Kenangan Letusan Merapi
Rosela pun Berubah Jadi Abu
Jumat, 21 Apr 2006 11:36 WIB
Jakarta - Gunung Merapi diperkirakan akan meletus dalam waktu dekat. Hal ini membangunkan ingatan banyak orang tentang letusan Merapi di masa lalu. Atap rumah, halaman, dan lahan pertanian tertutup abu dan debu. Tanaman rosela pun sudah tidak tampak wujudnya, berubah seperti abu. Kenangan inilah yang masih dirasakan oleh Hartono (38) hingga saat ini. Pria yang kini tinggal di Jakarta ini menghabiskan masa anak-anak dan mudanya di daerah Klaten, Jawa Tengah. Dulu, ia tinggal di Miliran, Mendak, Delanggu, Klaten, bersama orangtuanya. Menurut Hartono, di daerah tempat ia tinggal, saat itu hampir semua lahan pertanian ditanami oleh tanaman rosela (rami--Jawa). Tanaman ini biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan karung goni. Saat itu, di daerah tersebut berdiri pabrik karung goni bernama 'Delanggu'. "Sekarang, pabrik ini sudah tidak beroperasi," kata Hartono dalam e-mailnya kepada detikcom, Jumat (21/4/2006). Nah, saat itu Gunung Merapi meletus. Sayang, Hartono tidak ingat persis tahun berapa. "Yang jelas, saya masih kecil dan belum sekolah," kata dia. Saat itu, Hartono melihat debu akibat letusan Merapi benar-benar menutupi genteng rumah, halaman, dan menutupi seluruh dedaunan dan tanaman rosela. "Seolah-olah rumah dan pohon, seperti tertutup salju, namun bewarna keabu-abuan," kata dia. Akibat debu dan abu itu, jarak pandang pada pagi hari hanya 15 meter, sedangkan siang hari bisa 20-25 meter. Ketebalan abu hampir 2-5 cm. "Kenangan yang tak pernah terlupakan, kakek saya dengan menggunakan caping lebar (topi dari bambu) menyapu halaman untuk mengumpulkan abu tersebut untuk pupuk di sawah," kata pria yang rajin membuka detikcom ini. Pembaca detikcom lainnya, Nurhidayat, juga teringat tentang masa lalu letusan Merapi. Nurhidayat yang mengaku tidak pernah luput membaca berita-berita sepakbola di www.detiksport.com ini tinggal di Desa Bangunkerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Hingga saat ini, Nurhidayat juga masih tinggal di daerah tersebut. Menurut pria yang saat ini bekerja di sebuah instansi pemerintah ini, rumahnya cukup dekat dengan Merapi, sekitar 16,6 km. "Yang terus teringat dalam ingatan saya adalah peristiwa letusan yang terjadi pada tahun 1994 silam," kata dia. Saat itu, Hidayat masih duduk di bangku kelas 4 SD. Letusan Merapi yang dahsyat itu terjadi pada hari Selasa Kliwon, bulan November. Kejadian saat itu sungguh tidak terduga, karena saat itu status Merapi belum sampai pada tahap yang mengkhawatirkan, sehingga masyarakat tidak percaya Merapi akan meletus. "Saat letusan terjadi, saya dan teman-teman sedang ikut pelajaran di kelas. Kami pun tidak menyangka bahwa kegelapan di langit tersebut disebabkan oleh meletusnya gunung merapi. Kami kira itu hanya mendung biasa pertanda akan hujan, tetapi setelah kami keluar dari kelas dan melihat ke utara (SD kami terletak di dekat lapangan, sehingga pemandangannya sangat jelas) , kami melihat kepulan asap hitam yang membubung ke angkasa," tulis Hidayat dalam e-mailnya kepada detikcom. Karena keadaan yang sangat mengkhawatirkan tersebut, Kepala Sekolah memutuskan untuk memulangkan murid-muridnya lebih awal. "Saya dan teman-teman bahkan langsung pulang dengan ketakutan begitu tahu bahwa Gunung Merapi telah meletus. Mungkin karena masih anak-anak, yang ada dalam benak kami adalah "Jangan-jangan letusan tersebut sampai ke desa kami dan akan memporakporandakan desa kami," kata dia. Untungnya, bencana tersebut tidak sampai ke kampung Hidayat. Sebab, lahar mengalir ke arah barat. "Ngeri rasanya jika membayangkan hal itu terjadi. Sekarang pun Merapi selalu menjadi topik pembicaraan di masyarakat daerah kami," ungkap dia.Bagi Anda, para pembaca detikcom, yang mempunyai kisah-kisah mengenai letusan Merapi di masa lampau, bisa berbagi cerita kepada redaksi. Kirimkan saja kisah Anda melalui e-mail: redaksi@staff.detik.com.
(asy/)