Kementerian Luar Negeri siap menggelar acara puncak Indonesian Conference of Digital Diplomacy (ICDD) pada Selasa (16/11) mendatang. Konferensi ini akan dihadiri perwakilan dari 21 negara.
ICDD merupakan kelanjutan dari serangkaian kegiatan terkait diplomasi digital yang digelar Kemenlu RI. Dimulai dari International Seminar on Digital Diplomacy: Beyond Social Media di Jakarta pada 12 Juli 2018. Selanjutnya, Kemenlu menyelenggarakan Regional Conference on Digital Diplomacy (RCDD) 2019 di Jakarta yang dihadiri oleh 10 negara ASEAN serta enam negara kawasan Asia Pasifik, yaitu Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru.
Mengangkat tema 'Unmasking Digital Diplomacy in the New Normal', ICDD bertujuan untuk mewadahi pertukaran ide dan pengalaman, serta mencari peluang kerja sama masa depan di bidang diplomasi digital antar negara di dunia. Terlebih di tengah Pandemi COVID-19 praktik diplomasi digital secara global semakin dibutuhkan.
Puncak acara ICDD akan dibuka oleh Menlu Retno Marsudi. Selanjutnya perwakilan dari 21 negara, yang akan menyampaikan mengenai pengalaman dan pemikiran negara-negara tersebut mengenai diplomasi digital untuk penanganan krisis dan diplomasi digital dalam menyambut peluang di era yang baru.
ICDD juga akan diisi dengan empat panel yang menghadirkan para ahli di bidangnya untuk membahas isu mengenai diplomasi digital di tengah pandemi, teknologi digital sebagai instrumen diplomasi digital, tantangan dan peluang diplomasi digital, serta peluang kolaborasi dalam diplomasi digital di masa kini dan masa depan.
Menjelang acara akbar tersebut, ada sejumlah kegiatan yang diselenggarakan Kemenlu untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang diplomasi digital dan hal terkait lainnya.
Salah satu kegiatan tersebut, yakni pameran foto bertema 'Unmasking Digital Diplomacy in The New Normal' dibuka secara resmi oleh Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, Sabtu (13/11). Pameran foto yang berlangsung selama 13-16 November 2021 menampilkan dokumentasi foto-foto capaian diplomasi Indonesia, serta video dan foto-foto infrastruktur pendukung diplomasi Indonesia.
Mahendra menyampaikan pemerintah melalui Kemenlu aktif menjalankan upaya diplomasi, sekalipun dalam kondisi pandemi COVID-19. Untuk menyesuaikan keadaan, maka Kemenlu berinovasi dengan melakukan diplomasi melalui jejaring digital.
"Kondisi pandemi yang melanda dunia 2 tahun terakhir ini memaksa hubungan antar negara dan diplomasi dilakukan dengan platform digital namun hal itu tidak mengurangi makna dan efektivitas diplomasi. Ke depannya digital diplomacy menjadi keniscayaan dan fakta baru hubungan internasional dan diplomasi," terang Mahendra.
Pembukaan pameran dilanjutkan dengan talkshow 'Membangun Kesadaran Masyarakat terhadap Keamanan Siber' secara hybrid dari Bali. Talkshow ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya menjaga keamanan saat beraktivitas di dunia maya, agar terhindar dari adanya cyber threat dan cyber attack.
![]() |
Talkshow tersebut menghadirkan Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kemlu RI, Rolliansyah Soemirat, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Harry Sufehmi, dan Kepala Prodi Teknologi dan Informasi ITB STIKOM, I Wayan Ardiyasa.
Rolliansyah mengulas sebagai negara dengan pengguna internet terbesar di Asia Tenggara, Indonesia dibayangi oleh adanya serangan siber yang mengalami peningkatan di tahun 2021. Oleh sebab itu, ia mengingatkan penting bagi masyarakat untuk melek terhadap keamanan siber.
"Tidak ada kebenaran yang absolut. Seluruh lapisan masyarakat memiliki kewajiban untuk bersikap dewasa dan bertanggung jawab dengan tidak mudah bereaksi dalam berinteraksi di dunia maya," urai Rolliansyah.
Sementara itu, Harry Sufehmi membahas mengenai tantangan penyebaran hoax di era keterbukaan informasi. Ia menggarisbawahi serangan hoax dapat diantisipasi dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencari informasi yang kredibel, memahami informasi secara utuh, dan memastikan kebenaran sebelum mempercayai suatu informasi.
"Cyber-attacks kepada mesin maupun manusia dapat dihindari dengan sikap yang skeptis dan kritis terhadap informasi di dunia maya. Penanggulangan hoax bukan hanya kewajiban pemerintah, melainkan juga masyarakat secara keseluruhan," jelas Harry.
Sebelumnya, pada Jumat (12/11), Kemenlu bersama Universitas Udayana mengadakan webinar bertajuk 'Ngobrol Digital di Ranah Diplomasi'. Salah satu poin utama pembahasan di acara ini yakni mengenai peran generasi muda dalam mengawal transformasi digital di berbagai sektor kehidupan, termasuk dalam hal diplomasi.
"Anak muda menunjukkan keunggulan dalam beradaptasi dengan transformasi digital 4.0. serta menjadi kekuatan utama di media sosial. Melalui berbagai platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok, Snapchat pemuda di seluruh dunia berbagi pemikiran dan ide mereka. Mereka juga mengembangkan banyak inisiatif digital untuk membantu menavigasi pandemi global dan revolusi 4.0," ujar Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah saat membuka webinar secara virtual.
Pada kesempatan tersebut, aktivis digitalisasi budaya Ni Nyoman Clara Listya Dewi menyampaikan diplomasi kini tidak hanya eksklusif dilakukan oleh pemerintah, tetapi generasi muda juga merupakan pelaku diplomasi melalui sosial media yang merepresentasikan negara. Oleh sebab itu, ia mengajak masyarakat, khususnya kaum muda untuk berperilaku positif di ranah digital.
"We have to share good news, sosial media kita harus digunakan untuk hal yang baik-baik," sebut Clara.
Masyarakat dapat ikut menyaksikan jalannya ICDD melalui tautan di sini.
(ega/ega)