Syarief Hasan Sebut Presidential Threshold Munculkan Oligarki Politik

Syarief Hasan Sebut Presidential Threshold Munculkan Oligarki Politik

Yudistira Perdana Imandiar - detikNews
Sabtu, 06 Nov 2021 15:53 WIB
Syarief Hasan
Foto: MPR
Jakarta -

Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mendesak agar Presidential Threshold dihapus. Menurutnya, aturan tersebut tak sejalan dengan prinsip demokrasi.

Menurut mantan Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini, ketentuan Presidential threshold sebaiknya dihapus atau setidaknya semua partai politik yang telah lolos ambang batas parlemen dapat mengajukan calon presiden. Ia menuturkan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang mengatur pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum, sudah cukup jelas dan terang terkait hak dan peluang yang sama oleh setiap partai politik dalam mengajukan calon presiden.

"Jika kita konsisten dengan aturan konstitusi, seharusnya memang setiap partai politik dapat mengajukan calon presiden. Adanya berbagai pembatasan dan syarat pengajuan minimal 20 persen kursi atau 25 persen suara sebagaimana yang diatur dalam regulasi kepemiluan selaiknya dievaluasi. Aturan ini hanya akan membatasi pilihan politik rakyat, bahkan memunculkan oligarki politik. Padahal salah satu ciri mendasar demokrasi adalah partisipasi politik yang luas dan menyeluruh," papar Syarief dalam keterangannya, Sabtu (6/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Syarief memandang aturan presidential threshold yang sekarang berlaku telah memunculkan polarisasi dan melanggengkan politik identitas. Menurutnya keterbelahan sosiologis sebagai dampak dari pengkubuan politik pada Pilpres sebelumnya telah menyita banyak energi bangsa ini. Jika aturan tersebut terus diberlakukan, Syarief khawatir pemilihan pemimpin hanya akan ditentukan segelintir elite, dan mencederai keinginan rakyat.

"Memang tidak ada alasan kuat dan mendasar untuk tetap memberlakukan aturan presidential threshold ini. Sudah seharusnya aturan ini dihapus. Atau jika memang kita konsisten bahwa pengajuan calon presiden hanya dilakukan oleh partai politik sebagaimana amanat Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, maka setiap partai politik yang telah lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) punya hak, peluang, dan posisi yang sama dalam mengajukan calon pemimpin bangsa. Kita harus konsisten dengan kehendak konstitusi dan terus merawat demokrasi," tutup Syarief.

ADVERTISEMENT

Syarief juga tak setuju dengan rencana penambahan parliamentary threshold menjadi 5 persen. Menurutnya hal tersebut tak berdampak baik untuk keberlanjutan demokrasi.

"Saya kira isu yang paling utama bukanlah mengutak-atik ambang batas parlemen. Sebab jika PT ini kembali dinaikkan, maka sama saja kita memberangus suara rakyat. Padahal ini adalah kehendak demokrasi yang perlu kita rawat bersama. Justru yang terpenting adalah mengevaluasi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang membatasi peluang putra/putri terbaik bangsa maju dalam pemilihan presiden. Syarat presidential threshold 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional yang sekarang berlaku membatasi pilihan rakyat memilih calon pemimpin," jelas Syarief.

(prf/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads