Kematangan sosial dan spiritual seseorang dapat dinilai di dalam lingkungan keluarga. Keluarga juga sekaligus tempat persemaian sikap dan budi pekerti luhur yang membuat masyarakat menilai positif atau negatif. Sean Covey memberikan beberapa contoh suasana social-spiritual di dalam keluarga. Misalnya seorang suami yang sudah matang sosial-spiritualnya akan lebih mudah memberikan belanja lahir dan batin, menghargai pengabdian isteri, anak, dan keluarganya, memberikan perhatian khusus terhadap keistimewaan-keistimewaan khusus yang dicapai anggota keluarganya, berterus terang dan meminta maaf terhadap kekeliruan dan kesalahan yang telah dilakukannya, bersikap pemurah dan tulus, bersikap melindungi dan mengayomi keluarga, suka mengajak jalan-jalan isteri, anak-anak, dan keluarganya, suka makan dan shalat berjamaah.
Sebaliknya ketidakmatangan suami dapat diukur berdasarkan beberapa contoh dan indikasi sebagai berikut: Tampa alas an yang jelas suami tidak memberikan belanja lahir dan batin secara rutin kepada isterinya, menafikan segenap pengabdian isteri kepadanya, cuek terhadap berbagai keistimewaan khusus yang dimiliki isterinya, bersikap tertutup dan enggang mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada isterinya, bersikap pelit, bersikap tidak melindungi keluarga, malas mengajak jalan isteri dan keluarganya, tidak suka makan dan shalat berjamaah dengan keluarganya.
Bagi sang isteri memberikan pelayanan simpatik kepada segenap keluarga, memahami kondisi obyektif keluarga yang ditunjukkan dengan rasa empati dan simpati, menghargai keluarga dan sahabat suami, berterus terang dan meminta maaf terhadap kekeliruan dan kesalahan yang telah dilakukannya, menghargai privasi suami, menunjukkan sikap sabar dan santun kepada suami dan segenap keluarga, kontrol terbatas terhadap keperluan suami, menunjukkan rasa percaya diri dan kemandirian, tanpa mengurangi pelayanan dan empati kepada suami dan segenap anggota keluarga. Sebaliknya ketidakmatangan sang isteri bisa diukur dengan hal-hal sebagai berikut: Pelayanan yang tidak simpatik, memberikan beban di luar kemampuan suami, tidak menghargai keluarga dan sahabat suami, bersikap tertutup dan enggang mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada suami kalau bersalah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam posisi sebagai orang tua terhadap anak juga diminta kematangan social-spiritual. Kematangan sebagai orang tua dapat diukur pada beberapa contoh sebagai berikut: Memberikan kasih sayang dan perhatian tulus secara langsung kepada anak-anaknya, memberikan pengertian dan kebebasan yang terukur, melengkapi fasilitas daya saing anak, mengutamakan solusi permasalahan anak dengan arif, meskipun menyita waktu dan cost, memberikan penghargaan terhadap prestasi-perestasi khusus anak, senantiasa membesarkan semangat dan jiwa anak, komunikasi dan dialog intensif dengan anak, menghormati, menyanjung dan memberikan semangat kepada anak, berbasa-basi dan banyak menghibur, mengajak untuk mendoakan atau berdoa bersama.
Sebaliknya, orang tua yang yang kurang matang secara sosial-spiritual indikatornya ialah: Bersikap kasar terhadap anak-anaknya, membiarkan anak menjadi penonton terhadap fasilitas daya saing temannya, mengatasi masalah dengan paksaan, cuek terhadap prestasi anak, mematahkan semangat anak dengan kekhawatiran berlebihan, kurang komunikasi secara visual dengan anak. Keluarga ideal ialah keluarga proaktif, bukannya keluarga reaktif. Untuk mewujudkan keluarga proaktif diperlukan manajemen kalbu bagi setiap unsur keluarga.
Prof. Nasaruddin Umar
Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
Simak juga 'Sejarah Isra Mikraj Nabi Muhammad, Perjalanan Spiritual Sang Insan Kamil':