Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan semua terpidana, termasuk koruptor, berhak mendapatkan remisi. KPK menyebut remisi merupakan kewenangan Kemenkumham.
"Terkait dengan semua napi berhak mendapat remisi, secara normatif itu sebetulnya aparat penegak hukum itu selesai ketika kita melakukan eksekusi di LP, lapas pemasyarakatan, udah. Kewenangan melakukan pembinaan itu sudah beralih ke Kementerian Kumham dan ini Dirjen Pemasyarakatan, nah itu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (30/9/2021).
Alexander mengatakan biasanya KPK memberikan rekomendasi terhadap narapidana yang dinilai berhak mendapatkan remisi. Salah satu yang menjadi pertimbangan rekomendasi itu adalah status justice collaborator (JC) dari si narapidana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana yang selama ini normanya kan kalau mendapat remisi harus ada semacam rekomendasi atau apa. KPK sejauh ini selalu diminta oleh Kepala Lapas itu di mana tahanan koruptor yang dari KPK itu ditahan ketika akan memberikan remisi minta semacam rekomendasi, apakah yang bersangkutan itu mendapatkan visi atau tidak. Kalau KPK tidak pernah memberikan visi, kita akan sampaikan," katanya.
"Tujuannya apa? Surat rekomendasi JC itu biasanya untuk mendapatkan remisi tadi. Apakah rekomendasi itu menjadi bahan acuan rapat maupun Ditjen Pas untuk memberikan remisi, nah itu sudah di luar kewenangan KPK. Karena apa, KPK tidak bisa juga melarang 'jarang dikasih remisi', karena itu bukan domain dari aparat penegak hukum lagi, tetapi ketika mereka meminta rekomendasi ke KPK kita akan sampaikan apa adanya," tambahnya.
Dia mengatakan remisi juga ditentukan dari jumlah denda maupun uang pengganti yang sudah dibayarkan oleh narapidana. Dia menegaskan KPK tidak mempunyai wewenang dalam menentukan pemberian remisi.
"Apakah bersangkutan itu statusnya JC, apakah yang bersangkutan misalnya denda ataupun uang pengganti kerugian negara itu sudah dikembalikan semuanya atau belum nah itu hal seperti itu yang mudah kita sampaikan kepada kepala lapas tersebut," ujarnya.
"Tujuannya itu tadi, yang bersangkutan itu layak untuk mendapatkan remisi atau tidak diberikan atau tidak itu sudah bukan domain dari KPK," sambungnya.
Sebelumnya, MK menyatakan semua terpidana, termasuk koruptor, yang sedang menjalani masa pemidanaan di lembaga pemasyarakatan berhak mendapatkan remisi sebagaimana dijamin UU Pemasyarakatan. Namun, karena MK tidak berwenang mengadili peraturan pemerintah (PP), MK tidak mencabut PP 99 Tahun 2012 yang melarang remisi ke koruptor.
"Adanya syarat-syarat tambahan di luar syarat pokok untuk diberikan remisi kepada narapidana, seharusnya lebih tepat dikonstruksikan sebagai bentuk penghargaan (reward) berupa pemberian hak remisi (tambahan) di luar hak hukum yang telah diberikan berdasarkan UU 12/2015," kata hakim konstitusi Suhartoyo ketika membacakan pertimbangan MK dalam sidang yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis (30/9).
Judicial review itu diajukan terpidana korupsi OC Kaligis, yang sedang menghuni LP Sukamiskin. OC Kaligis tidak mendapatkan remisi karena tidak mau bekerja sama dengan aparat untuk membongkar perkara pidana lain.
"Sebab, pada dasarnya, segala fakta dan peristiwa hukum yang terjadi berkaitan dengan sesuatu tindak pidana yang disangkakan maupun didakwakan kepada seseorang harus diperiksa di persidangan untuk kemudian dijadikan bahan pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan," kata Suhartoyo.