Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam kurun dua tahun. Jika tidak, aturan tersebut akan dinyatakan inkonstitusional. Ketua DPP PDIP Bidang Perekonomian Said Abdullah meyakini pemerintah dan DPR bisa melakukan perbaikan sebelum tenggat.
"Menyikapi putusan MK, setidaknya ada dua poin yang menjadi dasar bagi DPR untuk bersikap ke depan. Pertama MK melihat secara formil UU Ciptaker oleh MK dinilai cacat prosedur. Oleh sebab itu, pembuat undang-undang dalam hal ini DPR dan pemerintah harus memproses ulang penyusunan UU Ciptaker," ujar Said kepada wartawan, Kamis (25/11/2021).
Proses ulang penyusunan itu, lanjut Said, harus sesuai dengan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dan dalam proses itu, kata Said, pembuat undang-undang harus memasukkan materi menjadi perintah MK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah, itulah kesempatan bagi pembuat undang-undang untuk memasukkan poin-poin materiil yang menjadi putusan MK tersebut. Saya kira langkah itu sebaiknya diambil oleh pemerintah. Di DPR hal ini akan menjadi tugas Badan Legislasi untuk memperbaikinya secara bersama-sama dengan pemerintah," kata Said.
"Saya kira waktu dua tahun yang diberikan MK cukup untuk menyusun tahapan perbaikan UU Ciptaker ini, bahkan bisa lebih cepat dari itu," sambung pria kelahiran Sumenep, Madura, ini.
Simak video 'Respons Pemerintah Pusat Atas Putusan MK soal UU Ciptaker':
Said yang juga menjabat Ketua Badan Anggaran DPR ini turut menyoroti hal lain di samping koreksi yang harus dilakukan pemerintah dan DPR untuk UU Cipta Kerja. Dia mengatakan pertumbuhan investasi di Indonesia harus terus didorong.
"Saya kira tetap punya komitmen tinggi untuk mendorong tumbuhnya investasi di Indonesia. Sebab, kita tidak bisa melaksanakan pembangunan segala bidang hanya mengandalkan dari APBN. Sebab, kontribusi belanja pemerintah terhadap PDB hanya 8,9 persen. Jauh di bawah investasi (PMTB) sekitar 30%, serta ekspor 20%. Keterlibatan modal swasta dalam pembangunan sangat diperlukan," tutur Said.
Sebab tanpa investasi besar di banyak sektor, lanjut Said, kemampuan ekonomi Indonesia menyerap tenaga kerja juga rendah.
"Kita punya tenaga kerja 138 juta, dan sebanyak 9,1 juta di antaranya menganggur. Pengangguran ini akan terserap lapangan kerja bila investasi, terutama di sektor padat karya masuk. Inilah latar belakang dibentuknya UU Ciptaker," terang Said.
Lalu berkaitan dengan isu strategis nasional. Said berpandangan proyek-proyek tersebut tak bisa sepenuhnya dibiayai menggunakan APBN.
"Proyek strategis nasional, seperti pemindahan ibu kota negara. Proyek strategis nasional ini membutuhkan investasi swasta. Investasi akan masuk bila proyeknya menjanjikan return investment, iklim usaha yang kondusif dan kemudahan perijinan. Walau tanpa UU Ciptaker, karena masih dalam perbaikan, saya kira pemerintah masih punya peluang untuk mengundang banyak investor, buat iklim usaha yang mendukung. Pangkas birokrasi dan perizinan dengan kewenangan yang ada," pungkas Said.