Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri Irjen Martinus Hukom merespons pernyataan anggota DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon bahwa pemberantasan aksi-aksi terorisme selama ini hanya merupakan komoditas. Selain itu, Densus terkesan Islamophobia sehingga sepatutnya dibubarkan.
"Kami di Densus 88 bertindak di bawah payung hukum, yang memungkinkan semua pihak menelusuri kinerjanya. Silakan dicek apa yang sedang Densus lakukan. Kalau ada satu saja rekayasa, itu pasti ketahuan," kata Martinus dalam program Blak-blakan detikcom, Senin (11/10/2021).
Karena itu, dia menegaskan sama sekali tak terganggu oleh kritik tersebut. Dia dan segenap prajurit Densus lebih menunjukkan kinerja dan memberikan hasil terbaik ketimbang terlibat dalam polemik semacam itu. Segala kritik yang dialamatkan kepada Densus 88 akan dijadikan bagian dari evaluasi untuk terus memperbaiki kinerjanya. "Kami menerima itu sebagai suatu konsekuensi kita dalam sistem demokrasi. Wong, Presiden saja boleh dikritisi," kata Martinus.
Ia mengungkapkan selama ini Densus 88 Antiteror memiliki dua pendekatan kepada terduga teroris. Pertama, secara keras atau hard approach yang menitikberatkan pada penegakan hukum. Kedua, secara lunak atau soft approach. Cara ini dilakukan dengan dialog intensif guna mengubah cara berpikir terduga teroris.
Ia mencontohkan Amir JAD Majalengka Imam Mulyana. Pada awal ditangkap, 18 September 2017, ideologinya masih sangat kental dan keras. Dia pun harus menjalani hukuman di Nusa Kambangan. Tapi para aparat Densus terus melakukan berbagai pendekatan, membuka ruang dialog secara intens. Aparat juga melakukan pendekatan dan memperhatikan kondisi ekonomi keluarga Imam.
Hasilnya, selang beberapa waktu kemudian, mindset Imam perlahan berubah dan akhirnya mengakui kembali NKRI. Sebagai apresiasi, dia kemudian dipindahkan ke ruang tahanan BNPT di Sentul, Bogor, untuk mengikuti program deradikalisasi.
Belakangan, Imam tak cuma membuka jejaring JAD di bawah kendalinya, tapi memasuki tahun keempat dengan sukarela mengungkapkan adanya 35 kilogram bom siap ledak yang disembunyikan di kawasan Gunung Ciremai. "Jadi, kuncinya di sini adalah komunikasi, bukan digebukin," tegas Martinus Hukom.
Lihat juga Video: Blak-blakan Komandan Densus 88: Merespons Usul Pembubaran Densus