Kasus Tanah DKI di KPK: Bank Tanah atau Program Rumah DP 0 Rupiah?

Kasus Tanah DKI di KPK: Bank Tanah atau Program Rumah DP 0 Rupiah?

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 21 Sep 2021 16:32 WIB
Gedung baru KPK
Foto Ilustrasi KPK (Andhika Prasetya/detikcom)
Jakarta -

Anies Baswedan tuntas diperiksa KPK mengenai kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Namun tersisa tanda tanya mengenai apa yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta. Apa itu?

Kasus ini berkaitan dengan pengadaan lahan yang dilakukan BUMD DKI, yaitu Sarana Jaya. KPK pernah menyampaikan pengadaan lahan itu sebagai bank tanah tapi kini Anies mengaku menjelaskan soal program rumah.

Berikut ini penjelasan rincinya:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konstruksi Kasus

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah:

1. Yoory Corneles Pinontoan sebagai Direktur Utama Sarana Jaya
2. Tommy Adrian sebagai Direktur PT Adonara Propertindo
3. Anja Runtuwene sebagai Wakil Direktur PT Adonara Propertindo
4. Rudy Hartono Iskandar sebagai Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur
5. PT Adonara Propertindo sebagai korporasi

ADVERTISEMENT

Sarana Jaya diketahui merupakan perusahaan properti berbentuk BUMD yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta. Sarana Jaya melakukan kegiatan di bidang penyediaan tanah, pembangunan perumahan, bangunan umum, kawasan industri, serta sarana-prasarana.

Dari penjelasan KPK disebutkan awalnya Rudy Hartono Iskandar menawarkan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, ke Sarana Jaya pada Februari 2019. Perusahaan tempat Rudy sebagai direktur, yaitu PT Aldira Berkah Abadi Makmur, diketahui juga bergerak di bidang kontraktor.

Tanah yang ditawarkan Rudy itu diatasnamakan Andyas Geraldo dan Anja Runtuwene dengan harga Rp 7,5 juta per meter persegi. Andyas diketahui sebagai anak dari Rudy.

Namun belakangan diketahui tanah yang ditawarkan ke Sarana Jaya itu sebenarnya masih atas kepemilikan Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus. Baru sebulan setelah penawaran ke Sarana Jaya, yaitu Maret 2019, Anja mengajak Tommy Adrian menemui Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.

Dalam pertemuan itu, ditandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah tersebut seluas 41.921 meter persegi dengan harga Rp 2,5 juta per meter persegi. Pihak Kongregasi lantas menerima uang muka pertama sebesar Rp 5 miliar.

Di saat bersamaan, Yoory memerintahkan staf menyiapkan Rp 108,99 miliar sebagai pembayaran 50 persen atas tanah di Munjul yang ditawarkan Rudy dan Anja. Padahal saat itu belum dilakukan negosiasi harga antara Yoory Corneles Pinontoan dan Anja Runtuwene yang mengklaim sebagai pemilik tanah.

Bulan berikutnya, yaitu April 2019, dilakukan penandatanganan PPJB antara Yoory dan Anja. Saat itu pula Yoory memerintahkan pembayaran Rp 108,99 miliar ke rekening Anja.

Di sisi lain, pada Mei 2019, Rudy dan Anja meminta Tommy mengirimkan Rp 5 miliar lagi ke Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus. Pembayaran itu sebagai uang muka tahap kedua

Setelah semua proses itu, Sarana Jaya baru melakukan kajian usulan pembelian tanah yang ternyata diketahui lebih dari 70 persennya masih berada di zona hijau untuk RTH (ruang terbuka hijau). Artinya, tanah itu tidak bisa digunakan untuk proyek hunian atau apartemen.

Tak hanya itu, menurut KPK, berdasarkan kajian Konsultan Jasa Penilai Publik, harga taksiran tanah tersebut hanya Rp 3 juta per meter persegi. Jauh dari nilai yang ditawarkan ke Sarana Jaya, yaitu Rp 7,5 juta per meter persegi.

Meski begitu, pada Desember 2019, Sarana Jaya membayar Rp 43,59 miliar ke Anja sehingga total pembayaran adalah Rp 152,5 miliar. Pembayaran tetap dilakukan meskipun lahan itu tidak bisa diubah zonasinya ke zona kuning.

Dari total uang yang diterima itu, Rudy meminta Anja dan Tommy membayar BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terhadap pengadaan tanah Pulogebang pada Sarana Jaya. Selain itu, uang dialirkan ke rekening perusahaan lain milik Rudy dan untuk keperluan pribadinya serta Anja.

Kasus ini lantas ditelusuri KPK, di mana ditemukan 4 dugaan penyimpangan, yaitu:

- Tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah;
- Tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait;
- Beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate; dan
- Adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja Runtuwene dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.

Para tersangka yang dijerat itu diduga melakukan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur, tahun anggaran 2019. Kasus dugaan korupsi ini mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 152,5 miliar.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Simak Video: Diperiksa KPK di Kasus Lahan Munjul, Anies Bicara Program Rumah di DKI

[Gambas:Video 20detik]




KPK Sebut untuk Bank Tanah

Kala itu, pada Maret 2021, Plt Juru Bicara KPK pernah menyebutkan pengadaan tanah yang diduga dikorupsi itu adalah untuk bank tanah. Untuk apa peruntukannya disebut KPK belum jelas.

"Terkait pengadaan tanah Munjul, Cipayung, sejauh ini data yang kami peroleh pengadaan tanah tersebut untuk bank tanah Provinsi DKI Jakarta," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (9/3/2021).

"Jadi belum ada rencana peruntukannya," imbuh Ali.

Namun keterangan lain disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. Saat itu Riza mengatakan lahan yang dibeli Sarana Jaya, salah satunya, ditujukan untuk pembangunan rumah DP 0 rupiah.

"Ya kurang-lebih yang dibeli Sarana Jaya itu untuk DP 0 persen, di antaranya ya," kata Riza saat dimintai konfirmasi, Rabu (10/3/2021).

Dia mengatakan Sarana Jaya memang diberi sejumlah tugas oleh Pemprov DKI. Salah satunya, kata Riza, membangun rumah DP 0 rupiah.

"Ya kalau kasus Sarana Jaya kita kan memang salah satu tugas, salah satu yang ditugaskan ke Sarana Jaya adalah membangun DP 0 persen," kata Riza.

Keterangan Anies

Kini ucapan Riza semakin diperjelas Anies setelah diperiksa KPK sebagai saksi. Anies mengaku menjelaskan tentang program pengadaan rumah ke KPK.

"Ada 8 pertanyaan yang terkait dengan program pengadaan rumah di Jakarta," ucap Anies usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (21/9/2021).

"Pertanyaan menyangkut landasan program dan seputar peraturan-peraturan yang ada di Jakarta," imbuhnya.

Diketahui Anies sendiri memiliki program rumah DP Rp 0. Namun saat dicecar lebih jauh soal itu, Anies memilih diam dan langsung masuk ke mobilnya.

Kini pertanyaan besar tersisa untuk KPK. Apakah benar kaitan pengadaan lahan yang diduga diselimuti korupsi ini adalah soal program rumah DP Rp 0? Mari kita tunggu jawabannya bersama.

Lihat juga video 'Diperiksa KPK Terkait Lahan Munjul, Prasetyo Dicecar soal Mekanisme Anggaran':

[Gambas:Video 20detik]



Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads