Ahli dari Korsel-Thailand Beberkan Perlunya Legalisasi Ganja untuk Obat di MK

Ahli dari Korsel-Thailand Beberkan Perlunya Legalisasi Ganja untuk Obat di MK

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 12 Okt 2021 18:31 WIB
Kegiatan di Mahkamah Konstitusi (MK) nampak berjalan normal seperti biasa. Rencananya, BPN Prabowo-Sandiaga akan menyampaikan gugatan Pemilu hari ini.
Gedung MK (Rengga Sancaya/detikcom)
Jakarta -

Ahli dari Korea Selatan (Korsel), Sung Seok Kang, dan ahli farmasi ganja dari Thailand, Pakakrong Kwankhao, membeberkan perlunya negara melegalkan ganja untuk kesehatan. Hal itu disampaikan dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review UU Narkotika. Sung sehari-hari aktif di Korea Medical Cannabis Organization (KMCO).

"Ini kenapa bisa diperbolehkan? Karena kita sudah mengacu kepada apa yang ditentukan oleh WHO dengan hasil dari riset para ahli seluruh dunia dan karena itu yang bisa menggunakan obat-obatan. Tetapi, karena memang hasil riset yang terkait dengan ganja itu masih terbatas, gitu, jadi memang tidak belum ditentukan oleh WHO dan itu dikembalikan kepada masing-masing negara," kata Sung dalam sidang terbuka di MK yang disiarkan di channel YouTube MK, Selasa (12/10/2021).

Setelah KMCO melakukan berbagai riset pada 2018, kemudian memberikan laporan dari hasil riset tersebut dan hasilnya adalah pada 2020 keluar tata cara aturan untuk bisa bagaimana memproses penggunaan atau membeli dari obat-obatan terlarang untuk penggunaan medis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Biasanya, itu melalui resep dari dokter," ujar Sung, yang diterjemahkan oleh penerjemah tersumpah, Eva Latifah.

Adapun Pakakrong Kwankhao yang menjelaskan mengenai penerapan kebijakan pemanfaatan ganja medis di Thailand untuk penelitian dan pelayanan kesehatan sejak 2019. Selain untuk penggunaan secara tradisional/herbal, obat-obatan ganja medis (ekstrak THC, CBD, maupun kombinasi keduanya) saat ini termasuk dalam produk obat-obatan esensial nasional sehingga seluruh pasien yang memenuhi syarat medis tertentu dapat mengakses obat tersebut dari rumah sakit ataupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

ADVERTISEMENT

"Untuk meningkatkan keamanan penggunaan, pemerintah Thailand khususnya bagian otoritas kesehatan (baik konvensional maupun tradisional) juga menyediakan pedoman/guidelines penggunaan ekstrak ganja medis," ujar Pakakrong.

Meskipun tidak digunakan sebagai pilihan utama, dalam hal seluruh pengobatan standar tidak membuahkan hasil, dokter dapat merujuk penggunaan ganja medis untuk memperbaiki kondisi pasien tersebut.

"Dokter yang menggunakan ganja medis pada pasien di Thailand wajib memberikan laporan efektifitas dan efek samping/keamanan dari setiap pengobatan tersebut pada badan pengawas obat-obatan," tutur Pakakrong.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Pakakrong dalam persidangan juga memperlihatkan bukti ilmiah gambaran peningkatan kualitas kesehatan yang signifikan dari pasien-pasien neuropatis dan kanker (tahap lanjut) yang mendapat pengobatan ganja medis. Mengenai mekanisme kontrol terhadap penggunaan ganja di Thailand, seluruh kegiatan penelitian ataupun penggunaan ganja untuk medis harus mendapatkan izin dari Komite Nasional Narkotika.

"Ekosistem untuk menjamin keamanan publik seperti mencegah penyalahgunaan juga telah disediakan di Thailand, seperti adanya pelatihan terhadap tenaga medis dan mewajibkan adanya registrasi tenaga medis ketika akan meresepkan ganja medis, menjamin kualitas produk obat-obatan ganja medis, penggunaan sistem data elektronik untuk pemantauan penggunaan, maupun deteksi penyalahgunaan yang seluruhnya berada pada tanggung jawab Kementerian Kesehatan," beber Pakakrong.

Pakakrong kemudian juga menunjukkan hasil monitoring yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Di mana angka keracunan ganja untuk pengobatan, karena perolehannya dari pasar gelap yang tidak sesuai dengan standar keamanan obat, mulai menurun setelah kebijakan ganja medis diatur secara resmi oleh Pemerintah Thailand pada Februari 2019.

"Sidang ditunda hari Rabu, tanggal 10 November 2021, pukul 11.00 WIB, dengan agenda mendengar keterangan 4 orang saksi dari pemohon. Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup," kata Ketua MK Anwar Usman menutup sidang.

Sebagaimana diketahui, sidang judicial review UU Narkotika itu diajukan oleh Dwi Pratiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Murhayati, yang meminta MK melegalkan ganja untuk kesehatan. Dwi merupakan ibu dari anak yang menderita cerebral palsy, yakni lumpuh otak yang disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal. Sedangkan Santi dan Nafiah merupakan ibu yang anaknya mengidap epilepsi.

Halaman 2 dari 2
(asp/mae)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads