Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDIP, Mufti Aimah Nurul Anam sempat mencecar PT Bio Farma terkait bisnis PCR yang dinilai kalah dengan perusahaan swasta. Mufti lantas mempertanyakan apakah Menteri BUMN Erick Thohir sengaja melarang Bio Farma berbisnis PCR.
Awalnya Mufti menyinggung terkait layanan PCR PT Bio Farma dan perusahaan BUMN farmasi lainnya yang tidak terlihat ada di sekitar masyarakat. Menurutnya kondisi ini berbeda dengan pihak swasta yang justru tampak banyak berada di pinggir jalan.
"Kita lihat bahwa saya nggak tahu kehilangan momentum nggak boleh ambil bagian dari ini, kita lihat PCR, sampeyan keliling Jakarta ini selalu yang ada drive thru, ada PCR di pinggir jalan, promo-promo hanya Bumame dan Quick Test, saya belum lihat ada Indo Farma, Kimia Farma, Bio Farma, Phaprops," kata Mufti saat rapat dengar pendapat bersama perusahaan BUMN farmasi, di gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mufti menyebut padahal momentum bisnis PCR itu bisa untuk menurunkan harga PCR saat ini. Selain itu, masyarakat juga lebih mudah mengakses tes PCR.
"Kita nggak lihat itu, maka harapan kami perlu ambil bagian di situ, tujuannya apa? Tadi itu gimana bisa menekan harga di tengah masyarakat dan aksesibilitasnya lebih mudah. Ini ada 2 hal manfaat, yang pertama pendapatan secara korporasi akan baik untuk Kimia Farma maupun Bio Farma, dan kedua bisa menekan harga di masyarakat," ucapnya.
Politisi PDIP ini lantas mencecar alasan Dirut PT Bio Farma Honesti Basyir tidak melakukan hal tersebut. Dia justru menduga PT Bio Farma dan perusahaan BUMN lainnya memang dilarang oleh Menteri BUMN Erick Thohir untuk ambil bagian dari bisnis itu.
"Nah saya bertanya kepada panjenengan kenapa ya setelah panjenengan sampaikan tadi kita baru mikir, sampeyan punya banyak hal terkait komponen dasar melakukan PCR, termasuk bahan reagen, tetapi kenapa tidak ada inisiatif untuk melakukan berbisnis di bidang ini, Pak?" cecar Mufti.
"Yang kita lihat ini malah diambil swasta, saya ingin tanya apa ini dicegah oleh Pak Menteri (Erick Thohir)? Yang kemudian dia mengambil bisnis di sektor ini, kami pengen lihat apa sampeyan memang nggak punya inisiatif atau njenengan yang nggak punya inisiatif, atau memang sama Menterinya nggak boleh untuk berbisnis di industri ini?" lanjut Mufti.
Senada dengan Mufti, anggota Komisi VI DPR Fraksi Gerindra, Andre Rosiade juga sempat mencecar hal serupa kepada Honesti. Dia meminta agar Honesti menyebut jika memang ada arahan dari Erick Thohir agar tidak bisnis PCR.
"Pak izin, Pak Mufti sempat tanya apa memang ada arahan Pak Menteri supaya nggak main PCR? Supaya clear juga supaya nggak ada tuduhan aneh-aneh," tanya Andre.
Honesti lantas menjawab singkat. Dia membantah ada larangan Erick Thohir dan menyebut bisnis PCR memang sudah dilakukan pihaknya.
"Oh nggak, Pak, karena memang lab ini sudah merupakan bisnisnya Kimia Farma," jawab Honesti.
Andre kembali mencecar pertanyaan yang sama kepada Honesti. Dia menekankan kembali apakah ada larangan dari Erick Thohir agar BUMN tak berbisnis PCR.
"Jadi nggak ada larangan-larangan Pak Erick kan, Pak?" tanya Andre.
Honesti pun menjelaskan Erick Thohir justru meminta agar perusahaan BUMN farmasi berkontribusi terkait PCR. Dia menyebut pihaknya sudah melakukan bisnis tersebut dari awal.
"Pak Erick ya Kementerian tentunya minta ke kita untuk lebih berikan kontribusi karena memang ada kelangkaan dari lab yang memiliki kemampuan untuk bisa, kita lihat dari 742 kita nggak nyangka, saya baru tahu juga ada 742 lab di sini, saya juga baru tahu artinya memang ada yang muncul di tengah pandemi. Kalau kita sudah bisnis dari awal. Dan termasuk dari awal yang latih nakes kita untuk lakukan PCR juga bagian dari tim kami yang kami kirim untuk tingkatkan kompetisi," jelasnya.
(maa/jbr)