Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan surat telegram (TR) terkait penindakan tegas bagi anggota yang melakukan kekerasan berlebihan. Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP, Arsul Sani, mengapresiasi respons Jenderal Sigit tersebut.
Arsul awalnya menyebut langkah Kapolri Jenderal Sigit mengeluarkan TR berarti menunjukkan komitmennya ingin membentuk Polri yang humanis. Dia menyebut langkah Jenderal Sigit berarti tidak berhenti hanya pada dokumen fit and proper test yang diserahkan kepada DPR.
"Itu kemudian oleh Pak Sigit dituangkan tidak hanya berhenti pada dokumen fit and proper test yang disampaikan beliau kepada kami di Komisi III, tetapi juga pada berbagai kebijakan, dalam bentuk surat edaran dan dalam bentuk peraturan Kapolri," kata Arsul kepada wartawan di Gedung DPR, Selasa (19/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Arsul menyebut TR juga merupakan respons yang baik dari Kapolri terkait kondisi jajarannya. Menurutnya, Polri saat ini lebih baik lantaran mendengarkan kritik dan tidak self-defense atas pelanggaran yang terjadi di internal.
"Kalau dalam proses prasangka baik, (TR Kapolri) itu lah respons yang bagus juga, daripada kemudian tidak direspons sama sekali? Apa lagi tradisi zaman dulu-dulu itu cenderung ada sifat self defense, sifat apology, ini saya kira responnya bagus lah meski dengan kejadian yang berulang-ulang," tuturnya.
Wakil Ketua Umum PPP ini menyebut wajar ketika masih berulangnya kasus kekerasan anggota polisi di lapangan meski sudah ada TR Kapolri. Ini berarti masih adanya gap antara keinginan Kapolri dengan anggota di lapangan yang harus diubah oleh Polri.
"Kejadian berulang-ulang itu menunjukkan masih ada gap antara katakanlah design polisi Indonesia yang betul-betul mengayomi dan melindungi, sebagaimana diinginkan pimpinan Kapolri, dengan para anggota di lapangan yang barang kali secara kultur masih memerlukan perubahan perilaku," ucapnya.
Lebih lanjut, Arsul menilai wajar ketika TR Kapolri justru keluar setelah banyak kejadian di jajaran Polri. Dia menyebut kultur hukum di berbagai institusi Indonesia memang biasa ketinggalan kereta.
"Ya kalau pertanyaannya itu selalu kenapa sih kok harus menunggu sekian kejadian dulu? Di mana-mana kita memang punya kultur hukum itu ketinggalan kereta, hukum itu bisa tertuang dalam surat edaran, peraturan kelembagaan, dan bisa tertuang dalam UU, itu memang biasa di kita ketinggalan kereta," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan video 'Viral Aipda Ambarita Geledah Paksa HP Warga, Dikritik oleh Kompolnas':
Kapolri Keluarkan TR Imbas Kekerasan Polri
Untuk diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram (STR) setelah kasus oknum polisi membanting mahasiswa di Tangerang, Banten, hingga polisi lalu lintas (polantas) menganiaya pengendara sepeda motor di Sumatera Utara. Sigit meminta para kapolda menindak tegas para anggota yang melakukan pelanggaran dengan menggunakan kekerasan secara berlebihan.
"Benar," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat dimintai konfirmasi, Senin (18/10/2021).
Telegram itu bernomor ST/2162/X/HUK2.9/2021. Surat telegram tersebut diterbitkan dan ditandatangani oleh Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo atas nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Melalui surat telegram tersebut, Sigit menyoroti 3 kasus kekerasan yang dilakukan anggota Polri baru-baru ini.
"Satu, kasus Polsek Percut Sei Tuan, Polrestabes Medan, Polda Sumut, yang diduga tidak profesional dan proporsional dalam penanganan kasus penganiayaan. Dua, pada tanggal 13 Oktober 2021, terjadi kasus anggota Polresta Tangerang Polda Banten membanting mahasiswa yang melakukan unjuk rasa. Tiga, pada tanggal 13 Oktober 2021, terjadi kasus anggota Satlantas Polresta Deli Serdang Polda Sumut melakukan penganiayaan terhadap pengendara sepeda motor," tulis Sigit.