Senator Papua Barat Minta Pusat & Daerah Kawal Implementasi UU Otsus

Senator Papua Barat Minta Pusat & Daerah Kawal Implementasi UU Otsus

Inkana Izatifiqa R Putri - detikNews
Sabtu, 13 Nov 2021 13:08 WIB
Wakil Ketua Komite 1 DPD RI Filep Wamafma
Foto: dok. DPD RI
Jakarta -

Senator Papua Barat, Filep Wamafma meminta pemerintah pusat hingga pemerintah daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat segera mengambil langkah untuk memastikan Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) dan peraturan pelaksanaannya terimplementasi dengan baik.

Filep menyebut UU Otsus harus dapat dilaksanakan dan berjalan efektif pada tahun 2022. Dengan demikian, pemerintah pusat maupun daerah sebagai penanggung jawab perlu memastikannya berjalan baik sehingga dengan adanya UU Otsus dapat menjawab kebutuhan masyarakat terutama Orang Asli Papua (OAP).

"Pasca disahkan, tentu menjadi harapan baru bahwa kehadiran undang-undang ini memberikan jaminan baik dalam tata kelola pemerintahan maupun kebijakan afirmasi-afirmasi kepada orang asli Papua, juga masyarakat adat di Papua sebagai salah satu subjek paling utama dalam konteks Otonomi Khusus," ujar Filep dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagi saya sebagai Senator dari Papua Barat dan juga sebagai tim penyusun RUU maupun pengesahan dan juga RPP hingga Peraturan Pemerintah meminta agar pemerintah pusat segera melakukan upaya dan langkah-langkah konkrit agar kebijakan otonomi khusus tepat sasaran dan dilaksanakan di tahun 2022," imbuhnya.

Lebih lanjut, Wakil Ketua I Komite I DPD RI ini menyampaikan setidaknya ada 4 hal penting yang perlu segera dilaksanakan oleh pemerintah. Pertama, hal hal yang berkaitan dengan perencanaan anggaran berbasis otonomi khusus. Dalam hal, kementerian keuangan, pemerintah daerah dan jajarannya sudah harus melakukan skema baru terkait pengalokasian anggaran dana otonomi khusus, baik di provinsi maupun di kabupaten/kota.

ADVERTISEMENT

Ia berharap dengan perencanaan anggaran Otsus untuk pendidikan yang rinci, mulai tahun 2022 orang asli Papua dapat menempuh pendidikan tanpa dibebankan biaya.

"Hal yang mendasar pertama adalah terkait alokasi dana Otonomi Khusus untuk sektor pendidikan bahwa sesuai dengan amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah bahwa pemerintah provinsi dan kabupaten/kota memberikan jaminan terkait penyelenggaraan pendidikan setingkat pendidikan Taman Kanak-Kanak hingga di tingkat perguruan tinggi. Artinya bahwa ada skema anggaran yang harus dibahas bersama-sama antara pemerintah provinsi berdasarkan kewenangan pengelolaannya dengan pemerintahan kabupaten/kota," jelasnya.

Kedua, aturan yang berkaitan dengan jaminan kesehatan. Menurut Filep, dibutuhkan skema yang dengan tegas memberikan kepastian bahwa pemerintah menjamin kesehatan orang asli Papua. Salah satunya dengan memberikan dukungan dan membebaskan orang asli Papua dari segala bentuk biaya kesehatan.

"Perencanaan anggaran Otsus sudah seharusnya dipahami oleh SKPD-SKPD terkait termasuk kebijakan tata kelola dana kesehatan bagi orang asli Papua harus dirumuskan dengan baik. Bagaimana langkah dan cara yang tepat sehingga alokasi dana kesehatan tidak lagi seperti 20 tahun lalu yang seolah belum nampak hasilnya," ujarnya.

Ketiga, hal yang berkaitan dengan pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) migas untuk Papua Barat, yakni bagi 7 suku di teluk Bintuni. Filep menjelaskan masyarakat adat 7 suku di teluk Bintuni merupakan pihak yang memperoleh hak berdasarkan amanat undang-undang dan amanat Peraturan Pemerintah bahwa 10 persen dari hasil migas diperuntukkan bagi masyarakat adat. Ia menegaskan pemerintah perlu segera bergerak melaksanakan amanat UU tanpa perlu menunggu masyarakat bergerak untuk menuntut haknya.

"Untuk Migas ini hanya berada di Provinsi Papua Barat dan ada di Kabupaten teluk Bintuni maka tentu pemerintah daerah dan pemerintah provinsi termasuk SKPD terkait sudah harus bergerak cepat. Akhir-akhir ini kita melihat masyarakat 7 suku di Bintuni itu gencar menuntut haknya," ujarnya.

"Seharusnya dengan adanya dasar hukum Undang-Undang Otsus dan peraturan pemerintah, rakyat tidak perlu menuntut haknya karena pemerintah sudah punya kewajiban untuk menyediakan hak-hak warga negara Indonesia atau hak-hak masyarakat adat 7 suku di Bintuni," tegasnya.

Klik halaman selanjutnya >>>

Oleh karena itu, Filep meminta pemerintah segera mempersiapkan perangkat-perangkat yang dibutuhkan sehingga pada tahun 2022 hak masyarakat 7 suku segera terpenuhi. Filep menjelaskan DBH Migas 7 Suku Bintuni tersebut berbeda dengan hak ulayat atau hak milik masyarakat adat.

Ia menyebut peruntukan DBH Migas telah diatur undang-undang. Sedangkan, hak ulayat merupakan bagian dari kearifan lokal dan juga hukum adat yang harus dihargai dan dihormati oleh pemerintah maupun investor.

Keempat, pemerintah juga perlu mempersiapkan soal pembentukan kursi pengangkatan di kabupaten dan kota. Filep mengatakan mengingat pembentukan kursi pengangkatan masih cukup lama, maka hal ini juga harus dipercepat perangkatnya. Dalam hal ini, Filep inginp pemerintah mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan sesuai dengan mekanisme dalam peraturan pemerintah.

"Menurut saya bahwa waktunya struktur pemerintahan di daerah itu adalah pemerintah provinsi yakni gubernur beserta dengan DPR provinsi dan MRP perlu bersinergi dengan semua pihak termasuk bupati, wakil bupati dan DPRD kabupaten/kota terkait pembangunan di daerah dalam konteks otonomi khusus," tambahnya.

Terkait hal ini, Filep juga berharap pemerintah dapat memahami betul makna rumusan dan kebijakan Otsus, mulai dari peruntukannya hingga mekanisme implementasi. Adapun hal perlu dilakukan oleh semua kepala daerah dan jajaran lainnya.

"Sehingga perlu ada musyawarah khusus atau musrembang Otsus yang mengakomodasi kebijakan-kebijakan yang ditentukan dalam peraturan pemerintah dan dalam undang-undang otsus kaitan termasuk pendistribusian anggaran khusus kepada sektor-sektor yang telah diatur dan ditentukan," jelasnya

Dengan adanya sinergi antarpemerintah, Filep berharap UU ini mampu menjawab persoalan-persoalan yang tengah dihadapi oleh orang asli Papua. Terlebih pada tahun 2022, sejumlah kepala daerah di Papua dan Papua Barat akan menyelesaikan masa jabatannya.

Menurutnya, transisi pemerintahan ini dapat mengganggu perencanaan kebijakan dalam konteks otonomi khusus. Oleh sebab itu, ia berharap para kepala daerah saat ini dapat segera menyelesaikan perencanaan dengan baik sehingga implementasinya dapat dilanjutkan oleh pelaksana tugas di tahun 2022.

"Sebelum kepala daerah gubernur maupun bupati meninggalkan jabatannya di tahun 2022 maka seyogyanya dirumuskan kebijakan Otsus sebagai landasan pelaksanaan tugas karateker gubernur atau bupati dalam rangka mempersiapkan pemerintahan kebijakan Otsus ke depan. Saya berharap pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan serta kementerian terkait perlu melakukan langkah-langkah cepat yang taktis guna mendukung implementasi Otonomi Khusus di tanah Papua," pungkasnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads