Stephan Letter membunuh para lansia di Klinik Sonthofen, Jerman dengan suntikan obat penenang dan pelemas otot. Salah satu korbannya bahkan sempat minta tolong sebelum disuntik mati.
Dikutip dari Murderpedia, Jumat (19/11/2021) ibu dari Reindl, yang menjadi korban Letter, sempat dirawat karena menderita batu empedu. Hari berikutnya dia menelepon putranya untuk meminta tolong.
"Mereka ingin membunuh saya! Saya ingin keluar dari sini," kata sang ibu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak ada yang menganggap serius ketakutan sang ibu. Hari berikutnya ibu dari Reindl meninggal dunia.
Dokter sempat menghubungkan kematiannya dengan komplikasi usus. Namun penyelidikan polisi saat itu menunjukkan bahwa dia adalah korban Letter.
Sementara itu, ada juga seorang wanita 90 tahun yang dirawat di sana dan bisa lolos dari aksi Letter. Ia selamat setelah memohon untuk pindah tempat tidur.
Lihat juga video 'Tiga Bocah Imigran Afsel Ditemukan Tewas di Selandia Baru Diduga Dibunuh':
Membunuh Karena Kasihan
Letter mengungkap motifnya membunuh pasien, yakni karena kasihan. Dia ingin menghilangkan rasa sakit para pasien yang sekarat.
Namun kesaksiannya di pengadilan itu dianggap tak masuk akal. Soalnya, ada beberapa pasien yang justru sudah mulai pulih. Letter justru tetap membunuhnya.
Pembunuhan Letter
Pembunuhan pertama Letter dimulai pada Februari 2003, kurang dari sebulan setelah Letter mulai bekerja di sana, dan semua pasien meninggal selama 17 bulan ia bekerja di klinik Sonthofen. Mayoritas berusia 75 tahun atau lebih, yang termuda baru berusia 40 tahun.
Kematian para pasien tidak menimbulkan kecurigaan pada saat itu. Polisi mulai dipanggil karena beberapa obat-obatan hilang dari klinik. Stephan Letter akhirnya ditangkap ketika polisi menemukan obat di rumahnya. Letter pun dihukum penjara seumur hidup karena perbuatannya.