah terjadi 22 kali tsunami di wilayah tersebut.
"Itu kalau kita rata-rata dan kita hitung itu frekuensinya, itu sekitar 11 tahun sekali terjadi tsunami," paparnya.
Sebelumnya diberitakan, BMKG mencatat hingga hari ini ada 663 kali gempa susulan setelah gempa berkekuatan magnitudo (M) 7,4 terjadi di Laut Flores, Nusa Tenggara Timur, pada Selasa (14/3) lalu. Masyarakat diminta tidak panik karena hal tersebut wajar terjadi setelah adanya gempa besar.
"Hingga hari ini Jumat 17 Desember 2021 pukul 16.00 Wita sore tadi menunjukkan telah terjadi 663 kali aktivitas gempa susulan atau aftershock," ujar Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam keterangannya, Jumat (17/12).
Dalam catatan BMKG, pada Selasa (14/12) terjadi 265 kali gempa susulan, sedangkan pada Rabu (15/12) terjadi 230 kali gempa susulan, Kamis (16/12) terjadi 145 kali gempa susulan, dan Jumat (17/12) sore ini tercatat ada 23 kali gempa susulan.
"Catatan gempa susulan terbesar magnitudo (M) 6,8 sedangkan gempa susulan terkecil M 2,9," katanya.
(nvl/rfs)