Jakarta -
Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan Direktur Operasi PT Jasa Marga Tollrod Operator Yoga Tri Anggoro sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan tindak pidana pembunuhan (unlawful killing) terhadap empat anggota eks laskar FPI. Yoga mengatakan, saat kejadian, CCTV Km 49-72 Tol Jakarta-Cikampek (Japek) offline karena ada gangguan pada fiber optik.
Sidang digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Selasa (16/11/2021), awalnya salah seorang JPU menanyakan bagaimana pengawasan dan operasional CCTV Jasa Marga di ruas Tol Japek.
"Bisa saudara jelaskan bagaimana bentuk pengawasan dan operasional, khususnya untuk CCTV?" tanya Jaksa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kami berkontrak dengan vendor kami untuk bisa melakukan pemeliharaan CCTV pemeliharaan rutin maupun perbaikan," jawab Yoga.
"Terkait keberadaan CCTV bisa dijelaskan?" tanya Jaksa lagi.
"Untuk keberadaan CCTV, kalau di standar pelayanan minimal oleh PUPR, saya mendapat perintah untuk memasang dan memelihara CCTV itu sebagai fasilitas tambahan jalan tol. Untuk ruas Japek kita memasang CCTV dari Km 2-72 jumlahnya sekitar 123 CCTV. Lalu kami juga dengan memberikan pekerjaan timnya Pak Budi kita memasang CCTV dari Km 10-48," jawab Yoga.
Jaksa kemudian mempertanyakan kondisi CCTV mulai gerbang tol Karawang Barat hingga rest area Km 50 pada saat kejadian. Berdasarkan laporan dari tim di lapangan, Yoga mengatakan kondisi CCTV pada saat itu sedang dalam keadaan offline sejak sehari sebelum kejadian.
"Apakah CCTV yang ada mulai dari pintu gerbang Karawang Barat sampai dengan Km 50 apakah kondisinya waktu itu aktif terkunci atau gimana?" tanya jaksa.
"CCTV pada saat kejadian terkait perkara ini kami mendapat laporan jadi laporan kerusakan dari tim kami di area, di lapangan, Minggu, 6 Desember 2020, pukul 04.40 WIB, itu ada laporan bahwa CCTV dari Km 49-72 itu offline, dalam hal ini karena kami set 24 jam tampilannya hilang. Itu di hari Minggu, tanggal 6 Desember 2020, jam 04.40 WIB, itu dapat laporan," kata Yoga.
Yoga menuturkan, pihaknya kemudian membuat laporan kerusakan CCTV ke pihak vendor. Dia mengaku saat itu tidak mengetahui penyebab CCTV offline.
"Jadi kami ketika ada kejadian seperti itu, kita akan selalu membuat laporan kerusakan seperti itu kami sampaikan ke vendor kami. Tapi kita belum tahu penyebabnya apa offline, lalu kita sampaikan ke vendor untuk perbaikan. Itu CCTV 49-72 Tol Japek," tuturnya.
Simak halaman selanjutnya.
Yoga menyampaikan berdasarkan laporan, CCTV baru selesai diperbaiki pukul 16.00 WIB pada hari kejadian. Dia menjelaskan, secara fisik CCTV on, namun tidak dapat mengirim gambar ke server penyimpanan yang berada di Bekasi, Jawa Barat.
"Baru online proses perbaikan saya dapat laporan dari teman-teman lapangan, jadi kami awal ada laporan kerusakan, kedua ada laporan perbaikan, baru diselesaikan hari Senin, 7 Desember, jam 16.00 WIB atau 4 sore," ucapnya.
"Offline, dalam hal ini CCTV di lokasi kejadian secara sistem atau fisik on tapi gambar tidak bisa disampaikan ke server kami di Bekasi sehingga offline," lanjutnya.
Jaksa juga mempertanyakan CCTV lainnya yang tidak offline. Yoga mengatakan gambar dari CCTV lain yang tidak offline tersimpan dalam server.
"Ada tidak gambar yang tersimpan di CCTV itu?" tanya jaksa.
"Kalau CCTV Km 49-72 tidak ada, tapi di lokasi lain itu ada maupun itu di depan gerbang tol maupun di Km-Km lain," ucap Yoga.
"Yang offline nggak bisa?" timpal Jaksa.
"Nggak bisa," jawab Yoga.
"Kalau (CCTV) di jalan tol online nggak?," tanya Jaksa.
"Online, Pak, karena dia punya penyimpanan sendiri di server gerbang tol," jelas Yoga.
Seperti diketahui, Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan didakwa melakukan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam kasus Km 50. Kedua polisi itu sebenarnya didakwa bersama seorang lagi, yaitu Ipda Elwira Priadi, tetapi yang bersangkutan sudah meninggal dunia karena kecelakaan.
"Bahwa akibat perbuatan terdakwa (Ipda Yusmin) bersama-sama dengan Briptu Fikri Ramadhan serta Ipda Elwira Priadi (almarhum) mengakibatkan meninggalnya Luthfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, M Suci Khadavi Poetra," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (18/10).
Kasus bermula saat Ipda Yusmin, Briptu Fikri, dan Ipda Elwira bersama 4 polisi lain diperintahkan untuk memantau pergerakan Habib Rizieq Shihab. Sebab, saat itu Habib Rizieq tidak hadir memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan.
Di sisi lain, polisi menerima informasi bahwa simpatisan Habib Rizieq akan mengepung Polda Metro Jaya pada Senin, 7 Desember 2020, ketika seharusnya Habib Rizieq memenuhi panggilan Polda Metro Jaya. Ketujuh polisi itu lalu melakukan pemantauan di Perumahan The Nature Mutiara Sentul, Bogor, tempat Habib Rizieq berada.
Namun, saat itu, dari perumahan tersebut muncul 10 mobil yang diduga rombongan Habib Rizieq. Ketujuh polisi itu mengikuti menggunakan 3 mobil.
Dalam perjalanan, salah satu mobil polisi dicegat dan diserempet mobil yang diduga berisi para anggota laskar FPI. Para laskar FPI itu disebut jaksa sempat menyerang mobil polisi menggunakan pedang.
"Selanjutnya, laki-laki yang menggunakan jaket warna biru membawa pedang gagang warna biru atau samurai melakukan penyerangan ke mobil dengan cara mengayunkan pedang gagang warna biru tersebut dan membacok kap mesin mobil kemudian melanjutkan amarahnya dengan menghunjamkan pedangnya sekali lagi ke arah kaca depan mobil secara membabi-buta," ucap jaksa.
Polisi sempat memberikan tembakan peringatan, tetapi anggota laskar FPI balik menodongkan senjata. Setelah itu, terjadi aksi kejar-kejaran, di mana saat itu anggota laskar FPI kembali menodongkan senjata. Polisi pun membalas dengan menembak ke arah mobil para anggota laskar FPI itu.
"Ipda Mohammad Yusmin Ohorella melakukan penembakan beberapa kali yang diikuti oleh Briptu Fikri melakukan penembakan ke arah penumpang yang berada di atas mobil anggota FPI dengan jarak penembakan yang sangat dekat kurang-lebih 1 meter," ujar jaksa.
Singkat cerita, kejar-kejaran itu berakhir di rest area Km 50. Saat diperiksa polisi, ada 2 orang yang sudah tewas di dalam mobil anggota FPI itu, sisanya 4 orang masih hidup.
Polisi lalu membawa 4 orang yang masih hidup itu, tetapi tidak memborgol mereka, yang disebut jaksa tidak sesuai dengan standard operating procedure (SOP). Keempat anggota FPI itu lalu disebut menyerang dan berupaya mengambil senjata polisi.
Briptu Fikri dan Ipda Elwira pun menembak mati 4 anggota FPI itu di dalam mobil. Akibat perbuatannya, para terdakwa itu dikenai Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini