Gerindra buka suara terkait usulan bersih-bersih kabinet oleh teman seperjuangan Presiden Jokowi dalam rangka evaluasi penanganan pandemi. Waketum Gerindra Habiburokhman menilai evaluasi pandemi harus lepas dari suasana politik dan tidak tendensius menyalahkan seseorang.
"Kami berharap agar evaluasi penanganan pandemi termasuk soal karantina dan PCR bisa lepas dari nuansa politisasi dengan tidak tendensius atau menyalahkan pihak-pihak tertentu dalam kabinet," kata Habiburokhman, kepada wartawan, Minggu (7/11/2021).
Juru bicara Gerindra ini mengatakan segala sesuatu yang dicampuri urusan politik tidak akan mencapai tujuan. Bahkan, menurutnya, itu hanya semakin memperumit keadaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Segala sesuatu yang dilatarbelakangi nuansa politisi akan sangat sulit mencapai tujuannya, justru masalah malah akan semakin rumit," ucap Habiburokhman.
"Evaluasi yang bernuansa politis akan bersifat destruktif dan tidak bisa menyelesaikan masalah," lanjutnya.
Habiburokhman mengatakan semua pembantu presiden saat ini sudah bekerja secara maksimal.
"Evaluasi bukan tidak perlu, tetapi saya tahu banget jika seluruh pembantu presiden sudah bekerja keras tangani pandemi," tuturnya.
Adapun yang mengusulkan bersih-bersih kabinet adalah sekumpulan teman seperjuangan Presiden Jokowi di dunia politik berkumpul. Mereka mengaku telah menemani Jokowi dalam menggalang kekuatan politik akar rumput dan media hampir satu dekade. Teman seperjuangan Jokowi mendesak bersih-bersih kabinet dan pemerintahan.
Teman seperjuangan Jokowi itu berkumpul di bilangan Jakarta Selatan pada Kamis, 4 November lalu. Teman seperjuangan Jokowi terdiri atas ProJo, Seknas Jokowi, Bara-JP, Kapt, Almisbat, RPJB, Duta Jokowi, RKIH, hingga JoMan.
Dalam keterangan yang diterima pada Jumat (5/11), pertemuan ini disebut dilatarbelakangi kegelisahan melihat perkembangan situasi politik pemerintahan yang gamang dalam penanganan lanjutan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
"Soal vaksin berbayar, isu perburuan rente di balik kebijakan tes PCR dalam moda transportasi publik, dan sampai perilaku beberapa oknum menteri yang terlalu kentara ingin menjadi capres/cawapres di 2024," demikian keterangan tersebut.
(eva/imk)