Debat Qodari Vs Refly Harun-Perludem soal Jokowi 3 Periode

Debat Qodari Vs Refly Harun-Perludem soal Jokowi 3 Periode

Tim Detikcom - detikNews
Jumat, 17 Sep 2021 19:19 WIB
M Qodari
M Qodari (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Direktur Indo Barometer M Qodari mengusulkan pasangan 'Jokowi-Prabowo 2024' untuk menghilangkan politik identitas yang menurutnya sudah parah. Namun, usulan tersebut disanggah ahli hukum tata negara Refly Harun dan anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini yang menilai ide Qodari tersebut tidak tepat.

"Ini akan melahirkan pasangan tunggal Jokowi-Prabowo dimana kemudian akan berhadapan dengan kotak kosong dan otomatis kalau berhadapan dengan kotak kosong tensi politik akan turun, singkatnya ini adalah mekanisme rem darurat buat saya agar jin-jin politik identitas di masukkan kembali ke dalam botol, kita punya waktu lagi 5 tahun ke depan memasukkan jin ke dalam botol dan pada gilirannya nanti kita menuju situasi kondisi yang lebih baik," kata Qodari, dalam YouTube Integrity Law Firm, Jumat (17/9/2021).

Menurut Qodari, usulan tersebut dia sampaikan karena menurutnya persoalan politik identitas harus diantisipasi dari saat ini. Dalam kesempatan yang sama, Refly Harun menanggapi soal adanya usulan Qodari tentang 3 periode Jokowi dengan memasangkan Jokowi-Prabowo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Qodari tadi mengatakan soal identifikasi masalah jadi terjadi perpecahan dipolarisasi di masyarakat Indonesia tetapi yang membedakan adalah kalau tadi Qodari solusinya adalah menyatukan Jokowi-Prabowo dengan konsekuensi berarti Jokowi 3 periode, maka saya mengatakan bukan itu, yaitu menghilangkan presidential threshold, karena threshold inilah yang menurut saya menjadi pangkal masalah," kata Refly.

Menurut Refly, usulan tersebut tidak tepat karena menurutnya presidential threshold atau ambang batas parlemenlah yang menjadi sumber masalah dalam Pemilu. Sementara itu, Refly mengatakan saat ini ada 2 isu besar terkait Pemilu 2024, yaitu perpanjangan masa jabatan presiden maupun wacana presiden 3 periode.

ADVERTISEMENT

Refly menilai skema perpanjangan masa jabatan presiden dinilai lebih mudah bagi 'oligarki' dibandingkan menjalankan skema presiden 3 periode. Sebab, untuk merealisasikan wacana presiden 3 periode, harus dilakukan perubahan konstitusi dan juga adanya pemilu serta melakukan upaya agar adanya partai politik yang mendukung calon tertentu.

"Saya melihat perpanjangan masa jabatan ini yang barang kali akan jauh lebih bisa diperjuangkan. Kenapa begitu karena kalau 3 periode itu jalannya masih berliku karena masih mengandaikan akan ada pemilihan presiden dan wakil presiden dimana Jokowi akan dipasangkan dengan Prabowo, lalu diharapkan semua partai politik akan diborong dan akan melawan kotak kosong, itu ide dari Qodari luar biasa bagi demokrasi kita. Jadi melawan kotak kosong sehingga pasti yang menang adalah Jokowi-Prabowo," ujarnya.

Lebih lanjut, Refly juga mengaku mencium adanya skenario 'Pilpres pura-pura' yang akan mencalonkan calon tertentu sehingga, jika ada salah satu calon yang menang, pemenangnya tetap saja. Oleh karena itu, Refly menilai kunci yang harus dilakukan adalah dengan mengajukan uji materi ke MK tentang presidential threshold atau ambang batas perolehan kursi di parlemen.

"Skenario lainnya dari oligarki politik ini 2024 adalah yang sering katakan dan singgung adalah pesta di antara mereka sendiri, yaitu mereka akan menentukan 2 pasangan calon tetapi di antara mereka sendiri, itulah sebabnya mengapa PAN ditarik ke dalam koalisi 7 parpol ini, dengan masuknya PAN koalisi Istana sudah menguasai 82 persen sehingga tidak akan ada calon non-Istana yang bisa dimajukan kalau presidential threshold tetap 20 persen," ujarnya.

"Terlepas dari 3 skenario besar ini, 3 periode, perpanjangan masa jabatan atau pesta di antara partai Istana, kita harus dobrak dengan menghilangkan presidential threshold bagaimanapun caranya melalui MK lagikah, melalui DPR lagikah atau ada perubahan-perubahan lain yang kadang-kadang ekstra konstitusional," imbuhnya.

Sementara itu, dalam diskusi yang sama, Titi Anggraini menilai wacana presiden 3 periode akan membawa kekacauan politik dan demokrasi di Indonesia. Justru menurutnya pada saat reformasi semangatnya membatasi masa jabatan presiden 2 periode, sedangkan jika kembali adanya presiden 3 periode, itu akan menyulut perpecahan dan mengganggu stabilitas pembangunan perekonomian negara dan dapat mengulang lagi fenomena '98.

"Presiden 3 periode akan membawa kekacauan politik dan krisis demokrasi di Indonesia serta akan menyulut perpecahan masyarakat yang justru bisa menggoyahkan persatuan dan kesatuan Indonesia yang telah susah payah dibangun seluruh elemen bangsa. Alih-alih stabilitas dan kondisi kondusif negara justru akan menimbulkan gerakan perlawanan yang kontradiktif dengan upaya mengatasi pandemi dan menjalankan program-program pembangunan yang sekarang sedang berlangsung," katanya.

Titi juga menanggapi usulan Qodari terkait wacana presiden 3 periode dengan memasangkan Jokowi-Prabowo untuk mengurangi isu politik identitas. Menurut Titi, yang harus diperkuat justru pertarungan politik gagasan dengan menghapuskan ambang batas pencalonan presiden.

"Kalau tadi Qodari bicara soal bagaimana mencegah polarisasi disintegratif dan mengatasi politik identitas yang membelah, sebenarnya yang saya sepakat kita harus memperkuat politik gagasan. Agar memperkuat politik gagasan itu dalam pandangan kami tidak ada argumen yang logis, relevan dan meyakinkan untuk mengubah ketentuan masa jabatan presiden menjadi 3 periode apabila dikaitkan dengan upaya mengatasi polarisasi disintegratif dan hegemoni identitas itu di kontribusikan oleh hulu masalah yang tadi dibahas oleh Bang Refly, yaitu adanya ambang batas presiden berupa harus memiliki 20 persen kursi atau 25 persen suara sah hasil pemilu DPR terakhir, serta perilaku elite politik yang melanggengkan hal itu untuk terus-menerus berlaku di Pilpres Indonesia," ujarnya.

Simak Video: Jubir Presiden soal 3 Periode: Pendukung Harus Tegak Lurus ke Jokowi

[Gambas:Video 20detik]



Oleh karena itu, menurut Titi, yang lebih mendesak adalah penghapusan ambang batas pencalonan presiden. Hal itu agar dapat bermunculan calon-calon pemimpin lain yang dapat menjadi pilihan masyarakat.

"Sehingga kalau bicara soal memperkuat politik gagasan lebih mendesak untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden sehingga partai politik peserta pemilu bisa mengusung kader kader terbaiknya dan membuka ruang kontestasi gagasan diantara para kontestasi pilpres," ujarnya.

Sementara itu, Perludem juga berbicara tentang perpanjangan masa jabatan presiden hingga 7 tahun. Perludem menilai hal tersebut tidak mungkin karena dalam putusan MK telah diatur tentang masa jabatan presiden 5 tahun.

"Kami di Perludem menganggap ini juga sama tidak mungkinnya dengan presiden 3 periode, karena masa jabatan 5 tahun tidak lebih tidak kurang itu adalah refleksi pergulatan sejarah politik sosial kita, itu pasal konstitusi mengatakan masa jabatan tidak lebih dan tidak kurang dari 5 tahun," ujarnya.


Jokowi Tolak Wacana Presiden 3 Periode

Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara soal isu-isu seputar perpanjangan masa jabatan presiden dan presiden 3 periode. Sikap Jokowi tegas: Menolak semua usul perpanjangan jabatannya.

"Saya kan udah bolak-balik jawab, mau jawab apa lagi?" kata Jokowi menjawab isu seputar presiden 3 periode dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/9/2021).

Jokowi menghormati demokrasi karena itu dia tidak melarang pendapat dan pernyataan-pernyataan yang berseliweran soal masa jabatan presiden di publik. Jokowi mengungkit sikapnya yang tidak memberangus tagar #2019GantiPresiden.

"Sekarang begini, ada orang yang mengusulkan, nggak mungkin saya larang. Ini bagian dari demokratisasi. Wong yang hashtag #2019GantiPresiden saja saya nggak larang, masa ini saya ngelarang-larang orang beropini dan pendapat terkait aspirasi politis. Ya itu kan terserah mereka," kata Jokowi.

"Ada dari akar rumput, dari pihak kekuatan politik, misalnya mengusulkan itu. Biarkan saja. Yang penting kan saya sudah menolak. Sikap saya sama seperti sebelum-sebelumnya. Gimana saya harus menjawab lagi," ujarnya.

Jokowi kemudian menanggapi isu perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027. Dia menegaskan menolak usulan itu.

"Jawaban saya tetap sama saja," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan isu perpanjangan jabatan berdampak buruk bagi dirinya. Dia menegaskan akan selalu taat konstitusi.

"Ide itu sebenarnya buruk buat saya karena itu akan menciptakan opini bahwa Jokowi itu ambisius, serakah kekuasaan, saya menolak," katanya.

Halaman 2 dari 2
(yld/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads