Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti bertemu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK). Dalam pertemuan tersebut, Ridwan Kamil menyampaikan aspirasi dan usulan dari Jawa Barat untuk disampaikan ke pemerintah pusat.
"Menurut saya DPD RI merupakan lembaga yang murni sebagai representasi daerah. DPD RI juga saya nilai sangat konsisten dalam memperjuangkan aspirasi daerah. Makanya sangat tepat kalau saya temui, supaya perspektif daerah semakin lengkap," ujar Ridwan Kamil dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/12/2021).
"Di sinilah perlunya sinergi yang kuat antara DPD RI dengan pemerintah daerah," imbuhnya di sela-sela acara Press Gathering DPD RI di Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ridwan Kamil pun mengakui keberanian DPD untuk menyuarakan aspirasi rakyat. "Pak LaNyalla kan identik pemberani. Jadi sudah tepat kalau bersuara lantang tentang kondisi bangsa saat ini, dan apa saja yang perlu dibenahi," katanya.
Dia pun menyoroti demokrasi di Indonesia yang dinilainya terlalu mahal. Ridwan Kamil menyebut setidaknya ada 80 ribu pilkades, ditambah dengan pilkada dan pilpres.
"Kita ini terlalu banyak coblosan, ongkosnya mahal. Akhirnya berpotensi terjadinya korupsi bahkan dari tingkat terendah. Saya kira seperti ini perlu disikapi juga," tuturnya.
Di samping itu, dia juga menyinggung fenomena buzzer yang justru bikin gaduh dan mempertajam polarisasi di tengah masyarakat. Dia berharap semua anak bangsa bisa menyudahi pertengkaran.
"Era bising ini harus dihentikan. Para pemimpin dan pejabat sebaiknya memberi teladan. Kami harap statement DPD RI juga menjadi daya tawar kebisingan. Termasuk membongkar demokrasi yang belum ideal ini," katanya.
Sementara itu, LaNyalla yang didampingi Senator Jawa Barat Eni Sumarni, Bustami Zainudin (Lampung) dan Sekjen DPD RI Rahman Hadi menegaskan pihaknya punya posisi strategis. Mengingat DPD memiliki berbagai kemitraan dengan kementerian, lembaga juga presiden. DPD RI juga non partai sehingga tidak ada kepentingan politis.
Di samping itu, LaNyalla juga menyinggung soal pentingnya amandemen UUD ke-5 serta peluang calon presiden dari jalur non-partai. "Perjuangan DPD RI ingin ada calon dari jalur non-partai politik di Pilpres, kemudian Presidential Threshold menjadi 0 persen. Agar muncul banyak anak bangsa sebagai calon pemimpin nasional," katanya.
"Kondisi bangsa ini sudah memprihatinkan, oligarki yang menguasai, partai politik jadi satu-satunya elemen yang bisa usulkan pemimpin. Ini tidak adil. Makanya kita dobrak," lanjutnya.
Dia menyebut elemen civil society yang berjuang dalam lahirnya bangsa saat ini tidak diakomodasi. Sehingga tidak bisa ikut berpartisipasi dalam menentukan arah dan wajah bangsa ke depan.
"Sementara partai politik kalau boleh saya bilang tidak berjuang panjang dalam lahirnya bangsa ini. Tapi kenapa sekarang malah yang paling berkuasa," ujarnya.
LaNyalla juga menegaskan, pandemi COVID-19 seharusnya menjadi momentum mengkalibrasi kesepakatan bangsa. Terlebih kesepakatan demokrasi Indonesia saat ini belum menemukan kenyamanan yang diharapkan oleh semua pihak.
"Makanya perlu bagaimana mencapai kesempurnaan demokrasi, walaupun upaya tersebut tidak mudah. Karena yang lain sudah berada di zona nyaman, ya kita di DPD RI yang teriak-teriak dan alhamdulillah sudah banyak dengar," tukasnya.
(prf/ega)