Menerka Fenomena 'Jual Nama' Jenderal TNI Seperti Dialami Arteria Dahlan

Menerka Fenomena 'Jual Nama' Jenderal TNI Seperti Dialami Arteria Dahlan

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 23 Nov 2021 08:41 WIB
Anggota Pembina Yayasan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Mari Pangestu (kiri) selaku moderator berbicara disaksikan para nara sumber, Pemerhati Pendidikan Doni Koesoema A (kedua kiri), Ketua Departemen Ilmu Ekonomi UI Teguh Dartanto (tengah), Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Haryo Aswicahyono (kedua kanan) dan Pengamat Sosial Budaya Vokasi UI Devie Rahmawati (kanan) pada Diskusi Seri Pemilu 2019 yang digelar CSIS, di Jakarta, Senin (18/3/2019). 

Dalam diskusi ini para narasumber membahas mengenai komitmen para capres/cawapres dalam pengembangan sektor pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan sosial budaya yang sebelumnya telah dilontarkan para cawapres dalam acara Debat Cawapres 2019 putaran ketiga.
Diskusi Membahas Komitmen Capres Cawapres 2019 (Agung Pambudhy/detikcom)

Perihal cekcok Arteria dengan 'anak jenderal TNI', Devie melihat adanya rasa berkuasa dalam diri perempuan itu. Artinya, mereka yang tidak memiliki kekuasaan diminta mengalah.

"Dalam kasus di bandara yang baru terjadi ini, sang perempuan merasa memiliki 'kekuasaan', sehingga mengharapkan semua orang yang tidak memiliki kekuasaan dapat mendahulukan kepentingannya. Karena dalam budaya Indonesia, menurut hasil studi Hofstede, sudah merupakan kelumrahan bagi orang yang dinilai 'tidak berkuasa' untuk 'menerima' apa yang dilakukan oleh orang yang 'berkuasa'," paparnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Maka, ekspresi yang muncul adalah keberangan terhadap orang lain dengan tindakan verbal (kata-kata) keras maupun non-verbal (olah tubuh, olah fisik)," imbuhnya.

Meski begitu, Devie melihat ada kemungkinan wanita yang berselisih dengan Arteria menggunakan gaya komunikasi kesetaraan di ruang digital. Namun tetap, wanita tersebut ingin kepentingannya didahulukan.

ADVERTISEMENT

"Dalam kasus yang menimpa Arteria, yang diduga dilakukan oleh seorang perempuan berusia muda, yang terjadi kemungkinan ialah sebagai generasi muda yang terbiasa dengan budaya kesetaraan di ruang digital (di mana tidak ada orang yang lebih tinggi dari orang lain, semua sama)," ucapnya.

"Namun kemudian menyatu dengan budaya jarak kekuasaan tinggi, maka kemudian yang termanifestasi ialah sang perempuan menggunakan gaya komunikasi kesetaraan di ruang digital, dengan tetap ingin diperlakukan sebagai orang dengan 'kekuasaan', yaitu didahulukan kepentingannya," lanjut Devie.

Devie mengatakan kejadian ini harus menjadi cermin bagi semua orang untuk terus mengedepankan kearifan lokal. Dia berpesan kedamaian dan kesantunan harus tetap diutamakan di mana pun berada.

"Ini percampuran (hibriditas) budaya yang tidak sepenuhnya tepat. Semoga kejadian ini dapat menjadi cermin bagi kita semua, untuk lebih mampu mengedepankan kearifan sosial yang membawa kedamaian, ketertiban dalam kesantunan," tutupnya.

Simak selengkapnya di halaman berikut

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads