Warga yang mengaku ahli waris dari lahan yang dijadikan proyek pembangunan Jalan Boulevard II-Molas, Manado, Sulawesi Utara (Sulut), mengaku belum menerima ganti rugi lahan. Warga lantas menutup lokasi proyek jalan dengan mendirikan tenda hingga menempatkan sebuah mobil di lokasi proyek tersebut.
Pantauan detikcom, Rabu (17/11/2021), sekitar pukul 11.45 Wita, aparat kepolisian dan pekerja proyek mengangkat kendaraan yang sengaja diparkir di lokasi proyek itu.
Terlihat sejumlah pekerja membongkar tenda di lokasi itu. Sempat terjadi adu mulut antara polisi dan pihak ahli waris. Dalam aksi protes itu, terlihat ada 3 wanita yang berupaya menghentikan kegiatan proyek itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tampak seorang wanita yang mengaku sebagai ahli waris ikut melakukan aksi protes di lahan tersebut. Awalnya aksi protes itu sempat ricuh, namun berhasil diamankan oleh pihak kepolisian.
"Mereka melakukan proyek tidak sama sekali menghubungi pihak keluarga, sampai detik sekarang. Kami selama ini tidak pernah dihubungi pihak siapa pun. Jangankan ganti rugi pemberitahuan pun tidak ada," kata Asnat Baginda (51), di sela- sela aksi protes itu, Rabu (17/11).
Asnat menjelaskan, pihaknya telah menempuh proses hukum. Makanya dia berharap proyek tersebut dihentikan sampai ada keputusan hukum tetap.
"Kami sudah upaya proses hukum, sekarang lagi bergulir di Polda, kemarin lagi gelar perkara. Kami minta sesuai dengan kesepakatan antara Balai Jalan dan PPK bahwa sebelum ada penyelesaian masalah kuburan ini, belum ada kegiatan sama sekali. Itu ada bukti video," tuturnya.
Asnat mengatakan ratusan makam leluhur mereka sudah berada sekitar tahun 40 puluhan. Menurut dia, awalnya di sini adalah hutan perawan yang dirombak oleh moyang mereka.
"Ada 15 makam yang kena proyek jalan. Mereka melakukan penggalian makam ada yang bilang dua, satu, enam. Yah, kami mengharapkan penyelidikan dari pihak kepolisian," ujarnya.
Dia menyesalkan sikap penegak hukum, karena tidak bekerja profesional.
"Sekarang mereka berupaya, pertama gunakan preman, gunakan Satpol PP, oknum polisi. Di sini kami menilai polisi tidak profesional, karena memihak," imbuhnya.
Dia pun menambahkan, pihaknya mendukung apa yang menjadi program pemerintah, namun harus melakukan koordinasi dengan mereka sebagai ahli waris lahan tersebut.
"Kami sebagai anak bangsa sangat mendukung program pemerintah, namun siapa yang bertanggung jawab atas perusakan makam dotu (leluhur) kami, dan pencurian tulang belulang leluhur kami," tuturnya.
(nvl/nvl)