Cut Nyak Dien adalah pahlawan nasional wanita asal Aceh. Ia lahir di Lampadang, Aceh, pada 1850 dan dibesarkan dalam keadaan memanas antara Aceh dan Belanda.
Menurut buku berjudul 'Cut Nyak Dhien: Ibu Perbu dari Tanah Rencong' karangan Anita Retno Winarsih, Cut Nyak Dien juga dikenal dengan sebutan wanita dari Tanah Rencong atau wanita dari Aceh.
Cut Nyak Dien Lahir dari Keluarga Bangsawan
Menurut situs Jabarprov, Cut Nyak Dien merupakan anak dari Teuku Nanta Satia dan ibunya yang keturunan bangsawan. Kakaknya bernama Teuku Rayut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Ibrahim Lamnga dan memiliki anak bernama Cut Gambang. Cut Gambang menikah dengan Teuku Mayet Ditiro, namun keduanya tewas bersamaan karena ditembak oleh tentara Belanda.
Cut Nyak Dien Menikah di Usia Muda
Melansir dari situs Jakgo Smartcity Jakarta, Cut Nyak Dien menikah di usia muda dengan Teuku Ibrahim Lamnga. Saat Lampadang diduduki oleh Belanda pada Desember 1875, Cut Nyak Dien mengungsi ke tempat lain.
Suami dan ayahnya berjuang di Lempadang melawan Belanda. Lamnga tewas dalam perjuangan di Gle Tarum, Juni 1878.
Cut Nyak Dien Diperistri oleh Teuku Umar
Cut Nyak Dien menikah untuk yang kedua kalinya dengan Teuku Umar, saudara ayahnya. Umar adalah seorang pejuang Aceh yang terkenal dan disegani oleh pihak Belanda. Pada 1893, Teuku Umar bekerja sama dengan Belanda sebagai taktik untuk memperoleh senjata dan perlengkapan perang.
Tiga tahun kemudian, ia berbalik berperang melawan Belanda. Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh pada 11 Februari 1899. Cut Nyak Dien melanjutkan perjuangan di daerah pedalaman Meulaboh dan tidak mau berdamai dengan Belanda.
Cut Nyak Dien Sakit-sakitan hingga Ditangkap oleh Belanda
Belanda berusaha menangkap Cut Nyak Dien, namun tidak berhasil. Lama kelamaan jumlah pasukannya juga berkurang. Penglihatan Cut Nyak Dien semakin rabun dan penyakit encok mulai pula menyerang.
Anak buahnya merasa kasihan melihat keadaan Cut Nyak Dien. Akhirnya, Pang Laot, seorang panglima perang dan kepercayaan Cut Nyak Dien, menghubungi pihak Belanda. Sesudah itu, pasukan Belanda datang untuk menangkapnya.
Simak perjuangan Cut Nyak Dien selanjutnya di halaman berikutnya.
Cut Nyak Dien: Meninggal Dunia Saat Diasingkan
Sewaktu akan ditangkap, Cut Nyak Dien mencabut rencong dan berusaha melawan. Namun tangannya dapat dipegang oleh seorang tentara Belanda, lalu ditawan, dan dibawa ke Banda Aceh.
Cut Nyak Dien dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. Ia diasingkan bersama seorang panglima perangnya dan seorang anak berusia 15 tahun bernama Teuku Nana.
Ia meninggal dunia pada 6 November 1908, dan dimakamkan di Sumedang, tepatnya di Makam Keluarga H. Husna di Gunung Puyuh, Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan. Di Jakarta, nama Cut Nyak Dien diabadikan sebagai nama jalan yang terletak di kawasan Menteng.
Sementara itu, Teuku Nana melanjutkan hidupnya di Sumedang. Ia menikah dengan gadis dari Cipada bernama Iyoh sampai mempunyai tiga orang anak, yakni Maskun, Ninih, dan Saria. Setelah berkeluarga, Teuku Nana pergi dari Sumedang dan kembali ke Aceh.