Partai Demokrat menghadirkan Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana sebagai saksi fakta dalam sidang lanjutan gugatan kubu Moeldoko terhadap Menkum HAM Yasonna Laoly atas penolakan pengesahan agenda yang disebut Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang Sumatera Utara (Sumut). Selain itu, ada saksi ahli Kemenkumham yang sempat berhalangan hadir pada persidangan sebelumnya, Dian Simatupang.
Sidang gugatan terdaftar dengan nomor perkara154/G/2021 PTUN Jakarta antara pihak KLB Moeldoko selaku penggugat dan Menteri Hukum dan HAM selaku tergugat serta DPP PD selaku tergugat II intervensi. Sidang digelar di PTUN, Jakarta Timur, Kamis (11/11/2021).
"Agenda sidang hari ini mendengarkan keterangan saksi ahli yang diajukan oleh Kemenkumham, dengan topik gugatan 2 SK menteri Kemenkumham tentang pengesahan kepengurusan dan perubahan AD, di samping itu juga tergugat intervensi DPP Demokrat akan menghadirkan saksi fakta yang menerangkan bagaimana proses penyelenggaraan kongres tahun 2020," kata kuasa hukum PD, Heru Widodo.
"Saksi fakta Ibu Cellica Nurrachadiana Bupati Karawang. Saksi ahli yang kemarin belum bisa dihadirkan (Kemenkumham) Dian Simatupang," lanjutnya.
Heru menuturkan Cellica akan memberi keterangan selaku pimpinan sidang kongres PD 2020. Mulai dari proses awal persidangan kongres hingga selesai.
"Sebagai pimpinan sidang, nanti akan menjelaskan bagaimana proses dari awal hingga selesai persidangan, sehingga secara substansi supaya clear bahwa terbitnya 2 SK itu memang ada dasar yang kuat ada keabsahan kongres 2020," ujarnya.
Heru menyampaikan adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak judicial review kubu Moeldoko menandakan bahwa persoalan internal partai bukan diselesaikan di lembaga peradilan. Dia menyebut ada tiga langkah yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan persoalan internal partai, mulai dari gugatan ke Mahkamah Partai, Pengadilan Negeri, hingga mengajukan kasasi ke MA.
"Hal yang penting berkaitan dengan putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa mahkamah Agung tidak berwenang memeriksa itu di NO dinyatakan tidak diterima. Ini menunjukkan bahwa persoalan internal partai bukan diselesaikan di lembaga peradilan, bukan judicial review dan menurut kami juga bukan di PTUN," ucapnya.
"Karena hanya ada tiga pintu sebagaimana yang pernah kami sampaikan, pintu pertama digugat di Mahkamah Partai apabila ada anggota parpol yang berkeberatan terhadap keputusan hasil kongres. Kalau nggak terima terhadap putusan Mahkamah Partai, pintu kedua gugat sebagai sengketa partai politik di pengadilan negeri di Jakarta Pusat karena DPP demokrat ada di jalan proklamasi. Yang ketiga apabila tetap nggak menerima putusan PN, baru diajukan kasasi ke Mahkamah Agung, itu saja pintunya bukan ke mana-mana, bukan terobosan-terobosan karena sudah ada aturannya. Kalau nggak ada aturannya bisa dilakukan terobosan," lanjutnya.
Sementara itu, juru bicara PD, Herzaky Mahendra Putra, berharap putusan MA bisa menjadi referensi dan rujukan majelis hakim dalam memutuskan perkara. Tidak hanya perkara nomor 154, tetapi juga perkara 150 di PTUN.
"Harapan kami tentunya seperti disampaikan oleh mas AHY Ketum kami, bahwa keputusan penolakan dari MA terhadap judicial review-nya Yusril itu semoga jadi referensi dan juga rujukan bagi kasus hukum, bagi proses di PTUN ini. Tentu kemenangan dan perjuangan, kebenaran, dan juga kemenangan akal sehat dan hati nurani dan serta keadilan kemarin semoga bisa juga tercermin nanti di sini," kata Herzaky.
"Besar harapan kami bisa terjadi juga di perkara 154 dan 150 ini dan kami sangat yakin lah integritas dan kredibilitas majelis hakim di kasus 154 dan 150," imbuhnya.
(dek/knv)