Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) mendesak Qanun Jinayat direvisi agar dapat mencabut dua pasal terkait hukuman pelaku pemerkosaan terhadap anak. Selain itu, KPPAA juga mengkritisi pasal tentang lesbian dan sodomi.
"Pilihan utama kita adalah untuk mencabut atau menghapus sama sekali pasal 47 dan pasal 50. Sehingga secara otomatis penanganan kekerasan seksual terhadap anak akan kembali ke UU Perlindungan Anak," kata Komisioner Komisi pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA), Firdaus Nyak Idin dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).
KPPAA mendesak dua pasal itu dicabut karena hukuman cambuk tersebut berpotensi gagal dilaksanakan karena berbagai alasan. Dia mencontohkan, pelaku pemerkosa atau pelecehan anak sakit serta alasan lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akibatnya pelaku harus dipulangkan sementara ke rumah yang notabene kembali dekat dengan korban. Korban tentu akan semakin trauma dan depresi, diteror dan mengalami kekerasan berulang," beber Firdaus.
"Kalaupun hukuman cambuk jadi dilaksanakan, maka setelah itu pelaku pasti kembali ke komunitas di mana akan bertemu korban kembali. Tentu ini sangat buruk bagi korban," lanjutnya.
Selain dua pasal di atas, Firdaus juga mengkritisi Pasal 34, Pasal 63 ayat 3, dan Pasal 64 ayat 3. Dalam ketiga pasal itu, katanya, perbuatan zina, sodomi, dan lesbian dianggap dilakukan atas dasar suka sama suka.
"Itu kemudian berpotensi menafikkan adanya kemungkinan di awal terjadinya kekerasan pada anak. Kemudian anak juga berisiko dianggap sebagai pelaku yang akan mendapat hukuman cambuk," kata Firdaus.
Berikut bunyi lengkap pasal zina, sodomi (liwath) dan, lesbian (musahaqah) yang dikritisi Firdaus:
Pasal 34
Setiap orang dewasa yang melakukan zina dengan anak, selain diancam dengan 'Uqubat Hudud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dapat ditambah dengan 'Uqubat Ta'zir cambuk paling banyak 100 (seratus) kali atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.
Pasal 63 ayat 3
Setiap orang yang melakukan liwath dengan anak, selain diancam dengan 'Uqubat Ta'zir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah dengan cambuk paling banyak 100 (seratus) kali atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.
Pasal 64 ayat 3
Setiap orang yang melakukan Jarimah Musahaqah dengan anak, selain diancam dengan 'Uqubat Ta'zir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah dengan cambuk paling banyak 100 (seratus) kali atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
DPRA Inisiasi Revisi
Sebelumnya, anggota DPR Aceh menginisiasi revisi Qanun Jinayat untuk mencabut dua pasal berkaitan dengan hukuman bagi pelaku pemerkosa dan pelecehan terhadap anak. Kedua pasal itu dicabut agar pelaku nanti mendapatkan hukuman yang lebih berat.
Kedua pasal yang diusulkan dicabut adalah pasal 47 dan 50 pada Qanun Aceh nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Kedua pasal itu menjelaskan terkait hukuman yang dijatuhkan bagi pelaku pelecehan dan pemerkosa anak.
Anggota Komisi 1 DPR Aceh Darwati A Gani, mengatakan, pihaknya sepakat untuk mencabut pasal yang tertuang dalam Qanun Jinayat. Dia bersama 12 anggota lainnya mengusulkan revisi dua pasal itu masuk dalam Prolega prioritas 2022.
"Saya bersama kawan-kawan sudah mengusulkan dalam bentuk rancangan qanun revisi qanun inisiasi anggota DPRA. Tahap berikutnya adalah pengawalan di Banleg, Banmus," kata Darwati kepada wartawan, Senin (18/10).
Dia menyebutkan, revisi qanun itu bakal dilakukan dengan melibatkan ahli. Menurutnya, pencabutan kedua pasal dalam qanun tersebut untuk menguatkan Qanun Jinayat.
Politikus Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini menilai hukuman yang tertuang dalam dua pasal itu masih terlalu lemah. Pencabutan kedua pasal disebut dapat memberikan keadilan bagi korban.
"Bisa dibayangkan pelaku kekerasan anak kebanyakan adalah orang-orang terdekat, ayahnya, pamannya, tetangga, dan apabila dicambuk dia cuma sakit seminggu setelah itu bebas pulang. Bayangkan bagaimana perasaan si-anak," ujar Darwati.
"Dengan mencabut dua pasal tadi, sehingga ke depan kita berharap siapapun pelaku kekerasan seksual terhadap anak dihukum seberat-beratnya," jelas Darwati.