Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Endang Sri Melani, mengungkap kesaksian warga dalam penyelidikan Komnas HAM terkait insiden penembakan laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek. Endang mengungkap cerita saksi di Km 50 yang merupakan pedagang mengatakan warga tidak boleh mendekat saat ada 4 orang laskar FPI diamankan polisi.
Diketahui Komnas HAM membentuk tim penyelidikan terkait kasus penembakan laskar FPI di Km 50, Komnas HAM lalu mengumpulkan bukti-bukti seperti pecahan bodi mobil, proyektil, dan bukti rekaman CCTV. Komnas HAM juga mengumpulkan keterangan saksi baik dari masyarakat sekitar TKP, keterangan keluarga korban, hingga terdakwa.
Dalam kasus ini Komnas HAM juga telah mengeluarkan rekomendasi atas kasus penembakan laskar FPI di Km 50 itu agar meminta kasus tersebut diproses hukum dalam persidangan pidana karena adanya dugaan pelanggaran HAM unlawful killing. Endang bertugas sebagai anggota tim penyelidikan dalam tim tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kesaksian warga di sekitar TKP kepada tim Komnas HAM terungkap ada saksi yang merupakan pedagang mengaku tidak diizinkan mendekat oleh kepolisian ke TKP. Saksi tersebut mengaku dilarang mendekat ke lokasi dengan alasan polisi sedang mengamankan kasus teroris dan narkoba.
"Kesaksian masyarakat di kawasan rest area Km 50 Tol Cikampek, poin E saksi mendengar polisi untuk mundur jangan mendekati TKP dengan alasan penangkapan teroris dan penangkapan narkoba. Keterangan ini kami peroleh dari pedagang di rest area Km 50," kata Endang, saat bersaksi dalam sidang di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (30/11/2021).
Endang mengatakan saksi pedagang tersebut juga mengaku kepada Komnas HAM bahwa para saksi dilarang mengambil foto dan videonya diminta dihapus. Endang mengatakan saksi yang berada di sekitar TKP itu mengaku melihat mobil Chevrolet sudah dalam kondisi ban kempes, saat itu saksi melihat 4 anggota laskar FPI dalam keadaan hidup dipindahkan ke dalam mobil polisi.
"Sejumlah saksi mengaku dilarang mengambil foto dan dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah telepon genggam pedagang dan pengunjung dan diminta menghapus foto dan rekaman video. Saksi melihat 4 orang diturunkan dalam kondisi masih hidup dan kemudian ditiarapkan di badan jalan," kata Endang.
Endang mengungkap saksi mengaku melihat ada orang yang diturunkan dari mobil dengan kondisi luka tembak dan terlihat ceceran darah di sekitar lokasi, saksi juga melihat polisi mengeluarkan senjata tajam dari mobil laskar FPI.
Selain itu saksi juga melihat korban sempat mendapat perlakuan kasar. Endang memaparkan saksi juga mengaku melihat ada korban yang meninggal dimasukkan dalam bagasi sebuah mobil, kemudian saksi juga melihat mobil chevrolet diderek.
Sementara itu, pengacara terdakwa, Henry Yosodiningrat, mempertanyakan identitas saksi tersebut karena ia tidak ingin seolah-olah polisi menekan masyarakat untuk meminta warga menghapus foto. Namun, Endang mengatakan identitas warga tersebut dirahasiakan.
"Karena itu memang informasi yang kami peroleh masyarakat sudah cukup ketakutan saat itu dan berharap tidak disebutkan namanya, tapi dia adalah orang yang mengetahui dan melihat pada saat kejadian," kata Endang.
Merespons hal tersebut, Henry Yoso meminta agar saksi pedagang tersebut dihadirkan dan diperiksa sebagai saksi dalam persidangan tertutup. Namun hakim menengahi dan menyatakan biarkan nanti hakim yang menilai apakah perlu-tidaknya saksi tersebut dihadirkan.
"Agar tidak terjadi fitnah, toh didampingi LPSK, adakan sidang tertutup khusus untuk pemeriksaan saksi itu, supaya dihadirkan benar atau tidak keterangan orang itu. Kalau tidak itu yang disebut dengan orang memfitnah," kata Henry.
"Nanti kami yang menilainya itu," ungkap hakim.
Sebelumnya, Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan didakwa melakukan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam kasus Km 50. Kedua polisi itu sebenarnya didakwa bersama seorang lagi, yaitu Ipda Elwira Priadi, tetapi yang bersangkutan sudah meninggal dunia karena kecelakaan.
"Bahwa akibat perbuatan terdakwa (Ipda Yusmin) bersama-sama dengan Briptu Fikri Ramadhan serta Ipda Elwira Priadi (almarhum) mengakibatkan meninggalnya Luthfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, M Suci Khadavi Poetra," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (18/10/2021).
Kasus bermula saat Ipda Yusmin, Briptu Fikri, dan Ipda Elwira bersama 4 polisi lain diperintahkan memantau pergerakan Habib Rizieq Shihab. Sebab, saat itu Habib Rizieq tidak hadir memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan.
Di sisi lain, polisi menerima informasi tentang simpatisan Habib Rizieq akan mengepung Polda Metro Jaya pada Senin, 7 Desember 2020, di mana seharusnya Habib Rizieq memenuhi panggilan Polda Metro Jaya. Ketujuh polisi itu lalu melakukan pemantauan di Perumahan The Nature Mutiara Sentul Bogor di mana Habib Rizieq berada.
Namun saat itu dari perumahan itu muncul 10 mobil yang diduga rombongan Habib Rizieq. Ketujuh polisi itu mengikuti menggunakan 3 mobil.
Dalam perjalanan, salah satu mobil polisi dicegat dan diserempet mobil yang diduga berisi para laskar FPI. Para laskar FPI itu disebut jaksa sempat menyerang mobil polisi menggunakan pedang.
Polisi sempat memberikan tembakan peringatan tetapi anggota laskar FPI balik menodongkan senjata. Setelahnya terjadi aksi kejar-kejaran di mana saat anggota laskar FPI kembali menodongkan senjata. Polisi pun membalas dengan menembak ke arah mobil para anggota laskar FPI itu.
"Ipda Mohammad Yusmin Ohorella melakukan penembakan beberapa kali yang diikuti oleh Briptu Fikri melakukan penembakan ke arah penumpang yang berada di atas mobil anggota FPI dengan jarak penembakan yang sangat dekat kurang-lebih 1 meter," ujar jaksa.
Singkat cerita, kejar-kejaran itu berakhir di rest area Km 50. Saat diperiksa polisi, ada 2 orang yang sudah tewas di dalam mobil anggota FPI itu, sisanya 4 orang masih hidup.
Polisi lalu membawa 4 orang yang masih hidup itu tetapi tidak diborgol yang disebut jaksa tidak sesuai standard operating procedure (SOP). Keempat anggota FPI itu lalu disebut menyerang dan berupaya mengambil senjata polisi.
Briptu Fikri dan Ipda Elwira pun menembak mati 4 anggota FPI itu di dalam mobil. Akibat perbuatannya, para terdakwa itu dikenai Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.