Lebih lanjut Azis menjelaskan penertiban atribut dan posko ormas ini sebagai upaya mencegah konflik antar-ormas. Hal ini juga berangkat dari seringnya keributan antar-ormas yang terjadi di wilayah Jakarta Selatan maupun di perbatasan.
"Eksistensi dari kelompok tertentu atau organisasi masyarakat tertentu, terkadang masalahnya sepele tapi menimbulkan keributan yang meluas. Bahkan kematian seperti yang terjadi di Ciledug maupun di Kembangan, Jakbar," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, keberadaan atribut dan posko ormas di wilayah Jakarta Selatan juga melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2007.
"Kemudian untuk penertiban simbol-simbol seperti bendera dan beberapa atribut yang lain kita menggunakan Perda Nomor 8 Tahun 2007, tentu ranahnya ada di depan yaitu dari Satpol PP untuk penertiban," katanya.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Jakarta Selatan Ujang Harmawan menjelaskan dalam Perda tersebut memang aturan soal atribut ormas tidak secara eksplisit disebutkan.
"Jadi untuk masalah gardu itu memang tidak secara eksplisit (diatur) di dalam Perda 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, yang jelas ini dalam pasal 52 Perda 8 Tahun 2007 menyatakan setiap orang atau badan hukum agar tidak memasang simbol, lambang maupun bendera atribut yang berkenaan pada di sarana prasarana umum," kata Ujang.
Pada praktiknya, ada beberapa ormas yang menggunakan lahan warga untuk memasang atribut maupun gardu ormas. Warga yang merasa keberatan bisa lapor ke Pemda DKI.
"Berkenaan dengan tadi yang disampaikan pimpinan Pak Kapolres, apabila itu memang (dipasang) di lahan orang, orang itu merasa keberatan, dia bisa melaporkan ke Pemda DKI dan kita akan bersama dengan tiga pilar akan melaksanakan kalau memang dari pemilik lahan ini tidak berkenan, ya kita imbau pertama. Yang kedua dia akan membongkar sendiri atau kita tertibkan. Kalau di sarana prasarana umum jelas kita imbau untuk dia bongkar sendiri atau kita tertibkan," papar Ujang.
(mea/mea)