Jakarta -
Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman kontraktor proyek di Kecamatan Sukahati, Kabupaten Bogor, Aszwar, dari 6 menjadi 3,5 tahun penjara. Nilai proyek peningkatan jalan itu mencapai Rp 10,3 miliar.
Hal itu tertuang dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dilansir situs resminya, Senin (8/11/2021). Kasus bermula saat Pemkab Bogor akan meningkatkan kualitas aspal jalan Kedunghalang-Sukahati untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat.
Dianggarkanlah dana Rp 10,3 miliar pada APBD 2011. Namun dalam pelaksanaannya terjadi masalah di sana-sini dan kebocoran anggaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyidik yang mengetahuinya belakangan kemudian mendudukkan Aszwar di kursi pesakitan untuk meminta pertanggungjawabannya. Pada 23 April 2013, Kejari Cibinong menuntut Aszwar selama 3,5 tahun penjara.
Atas tuntutan itu, Pengadilan Negeri (PN) Bandung menjatuhkan hukuman 2,5 tahun penjara. PN Bandung juga mewajibkan Aszwar mengembalikan uang yang dikorupsinya sebesar Rp 1,5 miliar.
Nah, di tingkat banding, hukuman Aszwar diperberat. Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara kepada Aszwar serta denda Rp 5 juta subsider 3 bulan kurungan.
PT Bandung juga mewajibkan Aszwar mengembalikan uang yang dikorupsinya sebesar Rp 1,4 miliar. Vonis di atas dikuatkan di tingkat kasasi pada 4 Desember 2013. Namun saat hendak dieksekusi, Aszwar kabur.
Kejari Cibinong baru bisa menangkapnya di Indramayu pada 2020. Secepat kilat, jaksa menjebloskan Aszwar ke Lembaga Pemasyarakatan.
Meringkuk di penjara dimanfaatkan pria kelahiran 19 Juli 1965 itu untuk mengajukan PK. Hasilnya, MA menyunat hukumannya.
"Menjatuhkan pidana kepada Terpidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp 50 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata ketua majelis hakim MA, Suhadi, dengan anggota Prof Abdul Latif dan Eddy Army.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Terpidana untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1.502.439.727. Dengan ketentuan apabila Terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti kerugian keuangan negara.
"Dan apabila harta benda terpidana tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun," ucap majelis hakim.
Mengapa majelis PK menyunat hukuman Aszwar? Berikut pertimbangannya:
Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti dan Judex Juris tidak dapat dibenarkan karena ternyata terdapat kekhilafan hakim dan kekeliruan yang nyata yaitu Terpidana Aszwar hanya melaksanakan perintah Asep Yuyun sebagai Kepala Bidang dan Rehabilitasi pada Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor, melainkan Amir Hermawan atas perintah Asep Yuyun untuk mencari perusahaan Grade 6 yang dapat dipinjam dan berhasil mendapatkan perusahaan yaitu PT Darmo Sipon dengan Dirut Carles Panjaitan (Terdakwa dalam perkara splitsing), PT Indah Jaya Utama Mandiri dan PT Paramos Rejeki Indah.
Bahwa selanjutnya Amir Hermawan melalui Lamria Gultom mendapatkan/menyerahkan dokumen dari 3 perusahaan tersebut di rumah Terpidana di Leuliang. Kemudian Terpidana Aszwar membuat Surat Kuasa Direksi tertanggal 5 Januari 2011 untuk PT Darmo Sipon yang ditandatangani Dirut Carles Panjaitan dengan kesepakatan biaya pinjaman bendera dengan fee sebesar 0,5% dari nilai kontrak proyek yang dijanjikan kepada Terpidana, adalah perbuatan yang tidak dapat dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum melainkan suatu perbuatan yang memanfaatkan keadaan yang merupakan tindakan adminitrasi karena yang berperan melakukan peminjaman bendera adalah Saksi Amir Hermawan serta yang melaksanakan kegiatan proyek adalah Carles Panjaitan (Terdakwa dalam perkara splitsing);
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Bahwa pertimbangan hukum dalam putusan Judex Juris dan Judex Facti yang menyatakan perbuatan Terpidana/Pemohon Peninjauan Kembali yang tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan spesifikasi teknis dan telah beberapa kali mendapat teguran lisan maupun tertulis dari Konsultan Pengawas dan Terdakwa tetap mendapat pembayaran atas pekerjaan tersebut sehingga mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara adalah suatu pertimbangan hukum yang tidak tepat dan keliru karena ternyata Terpidana/Pemohon Peninjauan Kembali bukanlah pihak atau yang menandatangani Kontrak Nomor 620/A.046-15.1072/TING-JLN/SPMK/DBMP pada tanggal Juni 2011, akan tetapi yang menandatangani kontrak adalah Saksi Asep Yuyun selaku PPK dan Carles Panjaitan selaku Dirut PT Darmo Sipon sebagai pihak pertama/rekanan, oleh karena itu Terpidana tidak dapat dikatakan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perjanjian atau kontrak tersebut karena Carles Panjaitan tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak tersebut.
Dengan demikian putusan Judex Facti dan Judex Juris adalah merupakan putusan yang nyata-nyata menjadi kekhilafan Hakim dan kekeliruan yang nyata sehingga secara yuridis beralasan hukum untuk menerapkan hukum yang menguntungkan Terpidana/Pemohon Peninjauan Kembali;
Bahwa dalam perkara a quo kedudukan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana hanya sebagai atas nama yang meminjam bendera, namun faktanya yang melaksanakan kegiatan proyek yaitu Carles Panjaitan dan Terpidana hanya dikaitkan atau dimanfaatkan oleh Carles Panjaitan, karena itu beralasan hukum untuk menjadi pertimbangan hal yang menguntungkan untuk Terpidana diterapkan pidana yang meringankan;
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini