Untuk kedua kalinya, eks Kepala Dinas (Kadis) Pertanian Aceh Tenggara, Asbi, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Asbi terjerat dua kasus rasuah yang berbeda dalam kurun satu bulan.
Kasus korupsi pertama ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tenggara. Satu kasus lainnya ditangani Polda Aceh.
Akibat perbuatannya, negara berpotensi mengalami kerugian miliaran rupiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus I: Korupsi Bibit Jagung
Asbi ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan bibit jagung hibrida pada 2020. Dia diduga melakukan penggelembungan harga (mark up) sehingga merugikan negara Rp 1 miliar.
"Ada empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu AB, SP selaku PPK, KN selaku Kabid Perkebunan Dinas Pertanian, dan KP selaku kontraktor pelaksana," kata Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara Syaifullah dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (2/9/2021).
Syaifullah menjelaskan kasus bermula saat Dinas Pertanian Aceh Tenggara menganggarkan Rp 2,9 miliar untuk pengadaan bibit jagung dengan volume pekerjaan sebesar 29.400 kg atau 1.470 kotak. Anggaran itu bersumber dari APBK-Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Aceh Tenggara Tahun 2020.
Untuk pengadaan tersebut, kata Syaifullah, tersangka AB, KP, KN bertemu pihak distributor di Medan, Sumatera Utara (Sumut), pada Januari 2020. Dalam pertemuan itu, pihak distributor mengaku bibit tersedia dengan harga Rp 68 ribu per kilogram.
Pada Oktober 2020, pihak distributor kembali bertemu dengan pihak rekanan, yakni KP dan KN. Dalam pertemuan lanjutan, pihak distributor disebut menawarkan harga bibit Rp 65 ribu per kilogram.
"Namun kemudian dilakukan penawaran kembali oleh KP dan KN sehingga disepakati harga bibit jagung hibrida NK 017 sebesar Rp 62.500 per kilogram," jelas Syaifullah.
Menurutnya, setelah ada kesepakatan harga, SP mengajukan permohonan lelang pekerjaan pada 7 September 2020 dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp 98 ribu per kilogram. Proses tender dimenangi PT Fatara Julindo Putra.
"Selanjutnya pada 27 November 2020 dilakukan pengiriman bibit jagung NK017 sebanyak 29.400 kg sekali angkut ke PT Fatara Julindo Putra di Kutacane," ujar Syaifullah.
Akibat perbuatan para tersangka, lanjutnya, terjadi kerugian negara Rp 1 miliar. Dalam mengusut kasus ini, Kejari Aceh Tenggara telah memeriksa sebanyak 18 orang saksi.
Kejari Aceh Tenggara menjerat keempat tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Simak kasus korupsi kedua yang juga membuat Asbi sebagai tersangka.
Kasus II: Korupsi Pengadaan Bebek
Kasus kedua yang dihadapi Asbi ialah terkait korupsi pengadaan bebek. Polda Aceh menetapkan Asbi sebagai tersangka.
Asbi kini ditahan dalam kasus yang merugikan negara Rp 4,2 miliar tersebut.
"AS saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah dilakukan penahanan," kata Dirreskrimsus Polda Aceh Kombes Sony Sanjaya kepada wartawan, Rabu (3/11/2021).
AS ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka awal Oktober lalu. Sony mengatakan AS dalam kasus itu merupakan Pengguna Anggaran (PA).
Dia menyebutkan penyidik telah mengantongi perkiraan kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh. Kerugian negara dalam perkara itu miliaran rupiah.
"Kerugian negara diperkirakan sebesar Rp 4,2 miliar," ujar Sony.
Untuk diketahui, kasus pengadaan bebek di Dinas Pertanian Aceh Tenggara itu menggunakan anggaran Rp 12,9 miliar dari APBK 2018 dan 2019. Dana itu ditujukan untuk pengadaan 84.459 ekor bebek dan rencananya dibagikan ke 194 kelompok.
Tiap kelompok mendapatkan jatah sebanyak 500 ekor bebek. Polisi menduga ada penggelembungan harga dalam proses pengadaan bebek itu.
Setelah dilakukan penyelidikan, polisi menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu MR selaku PPK dan AS selaku pengguna anggaran (PA) pengadaan bebek.
Sementara dua tersangka lainnya adalah KHS alias AS selaku pelaksana kegiatan pengadaan bebek yang juga sebagai Direktur CV BD dan YP sebagai pelaksana lapangan CV BD.