Selebgram Rachel Vennya beserta kekasihnya, Salim Nauderer, dan manajernya, Maulida Khairunnisa, naik DAMRI dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Wisma Atlet untuk menjalani karantina. Sesampai di Wisma Atlet, Rachel Vennya dkk kabur dengan dijemput anggota TNI menggunakan bus.
Hal itu disampaikan Rachel saat menjadi saksi mahkota kasus karantina di Pengadilan Negeri Tangerang, Jumat (10/12/2021). Hakim awalnya bertanya kepada Rachel tujuan selanjutnya setelah melengkapi berkas administrasi untuk karantina di Wisma Atlet.
"Kemudian setelah menjalani serangkaian proses administratif, dari Saudara kan harus menjalani karantina. Kemudian saat itu Saudara menuju ke mana?" tanya hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya naik DAMRI menuju ke Wisma Atlet," jawab Rachel.
"Dengan dibantu siapa?" tanya hakim.
"Saya tidak tahu saya dibantu siapa karena...," ucap Rachel.
"Yang mengarahkan ke DAMRI siapa? Yang menyuruh Saudara, mengarahkan Saudara ke DAMRI untuk menuju Wisma Atlet itu siapa?" tanya hakim saat memotong pernyataan Rachel.
"Mbak Ovel," ungkap Rahel.
Hakim lalu bertanya, apakah ada petugas atau Satgas COVID-19 yang ikut naik DAMRI bersama Rachel Vennya, Salim Nauderer, dan Maulida Khairunnisa. Rachel pun menjawab tidak ada.
"Saya cuma didatangin aja, bukan dikawal, cuma didatangin aja," kata Rachel.
"Jadi dari bandara menuju DAMRI itu hanya dengan Ovelina?" tanya hakim lagi.
"Cuma diantar sampai ke pintu bus, habis itu saya naik sendiri bertiga," kata Rachel.
"Di dalam tadi cuma bertiga aja?" hakim bertanya lagi.
"Ada orang lain lagi," ucap Rahel.
"Penumpang," tambahnya.
Kemudian sesampai di Wisma Atlet, Rachel dkk dijemput oleh anggota TNI dengan menggunakan bus. Namun Rachel mengaku tidak mengetahui nama anggota TNI tersebut.
"Keluar dari DAMRI siapa yang menjemput Saudara?" tanya hakim.
"TNI, tapi nggak tahu siapa," kata Rachel.
"Kok nggak tahu namanya, gimana?" tanya hakim.
"Saya cuma bilang 'Pak' aja gitu," ungkap Rachel.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Hakim lalu heran ada penjemputan dari anggota TNI tersebut. Hakim lalu bertanya kepada Rachel Vennya, apakah sebelumnya sudah janjian di Wisma Atlet atau tidak dengan anggota TNI itu.
"Terus TNI itu bagaimana dia bisa menjemput Saudara? Apakah Saudara sebelumnya sudah janjian, apa ada orang lain yang sudah membuat kesepakatan bahwa nanti kalau ada orang ini tolong nanti diantar ke mana?" tanya hakim.
"Saya kurang tahu, saya cuma dijemput dari bus saja. Begitu dari bus sudah ada tentara, orang TNI," kata Rachel.
"Begitu keluar dari DAMRI itu sudah ada yang menawarkan untuk dibawa ke mana, gitu?" kata hakim.
Rachel pun menjawab bahwa anggota TNI itu memintanya untuk naik. Setelah itu, kata Rachel, dia diantar pulang ke rumahnya.
"Cuma bilang, 'ikut saya', gitu, terus saya pulang," kata Rachel.
Hakim bertanya kembali peran anggota TNI dalam proses penjemputan Rachel menuju kediamannya. Rachel mengaku adanya anggota TNI itu untuk memuluskan rencananya kabur dari Wisma Atlet tanpa pemeriksaan petugas.
"Maksudnya ikut itu tahu tidak Saudara?" kata hakim.
"Yang saya pahami karena saya mau nggak karantina, biar saya nggak dilihat orang kalau saya keluar, jadi didampingi seperti itu," kata Rachel.
"Jadi supaya kalau ada petugas yang melakukan pemeriksaan keluar dari Wisma Atlet, Saudara bisa dengan mudah lolos ya?" kata hakim.
"Ya seperti itu," kata Rachel.
Dalam kasus ini, Rachel Vennya, Salim Nauderer, dan Maulida Khairunnisa divonis empat bulan penjara dengan masa percobaan selama delapan bulan. Mereka dinyatakan bersalah melanggar protokol kesehatan.
"Mengadili, menyatakan Terdakwa Rachel Vennya Ronald, Salim Nauderer, Maulida Khairunnisa telah terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana terkait karantina kesehatan," kata hakim saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Jumat (10/12).
"Dijatuhi pidana masing-masing selama 4 bulan dengan ketentuan hukuman tersebut tidak perlu dijalani, kecuali apabila di kemudian hari dengan putusan hakim diberikan perintah lain atas alasan terpidana sebelum waktu percobaan selama 8 bulan berakhir telah bersalah melakukan suatu tindakan pidana, dan denda masing-masing-masing denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan," lanjut hakim.