Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS, Nasir Djamil, menilai aturan pemeriksaan prajurit TNI yang terlibat kasus hukum harus izin kepada komandan tidak melanggar hukum. Nasir menyebut aturan itu sesuai dengan undang-undang peradilan militer.
"Ini sesuai UU No 31 Tahun 1997 tentang peradilan militer. Jadi tidak ada hukum yang dilanggar, ini lebih kepada prosedur. Dengan diketahui Dansat, diharapkan akan meminimalisir benturan dan masalah diketahui sehingga dapat ditindaklanjuti. Disamping itu, ada asas kesatuan komando dalam UU No 31/1997," kata Nasir kepada wartawan, Rabu (24/11/2021).
Nasir mengatakan bahwa jika dilihat secara sepintas, aturan ini melanggar asas hukum. Akan tetapi, prosedur pemeriksaan di TNI, kata Nasir, memang harus seizin komandan satuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang secara sepintas, hal itu melanggar asas hukum bahwa semua orang sama di depan hukum, tak terkecuali anggota TNI. Begitu pun sepengetahuan saya, jangankan Polri, Polisi Militer saat memanggil saksi maupun tersangka yang merupakan anggota TNI untuk diperiksa harus mendapat izin Dansat-nya selalu Ankum. Belum pernah penyidik polisi militer memanggil langsung tanpa melalui Dansat-nya," sebutnya.
Nasir mengatakan setiap komandan mengetahui tugas dan penempatan prajuritnya. Prajurit TNI, sebut Nasir, bisa saja tak hadir pemeriksaan karena dalam tugas yang tidak bisa ditinggalkan.
"Bila tidak melalui Dansat bisa saja terjadi anggota TNI sedang melaksanakan tugas, tidak bisa hadir sebagai saksi sampai panggilan ketiga. Bisa saja anggota TNI itu dikatakan melanggar kewajibannya untuk dipanggil sebagai saksi," ujar dia.
"Bila melalui Dansat, akan diketahui anggota yang dipanggil sedang bertugas atau tidak, bisa dihadirkan atau tidak dan bila ada kemungkinan merupakan tersangka maka akan bisa langsung dilakukan pengamanan terhadap anggota TNI itu," lanjutnya.
Lebih lanjut, Nasir menilai, jika adanya potensi prajurit TNI kebal terhadap pidana atau impunitas, undang-undang yang mengatur prosedur pemeriksaan itu bisa dilakukan uji materi.
"Jika kita khawatir akan adanya impunitas bagi anggota TNI, maka jalur hukum melalui uji materi dapat dipertimbangkan," jelasnya.
Kontras Minta Aturan Dicabut
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) meminta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mencabut surat telegram yang mengatur tentang prosedur prajurit TNI jika dipanggil aparat penegak hukum (APH), yakni polisi, jaksa, hingga KPK. KontraS menilai aturan tersebut semakin memberatkan penegakan hukum di tubuh TNI.
"Dengan adanya aturan pemanggilan tentara harus mengetahui pimpinan satuan, semakin memberatkan mekanisme penegakan hukum," kata Wakil Koordinator II KontraS Rivanlee Anandar kepada wartawan, Rabu (24/11/2021).
Rivanlee mengatakan surat yang dikeluarkan Panglima TNI yang lalu, Marsekal Hadi Tjahjanto, semakin memperkuat impunitas terhadap TNI. Selain tak lazim, aturan ini, menurutnya, bisa berdampak pada TNI menjadi kebal hukuman pidana.
"Karena selama ini proses pelanggaran oleh TNI dilakukan melalui mekanisme internal militer, maka ketika adanya aturan tersebut akan melahirkan impunitas di tubuh TNI, yang pada akhirnya bisa berpotensi TNI menjadi 'kebal pidana' dan dapat melakukan tindakan apa saja karena ada upaya 'perlindungan' dari atasan yang mana sejauh ini lazim terjadi sebelum adanya aturan tersebut," jelasnya.