Ketua Komisi IV DPR Sudin mengkritik pernyataan Menteri Lingkungan Hidup (LHK) dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar soal zero deforestasi yang dinilai tidak boleh menghalangi agenda pembangunan era Presiden Joko Widodo. Menurutnya, pernyataan Menteri LHK justru berbeda dengan presiden.
"Saya bingung juga menteri mengatakan, 'Untuk pembangunan Indonesia apa pun akan dilakukan termasuk deforestasi. Sedangkan Presiden bicaranya lain lagi," kata Sudin dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Eselon I KLHK di kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat (Jakpus), Senin (22/11/2021).
"Kalau bicara pembangunan, deforestasi, atas dasar pembicaraan menteri tersebut, nanti saya suruh rakyat saya, hutan lindung saya suruh babat semua nanti," imbuh dia.
Ia juga mengkritik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dinilai telah melakukan pembiaran terhadap perusakan hutan. Lantas, kata dia, hutan yang kian menggundul mengakibatkan banjir bandang terjadi di sejumlah wilayah di Kalimantan, seperti Sintang, Kalimantan Barat, dan Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang berlangsung lebih-kurang satu bulan.
"Kalau saya ditanya, siapa penyebab banjir? Ya salah satunya, hutannya gundul. Kenapa hutan gundul? Ya karena ada pembiaran," ujarnya.
Politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu menolak anggapan bahwa kondisi hutan di Kalimantan yang kian habis karena ketelanjuran. Menurutnya, KLHK telah membiarkan oknum yang ia sengaja memaling lahan hutan.
"Karena kalau kita lihat, ada istilah ketelanjuran. Kalau ketelanjurannya sampai puluhan juta hektar, itu bukan ketelanjuran. Itu maling yang dibiarkan. Siapa yang membiarkan, ya pejabat-pejabat Kementerian LHK ini semua," katanya.
Menurut pandangannya, pemerintah telah melakukan pembiaran terhadap tindakan yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ia menegaskan agar pemerintah yang terlibat dalam pembiaran terjadinya kerusakan hutan juga ditindak hukum.
"Maka dalam UU perubahan Nomor 5 tahun 1990, saya tidak ada kata-kata maksimal dua tahun, tidak ada. Saya buat minimal 10 tahun, termasuk para pejabat yang membiarkan terjadinya perusakan hutan Indonesia pun terkena hukum," katanya.
(gbr/gbr)