Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara berkelanjutan termasuk dalam kegiaitan ekonomi seperti penangkapan ikan. Salah satu yang didorong oleh Jokowi adalah penerapan penangkapan ikan terukur, tidak dilakukan secara berlebihan dan memastikan kelestarian perikanan. Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) mendukung penuh agar arahan Jokowi ini direalisasikan.
"Penangkapan ikan harus dilakukan untuk kesejahteraan rakyat tetapi juga harus terukur dan juga dijamin keberlanjutannya tidak hanya diambil, diambili terus tapi habis karena tidak terukur karena tidak terkalkulasi," ujar Jokowi di Istana Negara, Rabu (13/10) lalu.
Merespon Jokowi, Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) menilai arahan presiden perihal penangkapan ikan harus dilakukan dengan bijak dan terukur sudah benar. Namun SNNU menilai arahan ini disalahartikan oleh instrumen khususnya Menteri Kelautan dan Perikanan (Men KKP) dengan menerbitkan PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) serta Kepmen KKP Nomor 86 dan 87 Tahun 2021 soal produktivitas kapal penangkap ikan.
"Input (Jokowi) ini sudah betul namun salah diterjemahkan oleh instrumen negara khususnya Menteri KKP dengan mengeluarkan 2 kebijakan sebagai output yang sama sekali tidak memiliki ruh konstitusi negara, yang mengedepankan kemakmuran rakyat dalam hal ini nelayan," kata Ketua Umum Serikat Nelayan Nusantara (SNNU), Witjaksono, Kamis (21/10/2021).
Entrepreneur muda Nahdlatul Ulama (NU) ini mengatakan bahwa ruh yang dimaksud adalah perwujudan dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 khususnya ayat 3 yang jelas disebutkan, bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat.
Point inilah, lanjut Witjak, yang seyogianya dijadikan landasan oleh Menteri KKP dalam membuat atau memutuskan sebuah kebijakan agar benar-benar menjadi kebajikan bagi jutaan nelayan kecil di seluruh penjuru tanah air.
"Perintah konstitusi jelas, amanat Nawacita dan visi-misi 2019-2024 Jokowi-Ma'ruf Amin lugas. Wajar jika banyak pihak menilai 2 kebijakan ini asal-asalan karena minim riset apalagi kajian, miskin data serta tidak peka dengan kondisi, kehidupan, nasib dan masa depan nelayan," tutur Witjaksono.