Jumlah Kapal yang Ditahan TNI AL Meningkat, Liberia Terbitkan Maklumat

Jumlah Kapal yang Ditahan TNI AL Meningkat, Liberia Terbitkan Maklumat

Tim detikcom - detikNews
Senin, 15 Nov 2021 12:13 WIB
The patrol boat HMAS Larrakia joins other Australian fisheries authority vessels in intercepting illegal boats off Australias north-west coast.(Supplied: Australian Border Force)
Foto: Ilustrasi kapal asing (dok. Australian Border Force via abc.net.au)
Jakarta -

Otoritas Maritim Liberia mengeluarkan maklumat berisi panduan berlayar di Perairan Bintan, Kepulauan Riau (Kepri) untuk semua pemilik, operator dan komandan kapal berbendera Liberia agar terhindar dari penahanan oleh TNI AL. Dokumen Marine Advisory itu dibagikan oleh Dinas Penerangan Komando Armada (Dispen Koarmada) I TNI AL kepada wartawan.

"Hal ini sebagai bentuk dukungan dari Otoritas Maritim Liberia terhadap penegakan kedaulatan dan hukum yang dilakukan oleh TNI Angkatan Laut," kata Panglima Koarmada I, Laksda TNI Arsyad Abdullah menanggapi terbitnya Marine Advisory oleh Otoritas Maritim Liberia, seperti dikutip detikcom dari keterangan tertulis Dispen Koarmada I, Senin (15/11/2021).

"Serta kepedulian terhadap semua pemilik kapal, operator dan nakhoda kapal khususnya yang berbendera Liberia," lanjut Arsyad.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arsyad menilai Indonesia dirugikan dengan kegiatan lego jangkar (berlabuh dengan menggunakan jangkar di laut) kapal-kapal asing di wilayah perairan yang masuk teritorial Indonesia. Dia menyebut Indonesia hanya mendapat sampahnya dari kegiatan lego jangkar ilegal kapal asing.

"Bagaimana mungkin kapal-kapal yang antri memasuki pelabuhan Singapura melakukan lego jangkar di perairan teritorial Indonesia. Secara ekonomi Indonesia dirugikan. dengan kata lain, Singapura mendapatkan manfaat secara ekonomi, Indonesia dapat sampahnya," ungkap Arsyad.

ADVERTISEMENT

Berikut isi panduan Otoritas Maritim Liberia:

Maklumat ini diterbitkan, menyusul peningkatan penahanan kapal-kapal oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) baru-baru ini, di perairan Pulau Bintan dan sekitar Kepulauan Riau (Indonesia) karena berlabuh atau mengapung secara ilegal, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak berwenang setempat.

Lihat di bawah peta Pulau Bintan, yang merupakan tempat populer untuk berlabuh dan tempat kapal menunggu pesanan, dll karena dekat dengan jalur pelayaran, dan dipercaya sebagai OPL Singapore. Namun, perairan ini adalah
dalam wilayah perairan Indonesia.

Pemilik Kapal, Operator dan Nakhoda berpendapat bahwa alasan penahanan adalah:
1. Kesalahpahaman tentang di mana perairan teritorial Indonesia secara hukum dimulai dan berakhir; dan
2. Kondisi/persyaratan hukum setempat.

Simak video 'Penjelasan KSAL Yudo Margono soal Kapal Asing Bayar Agar Dibebaskan':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Harap diperhatikan bahwa ketika sebuah kapal berada di perairan teritorial Indonesia, kapal itu harus cleared oleh pemerintah setempat. Sebuah kapal tidak akan memerlukan izin terlebih dahulu di perairan teritorial Indonesia jika:
itu mendapat manfaat dari hak lintas damai sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Perserikatan Bangsa-Bangsa
Laut (UNCLOS).

Jika tidak, Pasal 18 UNCLOS menegaskan bahwa 'Namun, perlintasan termasuk berhenti dan berlabuh hanya terjadi apabila ada kejadian semacam insiden
terkait dengan navigasi biasa atau dianggap perlu karena force majeure atau marabahaya,
tujuannya untuk memberikan bantuan kepada orang, kapal atau pesawat udara yang dalam bahaya atau kesulitan.'

TNI AL diketahui menahan kapal bahkan melakukan kegiatan transshipment (termasuk kapal peluncur yang membawa perbekalan atau awak) dan mengkategorikan kegiatan tersebut sebagai pelanggaran Hukum Republik Indonesia No. 17/2008 tentang Pelayaran. Pergantian kru dan operasi kargo di perairan Indonesia hanya diperbolehkan untuk perusahaan pelayaran Indonesia dengan kapal berbendera Indonesia yang diawaki oleh kru Indonesia.

Pelepasan dan Tantangan Kapal

Proses pelepasan kapal bisa menjadi proses yang sulit dan panjang di Indonesia. Biasanya ada penyidikan oleh TNI Angkatan Laut, dilanjutkan dengan penuntutan, dan dijatuhkan putusan akhir dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri.

Rekomendasi

Direkomendasikan bahwa sebelum kapal berlabuh atau berlayar di perairan teritorial Indonesia, agen lokal harus ditunjuk dan mendapat izin dari pemerintah setempat. Selanjutnya, dapatkan informasi tentang tempat berlabuh yang ditunjuk dari agen lokal agar Nakhoda kapal meninjau dan merencanakan posisi mereka demikian.

Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.

Kabar Kapal Asing yang Ditahan Bayar Uang ke TNI AL

Sebelumnya diberitakan Media internasional, Reuters, mengabarkan terkait sejumlah kapal asing yang ditahan oleh otoritas Indonesia dibebaskan usai membayar sekitar $300.000 atau sekitar Rp 4,2 miliar. Pembayaran itu dilakukan oleh pemilik kapal asing kepada perwira angkatan laut Indonesia.

Dilansir Reuters, pembayaran itu dilakukan secara tunai dan melalui transfer bank kepada sebuah perantara. Pihak perantara itu mengaku bahwa mereka mewakili angkatan laut Indonesia.

Menurut 2 pemilik kapal asing, sekitar 30 kapal termasuk kapal tanker, pengangkut curah dan lapisan pipa, telah ditahan oleh angkatan laut Indonesia dalam tiga bulan terakhir. Sebagian besar kapal yang ditahan, dilaporkan telah dibebaskan setelah melakukan pembayaran $250.000 hingga $300.000.

Pembayaran ini dinilai lebih murah daripada potensi kehilangan pendapatan dari kapal yang membawa kargo berharga seperti minyak atau biji-bijian itu bila disita berbulan-bulan.

Reuters tidak dapat mengkonfirmasi terkait siapa perwira angkatan laut yang menerima bayaran itu. Reuters melaporkan pembayaran itu diberitakan pertama kali oleh sebuah web industri bernama Lloyd's List Intelligence.

KRI Koarmada I menangkap kapal kargo yang lego jangkar tanpa izin di perairan Bintan, KepriFoto: KRI Koarmada I menangkap kapal kargo yang lego jangkar tanpa izin di perairan Bintan, Kepri (Dok. Koarmada I)


Bantahan TNI AL

Kepala Dinas Penerangan Koarmada I TNI AL Letkol Laut (P) La Ode M. Holib angkat bicara terkait tuduhan tersebut. Holib membantah tuduhan itu.

"Tidak benar tuduhan terhadap TNI AL yang meminta sejumlah uang US$ 250.000 - US$ 300.000 untuk melepaskan kapal-kapal tersebut," ujar Holib lewat keterangannya, Minggu (14/11).

Menurut Holib ini merupakan tuduhan serius dan berdampak pada pencemaran institusi TNI AL. Holib menyayangkan informasi tersebut beredar cepat tanpa memberikan kesempatan waktu yang cukup bagi pihak TNI AL untuk mengklarifikasi.

Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

Meski begitu, Holib membenarkan ada sejumlah kapal asing yang ditahan. Penahanan dilakukan karena kapal-kapal asing tersebut melanggar hukum perairan territorial Indonesia khususnya perairan Kepulauan Riau.

"Beberapa kapal tersebut berperilaku tidak sewajarnya dalam melaksanakan pelayaran antara lain melakukan lego jangkar tanpa ijin dari otoritas pelabuhan di perairan teritorial Indonesia yang bukan area lego jangkar yang ditentukan oleh pemerintah, berhenti atau mengapung dalam waktu yang tidak wajar yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pelayaran, berlayar tidak mengibarkan bendera sebagai identitas kapal, deviasi atau menyimpang dari track pelayaran tidak sesuai dengan rute," tegas Holib.

Kembali ke inti persoalan, Holib menegaskan sekali lagi pihak TNI AL tidak pernah menerima bayaran dari pemilik kapal asing tersebut. TNI AL menduga para pemilik kapal membayar untuk kebutuhan service kepada sejumlah agen.

"Sedangkan terkait pemilik kapal yang membayar sejumlah uang antara US$250.000-US$300.000 seperti yang disampaikan, TNI AL tidak pernah menerima uang itu," jelas Holib.

KRI Koarmada I menangkap kapal kargo yang lego jangkar tanpa izin di perairan Bintan, KepriFoto: KRI Koarmada I menangkap kapal kargo yang lego jangkar tanpa izin di perairan Bintan, Kepri (Dok. Koarmada I)

"Namun kemungkinan pemilik-pemilik kapal mengeluarkan sejumlah uang kepada agen yang mereka tunjuk untuk keperluan atau kebutuhan services antara lain untuk pengurusan surat/administrasi lego jangkar, port clearance, biaya pandu, sewa sekoci, logistik kapal (BBM), serta kebutuhan hidup awak kapal selama proses hukum yang dibayarkan agen kepada pihak ketiga yang menyediakan jasa pelayanan, bukan kepada TNI AL," lanjutnya.

Holib mengatakan TNI AL tidak tidak pernah menunjuk mediator atau agen perantara penyelesaian proses perkara. Holib menyebut tindakan TNI AL sudah seusai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan undang-undang.

"Selama proses penyelidikan dan penyidikan di Pangkalan TNI AL, tidak dilakukan penahanan terhadap awak kapal termasuk nakhoda atau kapten kapal. Pada saat proses hukum seluruh awak kapal tetap berada di atas kapalnya, kecuali dalam rangka pemeriksaan di pangkalan untuk dimintai keterangan dan setelah selesai dikembalikan ke kapal," pungkasnya.

Halaman 5 dari 4
(aud/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads