Korban begal pantat di Jakarta Selatan dan Bekasi ragu untuk melapor ke kepolisian karena minimya bukti. Penuturan pengalaman korban seharusnya sudah cukup bukti sebagai landasan polisi mengungkap kasus begal pantat.
Komnas Perempuan menilai banyaknya korban pelecehan seksual tidak mau melapor ke polisi karena beberapa faktor, salah satunya karena merasa tidak punya bukti atas kejadian yang menimpanya. Dalam upaya mendapatkan keadilan, korban kerap kali diminta bukti saat melapor ke polisi.
"Dalam pemantauan Komnas Perempuan, ada beberapa penyebab mengapa korban pelecehan seksual tak mau melapor ke polisi. Pertama, tak yakin kasusnya akan ditangani secara serius oleh aparat penegak hukum. Kedua, korban merasa tak punya bukti pelecehan seksual," ujar Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat kepada detikcom, Rabu (11/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktor lainnya, korban belum memahami penanganan kekerasan seksual termasuk ke mana melapor dan hak-haknya sebagai korban.
Terkait bukti pelecehan seksual ini, menurut Rainy, seharusnya penuturan pengalaman korban sudah cukup jadi bukti polisi untuk mengungkap kasus pelecehan seksual terhadap korban.
"Tentang bukti pelecehan seksual, tuturan tentang pengalaman korban dan dampak psikis yang diakibatkan sudah cukup menjadi bukti. Bukti bisa berupa dampak psikis, misalnya trauma atau merasa malu dan berubah sikap menjadi pendiam," tegas Rainy.
Psikolog sebagai ahli juga dapat dimintai pendapatnya untuk mengetahui seberapa besar dampak pelecehan terhadap psikis korban.
"Dampak piskis yang dialami korban juga membutuhkan pemulihan. Pemulihan merupakan bagian dari hak atas keadilan bagi korban," tuturnya.
Lebih lanjut, Rainy menilai aparat penegak hukum (APH) belum memahami sepenuhnya kekerasan seksual termasuk begal pantat. Pelecehan seksual tidak seharusnya diselesaikan secara damai sebab akan menimbulkan traumatis kepada korban.
"Begal pantat masih dipandang sebagai kenakalan atau keisengan sama seperti catcalling atau perundungan (bully) dan bukan kriminalitas. Penting untuk menyadarkan masyarakat dan APH bahwa pelecehan seksual merupakan tindak kriminal, perbuatan melawan hukum, sehingga tidak menggunakan cara-cara damai yang justru merugikan korban," jelasnya.
Sehingga, dalam pengungkapan kasus pelecehan seksual terhadap perempuan, polisi sudah seharusnya menggunakan perspektif korban.
"Polisi sudah seharusnya mengenakan perspektif korban dalam penanganan kasus untuk mencegah impunitas pelaku dan memutus keberulangan kasus. Pembiaran berpotensi tindak kriminal begal pantat berulang terhadap perempuan di tempat yang berbeda," katanya.
Simak di halaman selanjutnya, kasus begal pantat yang dialami jurnalis televisi dan perempuan di Bekasi.....
Jurnalis TV Kena Begal Pantat di Jaksel
Peristiwa pelecehan yang menimpa seorang jurnalis tv berinisial F terjadi pada Selasa (9/11) sekitar pukul 08.00 WIB. Saat itu korban sedang berbelanja di sebuah lapak sayuran.
Dua pengamen kemudian mendekatinya. Korban sempat memberikan isyarat tidak bisa memberikan uang kepada pengamen tersebut sambil berkata 'maaf'.
Tidak lama setelah itu, tanpa diduga, salah satu pengamen kemudian meraba pantat F. Sontak F pun kaget dan marah.
"Dia ke sebelah ibu-ibu di sebelah saya tetap ngamen. Terus saya nggak nyangka dia nyolek saya dan pas banget nyoleknya itu nyolek bokong. Dia (nyolek) pakai kencrengan itu," terang F.
Terkait proses hukum dari kasus pelecehan seksual yang menimpanya, F mengaku kemarin, suaminya telah datang ke lokasi. F mengatakan saat ini sedang mengumpulkan saksi sebagai salah satu bukti untuk melapor ke polisi.
"Kebetulan suami udah cek ke lokasi mau cari saksi. Cuma tadi di TKP ada yang menyaksikan, tapi bukan saat pelecehan itu, cuma pas saat ribut-ributnya," ujar F.
F mengaku masih ragu melaporkan kasus itu. Korban terkendala melapor ke polisi karena merasa minim saksi.
"Sebenarnya kita sudah konsultasi untuk lapor polisi, cuman kan kita harus punya bukti ya," kata F
Wanita Bekasi Kena Begal Pantat saat Lari Pagi
Aksi pelecehan yang menimpa YD, seorang perempuan di Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (9/11) pukul 06.00 WIB. Saat itu korban tengah melakukan lari pagi.
Menurut YD, tidak ada yang mencolok dalam tampilannya saat berolahraga. Saat itu dia hanya olahraga lari sambil mendengarkan musik seperti yang dilakukan orang lain pada umumnya.
"Ketika saya sampai rute (daerah) Pamahan yang banyak PT itu, di depan PT Conwood pukul 06.00 WIB tiba-tiba pantat kanan saya dipegang bapak-bapak," ujar YD.
Aksi pelecehan seksual itu berlangsung cepat. Usai melakukan aksinya, pelaku segera memacu kendaraannya untuk melarikan diri.
Terkait alasannya ragu melaporkan kasus itu ke polisi, YD merasa bukti yang dikantongi masih belum cukup. Dia pun tidak mengetahui apakah di sekitar lokasi ada CCTV.
"Kayanya nggak (lapor polisi). Saya takut laporan saya nggak kredibel. Saya nggak punya bukti apa-apa juga. Saya cuma berharap ada CCTV sekitar PT Conwood. Cuma ya mungkin emang nggak ada. Jadi mungkin ke depan saya yang mesti hati-hati dan menghindari jalan itu," terang YD.