Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas dinilai membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Pasalnya, proses belajar dengan tatap muka dinilai lebih efektif, sehingga perlu didorong pelaksanaannya di sekolah, pesantren, serta instansi pendidikan lainnya.
Hal ini juga diakui oleh Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) Abdul Ghaffar Rozin. Oleh karenanya, RMI dan seluruh elemen NU berusaha menerapkan protokol kesehatan untuk mendukung pembelajaran tatap muka secara terbatas di lingkungan pesantren.
Ia menegaskan tradisi pesantren selama ratusan tahun menggelar pendidikan secara tatap muka dan berkelompok. "Hampir seluruh kegiatan santri sejak bangun tidur dilakukan secara berkelompok," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (30/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini dia ungkapkan dalam Istighosah dan doa bersama, Rabu (29/9) malam, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kemendikbud Ristek, KPCPEN, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dan Pengurus Besar NU.
Dia pun memaparkan pandemi membuat hampir 24.000 pesantren yang dinaungi RMI NU terpaksa meninggalkan tradisi tersebut. Sebagian santri terpaksa diliburkan sehingga proses pendidikan tidak berjalan baik.
Sebab, kata dia, proses pendidikan di pesantren, terutama soal akhlak dan budi pekerti, dilakukan lewat pembiasaan sehari-hari di lingkungan pesantren.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal LPI Ma'arif NU Harianto Oghie mengatakan pendidikan akhlak dan budi pekerti memerlukan proses pembelajaran tatap muka agar optimal. Proses belajar dengan interaksi langsung guru dan murid juga akan lebih meningkatkan pemahaman murid.
Menurutnya, kepatuhan protokol kesehatan diterapkan di hampir 22.000 lembaga pendidikan Ma'arif, jaringan sekolah yang berafiliasi dengan NU. "Mencegah kemudaratan diutamakan daripada mengambil manfaat," kata dia.
Adapun Guru Besar Fakultas Kedokteran UI Prof. Soedjatmiko mengatakan penerapan protokol kesehatan di pesantren memang mempunyai peluang dan tantangan.
"Pesantren lingkungan terbatas. Jadi, perlu membatasi interaksi dengan orang di luar dan di dalam pondok," kata dia.
Dia mengingatkan COVID-19 hanya membutuhkan waktu 10 detik untuk masuk ke saluran pernapasan lalu berkembang biak dan menginfeksi organ tubuh lebih luas. Infeksi, kata dia, bisa terjadi saat orang berkumpul dan tidak memakai masker dengan benar.
Senada, Direktur Sekolah Dasar Dirjen PAUD Kemendikbud Ristek Dr. Sri Wahyuningsih mengatakan, pembelajaran tatap muka secara terbatas sudah diizinkan secara selektif. "Hanya di zona hijau boleh tatap muka secara terbatas," ujarnya.
Sri mengatakan sudah ada sejumlah panduan pelaksanaan pembelajaran tatap muka secara terbatas. Salah satunya adalah sekolah bisa memakai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membeli peralatan yang dibutuhkan dalam penerapan protokol kesehatan.
Selain itu, kata dia, orangtua juga berhak memilih metode pembelajaran bagi anaknya, apakah tetap metode jarak jauh (PJJ) atau PTM.
"Hal yang harus selalu diingat dalam pelaksanaan PTM terbatas adalah keamanan proses pembelajaran merupakan tanggung jawab semua pihak. Orangtua, masyarakat, seluruh insan pendidikan dalam lingkungan sekolah atau pesantren juga berperan dalam prosesi itu," pungkasnya.
(akd/ega)