Menerka Fenomena 'Jual Nama' Jenderal TNI Seperti Dialami Arteria Dahlan

Menerka Fenomena 'Jual Nama' Jenderal TNI Seperti Dialami Arteria Dahlan

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 23 Nov 2021 08:41 WIB
Anggota Pembina Yayasan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Mari Pangestu (kiri) selaku moderator berbicara disaksikan para nara sumber, Pemerhati Pendidikan Doni Koesoema A (kedua kiri), Ketua Departemen Ilmu Ekonomi UI Teguh Dartanto (tengah), Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Haryo Aswicahyono (kedua kanan) dan Pengamat Sosial Budaya Vokasi UI Devie Rahmawati (kanan) pada Diskusi Seri Pemilu 2019 yang digelar CSIS, di Jakarta, Senin (18/3/2019). 

Dalam diskusi ini para narasumber membahas mengenai komitmen para capres/cawapres dalam pengembangan sektor pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan sosial budaya yang sebelumnya telah dilontarkan para cawapres dalam acara Debat Cawapres 2019 putaran ketiga.
Diskusi Membahas Komitmen Capres Cawapres 2019 (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta -

Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP Arteria Dahlan terlibat cekcok dengan seorang perempuan yang mengaku 'anak jenderal TNI'. Lantas kenapa ya orang kerap membawa-bawa pangkat keluarganya yang perwira setiap ada masalah?

Pengamat Sosial Devie Rahmawati mengutip terminologi komunikasi antarbudaya oleh Hofstede (1980). Devie menyebut seorang Ilmuwan dari Belanda pernah melakukan penelitian terhadap ribuan karyawan IBM di seluruh dunia. Hasilnya, masyarakat Indonesia memiliki ciri budaya dengan High Power Distance (jarak kekuasaan), dengan skor yang tinggi, yaitu 78 (rentang 0-100).

Artinya, kata Devie, masyarakat Indonesia masuk kategori masyarakat yang memandang bahwa individu dalam sebuah masyarakat tidak semua setara. Masyarakat Indonesia justru menerima hadirnya hierarki sosial, yaitu adanya hak yang tidak setara antara pemegang kekuasaan dan yang tidak berkuasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kekuasaan bersifat terpusat, sehingga para pemimpin mengandalkan kepatuhan pengikut mereka. Individu yang tidak berkuasa berharap untuk terus dipandu, diberi tahu apa yang harus dilakukan, kapan dan bagaimana. Komunikasi tidak langsung diberikan antara penguasa dan orang yang tidak berkuasa, sehingga umpan balik negatif disampaikan secara tersembunyi," kata Devie, kepada wartawan, Senin (22/11/2021).

"Contoh klasik dari praktik masyarakat dengan jarak kekuasaan yang tinggi adalah hubungan pengajar dengan siswanya. Di mana, di Indonesia dan negara-negara dengan nilai skor jarak kekuasaan yang tinggi, maka siswa relatif pasif, hanya mendengar, karena pengajarlah yang dianggap sebagai satu-satunya sumber pengetahuan utama dan kebenaran. Murid tidak akan pernah membantah gurunya," lanjut Devie.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, di negara dengan skor jarak kekuasaan rendah, tidak terjadi hal tersebut. Misalnya di negara bagian Barat, di mana para siswa berani menyampaikan pendapat kepada guru atau yang lebih senior.

"Ini tidak terjadi pada negara-negara dengan skor jarak kekuasaan yang rendah, seperti di negara Barat, di mana siswa dengan mudah dan lugas dapat menyampaikan pendapatnya kepada guru maupun orang yang lebih senior," ucapnya.

Simak video 'Siapa Sosok Wanita yang Mengaku 'Anak Jenderal Bintang 3'?':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selengkapnya di halaman berikut

Perihal cekcok Arteria dengan 'anak jenderal TNI', Devie melihat adanya rasa berkuasa dalam diri perempuan itu. Artinya, mereka yang tidak memiliki kekuasaan diminta mengalah.

"Dalam kasus di bandara yang baru terjadi ini, sang perempuan merasa memiliki 'kekuasaan', sehingga mengharapkan semua orang yang tidak memiliki kekuasaan dapat mendahulukan kepentingannya. Karena dalam budaya Indonesia, menurut hasil studi Hofstede, sudah merupakan kelumrahan bagi orang yang dinilai 'tidak berkuasa' untuk 'menerima' apa yang dilakukan oleh orang yang 'berkuasa'," paparnya.

"Maka, ekspresi yang muncul adalah keberangan terhadap orang lain dengan tindakan verbal (kata-kata) keras maupun non-verbal (olah tubuh, olah fisik)," imbuhnya.

Meski begitu, Devie melihat ada kemungkinan wanita yang berselisih dengan Arteria menggunakan gaya komunikasi kesetaraan di ruang digital. Namun tetap, wanita tersebut ingin kepentingannya didahulukan.

"Dalam kasus yang menimpa Arteria, yang diduga dilakukan oleh seorang perempuan berusia muda, yang terjadi kemungkinan ialah sebagai generasi muda yang terbiasa dengan budaya kesetaraan di ruang digital (di mana tidak ada orang yang lebih tinggi dari orang lain, semua sama)," ucapnya.

"Namun kemudian menyatu dengan budaya jarak kekuasaan tinggi, maka kemudian yang termanifestasi ialah sang perempuan menggunakan gaya komunikasi kesetaraan di ruang digital, dengan tetap ingin diperlakukan sebagai orang dengan 'kekuasaan', yaitu didahulukan kepentingannya," lanjut Devie.

Devie mengatakan kejadian ini harus menjadi cermin bagi semua orang untuk terus mengedepankan kearifan lokal. Dia berpesan kedamaian dan kesantunan harus tetap diutamakan di mana pun berada.

"Ini percampuran (hibriditas) budaya yang tidak sepenuhnya tepat. Semoga kejadian ini dapat menjadi cermin bagi kita semua, untuk lebih mampu mengedepankan kearifan sosial yang membawa kedamaian, ketertiban dalam kesantunan," tutupnya.

Simak selengkapnya di halaman berikut

Duduk Perkara

Untuk diketahui, anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan dan ibunda terlibat ribut-ribut dengan wanita yang mengaku anak jenderal TNI. Arteria mengungkapkan kronologi ribut-ributnya hingga tasnya disepak.

"Pas landing di bandara, staf saya itu nurunin barang," kata Arteria kepada detikcom, Senin (22/11/2021).

Arteria mengaku duduk di kursi ekonomi dalam penerbangan tersebut, tepat di belakang kursi kelas bisnis. Arteria menyebut rombongannya kemudian dianggap menghalangi jalan.

"Kita kan sama-sama di ekonomi, pas di belakang bisnis. Entah kenapa kami dianggap menghambat jalan, (tapi) pintunya belum dibuka," kata Arteria.

Arteria menyebut wanita mengaku anak jenderal TNI itu ingin terlihat berbeda dan dia tidak masalah dengan hal itu. Arteria menekankan dirinya dan keluarga tidak menghalangi jalan, apalagi ibunya berusia 80 tahun.

"Dia ingin memperlihatkan dia agak berbeda. Tapi kita kan tidak mempermasalahkan. Dia bilang barang bawaan saya banyak, orang saya bertiga bawa koper dua, wajar kan?" kata Arteria.

"Orang tua saya 80 tahun, dia butuh penyangga tulang itu, memang harus kita bawa, ditenteng-tenteng begitu. Kalau kami kelebihan, itu ada otoritasnya," imbuh politikus PDIP.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads