Kolom Hikmah

Nafsu

Aunur Rofiq - detikNews
Jumat, 08 Okt 2021 07:29 WIB
Foto: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -

Nafsu tidak akan lepas dari kehidupan seseorang di dunia dan pengaruh setan, karena setan merupakan musuh manusia yang memikat. Keduanya telah disatukan dalam firman Allah, " Wahai manusia, sebenarnya janji Allah itu benar. Maka janganlah kehidupan dunia memperdaya kalian dan janganlah setan si penipu memperdaya kalian tentang Allah." ( QS. Fathir [35] : 5 ).

Sesungguhnya janji Allah tentang adanya hari kebangkitan dan lain-lainnya adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kalian, sehingga kalian tidak mau beriman kepada adanya hari kebangkitan dan lain-lainnya, dan sekali-kali janganlah memperdayakan kalian tentang Allah, tentang sifat Penyantun-Nya dan sifat Sabar-Nya hanya karena pengaruh setan. Janganlah terpengaruh oleh setan berwujud manusia yang mengajakmu berbuat maksiat kepada Allah.

Setan yang paling bahaya adalah nafsu yang berada dalam diri manusia, laksana musuh berada dalam selimut. Ajakan setan dalam menikmati kehidupan dunia sehingga melupakan perintah-Nya, merupakan perantara dalam pembangkangan. Yang menjadi persoalan jika ajakan tersebut diterima oleh nafsu sebagai pelaku. Pada hari kiamat kelak setan akan berkata yang tertuang dalam surah Ibrahim ayat 22. " Sekali-sekali tidaklah ada kekuasaan bagiku atas kalian melainkan sekadar aku menyeru kalian lalu kalian mematuhi seruanku. Oleh sebab itu janganlah kalian mencercaku."

Setan hanyalah perantara dan pelakunya adalah diri sendiri, maka cercalah diri sendiri. Dengan menyadari kondisi ini, maka diri sendiri akan lebih hati-hati dalam menimbang suatu perbuatan, apakah ini karena bisikan setan atau tidak? Untuk itu diperlukan alat timbangan berupa mata hati yang bening.

Nafsu selalu melakukan pengkhianatan dan penipuan serta ingkar janji. Hal ini ketika seorang hamba melakukan suatu upaya untuk meraih sesuatu tujuan, nafsu berjanji akan tawakal jika upaya tersebut gagal. Namun, saat upaya gagal, nafsu kembali bersandar pada makhluk, padahal sebelumnya berjanji akan bertawakal pada Allah. Nyatanya nafsu bertawakal pada upaya dan ingkar ( tidak ridha ) pada ketentuan Allah. Ketika kita berupaya meraih juara dan ternyata kalah, sepatutnya ridha atas kekalahan tersebut dan memohon pada Yang Kuasa untuk saatnya meraih juara. Bukan menyalahkan upaya yang sudah dilakukan.

Di dalam kehidupan saat ini, hawa nafsu memperoleh lapangan yang luas. Godaan dan iming-iming hampir setiap saat kita alami, belum mampunya untuk memiliki kendaraan roda empat, karena tawaran kemudahan untuk memperolehnya maka dibelinya kendaraan tersebut dengan mencicil. Konsekwensinya adalah yang sebelumnya tidak ada potongan penghasilan menjadi ada. Aset kendaraan dan rumah menjadi beban cicilan, akan lebih baik jika tetap sewa rumah dan berhemat dengan kendaraan umum, sehingga kemampuan mencicil diinvestasikan agar kelak bisa menghasilkan bukan beban. Inilah manusia yang belum bisa mengendalikan hawa nafsu. Agar kita selamat, maka kekanglah hawa nafsu dengan tali takwa dan sifat wara'. Pengekangan ini akan mendatangkan manfaat, penggunaan hawa nafsu untuk mendorong pada kebaikan dan kemaslahatan, dan menekan hawa nafsu dari dorongan kejahatan dan kerusakan.

Jika hawa nafsu laksana kendaraan tunggangan, maka ia mempunyai sifat yang bandel dan sulit dikendalikan. Bagaimana kita bisa mengendalikannya? Para ulama sufi berpendapat ada Tiga tindakan.


1. Mengekang kuat segala bentuk tindakan yang berlandaskan hawa nafsu. Ibarat hewan tunggangan yang dikurangi makannya, maka ia akan lemah.
2. Menambah beban pada hawa nafsu dengan ibadah. Seperti hewan tunggangan yang ditambah beban dan dikurangi makan, maka ia akan tunduk pada tu-annya.
3. Merendahkan diri dan memohon pertolongan pada Gusti Allah.

Jika kita bisa melaksanakan ketiga langkah tersebut, bebaslah dari pengaruh hawa nafsu yang liar, tentu hal ini atas izin Gusti Allah. Mari kita simak firman Allah ini, " ...karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku." ( QS. Yusuf [12] : 53 ).
Oleh sebab itu, kita harus sadar akan tipu daya nafsu untuk mengajak pada kejahatan. Mantapkanlah hati untuk selalu hawa nafsu dalam kondisi apapun, agar kita berada pada jalan kebenaran dan selamat dari kemaksiatan atas kehendak-Nya. Alangkah indahnya yang diungkapkan seorang penyair.

Jagalah nafsumu,
Kau tak akan aman dari tipu dayanya
Sebab nafsu lebih keji
Dari tujuh puluh setan

Pegangan takwa dan sifat wara' merupakan senjata utama dalam mengendalikan hawa nafsu, ingat bahwa hawa nafsu adalah musuh yang paling susah dikendalikan dan dampaknya sangat berbahaya. Semoga kita, rakyat di negeri ini dan para pemimpin terhindar dari pengaruh hawa nafsu dalam perbuatan.

Aunur Rofiq

Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia )




(erd/erd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork